TABANAN – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini tengah membuka wacana inovatif terkait pemanfaatan aset kripto di Indonesia. Salah satu sorotan utama adalah usulan pengembangan use case atau nilai guna aset kripto untuk berbagai kebutuhan, termasuk potensi besarnya sebagai agunan pinjaman.
Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, mengemukakan bahwa pihaknya sedang dalam tahap pengkajian mendalam. Kajian ini meliputi kemungkinan pemanfaatan aset kripto dalam berbagai inovasi yang telah berkembang pesat di ranah global, seperti tokenisasi aset dunia nyata (real world asset) hingga perannya sebagai jaminan atau agunan pemberian pinjaman.
Meskipun pengaturan spesifik mengenai inovasi tersebut belum ada di Indonesia, OJK memiliki mekanisme regulatory sandbox yang memungkinkan berbagai terobosan diujicoba atau disimulasikan. Ini berarti, bentuk-bentuk inovasi seperti tokenisasi dari real world asset atau proyek lainnya telah masuk dalam ekosistem pengujian OJK. Sebagai contoh, sejumlah inovasi tokenisasi telah melewati tahap ini, di antaranya adalah tokenisasi berbasis emas dan properti. Hasan Fawzi menambahkan, tokenisasi emas bahkan telah dinyatakan lulus dari sandbox OJK pada 8 Agustus lalu, menandai satu tahun keberadaannya di mekanisme pengujian tersebut.
Usulan ambisius ini turut didorong oleh para pelaku usaha kripto yang melihat potensi besar dalam adopsi aset kripto sebagai agunan pinjaman. Andrew Hidayat, Pemegang Saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN), mengungkapkan bahwa potensi ini sangat terbuka lebar, mengingat praktik serupa telah banyak diaplikasikan di luar negeri. Oleh karena itu, para pelaku usaha kripto secara aktif menjalin konsultasi dengan regulator dan pemangku kepentingan terkait untuk merumuskan kerangka kerja use case kripto tersebut. “Kami memohon mereka untuk mengkaji ulang beberapa aturan sehingga kripto bisa digunakan sebagai instrumen pinjaman,” tegas Andrew di sela acara CFX Crypto Conference 2025, Kamis (21/8/2025) lalu.
Lebih lanjut, Andrew juga memaparkan bahwa beberapa bank berskala global telah menunjukkan keberanian dalam memberikan pinjaman kepada nasabah dengan agunan aset kripto. Contoh konkretnya adalah JP Morgan yang pernah memberikan pinjaman dengan jaminan berupa Bitcoin dan Ethereum. Demikian pula Citibank, yang sempat memperbolehkan aset kripto berbasis ETF sebagai jaminan dalam pemberian pinjaman kepada nasabah, menunjukkan adanya tren global yang kuat dalam pemanfaatan aset kripto ini.
Senada dengan pandangan tersebut, William Sutanto, CEO dan Co-founder Indodax, menyepakati bahwa adopsi aset kripto sebagai instrumen penjamin pinjaman sangat memungkinkan di Indonesia. Ia menyoroti karakteristik aset kripto yang tergolong sangat likuid, mengingat suplai dan permintaannya selalu tersedia di pasar. Hal ini menjadi keunggulan signifikan dibandingkan aset lain yang kerap dijadikan agunan pinjaman, seperti properti atau kendaraan bermotor, yang tergolong bukan aset likuid dan cenderung menyulitkan bagi pihak pemberi pinjaman untuk menjualnya. “Kalau kripto, hanya beberapa detik saja sudah bisa dijual-belikan, karena supply demand-nya selalu ada,” tandas William pada acara yang sama, Kamis (21/8).
Ringkasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji pemanfaatan aset kripto di Indonesia, termasuk potensinya sebagai agunan pinjaman. Kajian ini juga mencakup tokenisasi aset dunia nyata (real world asset), dan beberapa inovasi tokenisasi seperti berbasis emas dan properti telah melewati tahap regulatory sandbox OJK, bahkan tokenisasi emas telah dinyatakan lulus.
Para pelaku usaha kripto mendukung usulan ini dan aktif berkonsultasi dengan regulator untuk merumuskan kerangka kerja penggunaan kripto sebagai agunan pinjaman. Beberapa bank global seperti JP Morgan dan Citibank telah memberikan pinjaman dengan agunan aset kripto, menandakan tren global. Aset kripto dinilai likuid sehingga mudah dijual-belikan sebagai jaminan pinjaman.