KPK Panggil Deputi Direktur Departemen Hukum BI dan Eks Kepala Departemen Komunikasi BI Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan kasus penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) serta Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020–2023. Dalam rangka ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua pejabat penting: Irwan, Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia (BI), dan Erwin Haryono, mantan Kepala Departemen Komunikasi BI, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/8).

Pemeriksaan terhadap Irwan dan Erwin Haryono ini sangat krusial, mengingat keduanya dipanggil sebagai saksi kunci dalam kasus yang menyangkut penyalahgunaan dana publik tersebut. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan pentingnya kehadiran mereka untuk mengungkap lebih jauh aliran dan peruntukan dana PSBI dan PJK yang diduga diselewengkan.

“Hari ini penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi Sdr. EH eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, dan Sdr. IRW Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia,” ujar Budi Prasetyo kepada awak media. Budi juga menekankan agar kedua saksi bersikap kooperatif dan memenuhi panggilan penyidik. Ia menambahkan, “Keterangan para saksi tentu dibutuhkan sebagai pihak penyelenggara program sosial tersebut,” yang mengindikasikan bahwa informasi dari mereka akan sangat vital dalam membongkar dugaan korupsi dana CSR BI ini.

Pengusutan kasus ini semakin serius setelah KPK menetapkan dua Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sebagai tersangka pada Kamis (7/8) malam. Kedua legislator tersebut adalah Satori dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra, yang diduga terlibat langsung dalam penerimaan gratifikasi dan pencucian uang.

Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, mengungkapkan bahwa Heri Gunawan diduga menerima total Rp 15,86 miliar. Dana fantastis ini bersumber dari berbagai pihak, dengan rincian Rp 6,26 miliar berasal dari BI melalui program PSBI, Rp 7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan penyuluhan keuangan, serta Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

Dana tersebut, menurut dugaan KPK, tidak langsung masuk ke rekening pribadi Heri Gunawan. Modusnya, dana dialirkan melalui yayasan miliknya, kemudian ditransfer ke rekening pribadinya, dan selanjutnya dipindahkan ke rekening penampung yang sengaja dibuka oleh anak buahnya. “HG kemudian meminta anak buahnya membuka rekening baru untuk menampung dana pencairan tersebut melalui setor tunai,” terang Asep, menggambarkan detail skema pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka. Uang hasil dugaan gratifikasi tersebut kemudian digunakan Heri Gunawan untuk berbagai keperluan pribadi, termasuk membangun rumah makan, mengelola sejumlah outlet minuman, serta mengakuisisi aset berupa tanah, bangunan, dan kendaraan roda empat.

Tak berbeda jauh, Satori juga diduga menerima aliran dana haram senilai total Rp 12,52 miliar. Rinciannya meliputi Rp 6,30 miliar dari BI, Rp 5,14 miliar dari OJK, serta Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Dana yang diterima Satori ini pun, diduga kuat, digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, antara lain penempatan deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset-aset lainnya.

Yang menarik, Asep mengungkapkan adanya dugaan rekayasa transaksi perbankan yang dilakukan Satori. Tersangka disebut meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito dan pencairannya, diduga untuk menghindari deteksi dalam rekening koran dan menyembunyikan jejak aliran dana ilegal tersebut.

KPK menyatakan komitmennya untuk terus mengembangkan kasus ini pasca penetapan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka. Terlebih lagi, berdasarkan pengakuan Satori, ada indikasi kuat bahwa sejumlah anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga turut menerima aliran dana CSR dari BI dan OJK yang tidak sesuai peruntukannya. “Bahwa menurut pengakuan ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” tegas Asep Guntur Rahayu, menandakan bahwa lingkup penyelidikan kasus korupsi dana BI dan OJK ini berpotensi meluas.