LQ45 Siap Terbang? Rebalancing Bisa Jadi Kunci, Kata Analis!

Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi mengumumkan hasil evaluasi mayor terhadap daftar konstituen indeks LQ45, sebuah indikator penting bagi saham-saham berkapitalisasi besar di Tanah Air. Perubahan signifikan dalam komposisi saham unggulan ini diharapkan membawa angin segar dan dinamika baru di pasar modal.

Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan, BEI telah menetapkan lima emiten baru yang berhasil masuk ke jajaran indeks LQ45. Mereka adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL). Kelima saham ini akan secara resmi menjadi bagian dari indeks yang diidamkan banyak investor.

Masuknya emiten-emiten tersebut tentu saja menggantikan posisi lima saham yang sebelumnya menjadi konstituen. Emiten yang didepak dari daftar elit LQ45 adalah PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Map Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Komposisi baru indeks saham ini akan mulai berlaku efektif pada perdagangan 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026.

Menanggapi perubahan ini, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menilai masuknya EMTK, HEAL, dan NCKL memberikan warna baru yang positif bagi indeks LQ45. Menurutnya, ketiga saham tersebut mewakili sektor-sektor yang tengah menunjukkan pertumbuhan pesat, seperti digital, kesehatan, dan hilirisasi nikel, yang merupakan fokus strategis pemerintah dan minat investor.

Meski demikian, Liza menambahkan bahwa bobot ketiga saham baru ini masih tergolong relatif kecil dibandingkan dominasi sektor perbankan dalam indeks LQ45. Oleh karena itu, dampak signifikan terhadap kinerja pergerakan indeks dalam jangka pendek kemungkinan akan terbatas. Namun, rotasi konstituen ini tetap dianggap positif karena memperluas diversifikasi sektor dan berpotensi memicu minat baru dari investor institusi, terutama bagi mereka yang menggunakan LQ45 sebagai benchmark investasi mereka.

Liza juga mengingatkan bahwa euforia yang menyertai rebalancing semacam ini biasanya tidak bertahan lama. Antusiasme pasar umumnya hanya berlangsung selama satu hingga dua pekan pertama, sebelum analisis saham investor kembali terfokus pada fundamental masing-masing saham penghuni indeks. Hal ini menunjukkan pentingnya penilaian jangka panjang di atas fluktuasi sesaat.

Pasca pengumuman evaluasi LQ45, beberapa saham yang terlibat memang langsung mencatatkan pergerakan signifikan. Harga saham EMTK melonjak 10,28% ke level Rp 1.180 per saham, sementara NCKL menguat 5,24% menjadi Rp 1.305 per saham. Saham HEAL sempat bergerak volatil sebelum akhirnya menetap di level Rp 1.500 per saham. Di sisi lain, saham BUMI turut mencatat kenaikan 6,82% ke Rp 141 per saham, sedangkan DSSA justru mengalami pelemahan 4,98% ke level Rp 84.375 per saham.

Perubahan daftar LQ45 ini kembali menegaskan dinamika pasar saham Indonesia yang senantiasa bergerak mengikuti arah pertumbuhan industri dan minat investor terhadap sektor-sektor baru yang menjanjikan. Ini mencerminkan evolusi pasar saham Indonesia yang terus beradaptasi dengan tren ekonomi global dan domestik.

Ringkasan

Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan perubahan konstituen indeks LQ45, dengan lima emiten baru masuk dan lima emiten keluar. Emiten baru tersebut adalah BUMI, DSSA, EMTK, HEAL, dan NCKL, yang menggantikan ARTO, BRIS, JSMR, MAPA, dan SMRA. Komposisi baru ini akan efektif mulai 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026.

Analis menilai masuknya EMTK, HEAL, dan NCKL positif karena mewakili sektor yang sedang bertumbuh seperti digital, kesehatan, dan hilirisasi nikel. Meski bobotnya masih kecil dibanding sektor perbankan, diversifikasi sektor ini berpotensi menarik minat investor institusi. Euforia rebalancing diperkirakan hanya berlangsung singkat, sehingga analisis fundamental tetap penting.