Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah mempertimbangkan langkah drastis: membekukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pertanyaan pun muncul, apa yang mendasari pertimbangan ini?
Menurut Purbaya, penertiban internal DJBC adalah sebuah urgensi. Tujuannya jelas, yaitu meningkatkan efektivitas pengawasan dan kualitas layanan kepabeanan. Ia mengungkapkan adanya sejumlah persoalan serius yang membelit institusi tersebut, mulai dari dugaan manipulasi transaksi melalui praktik *under-invoicing* hingga maraknya penyelundupan barang ilegal.
“Ada praktik *under-invoicing* ekspor yang merugikan negara karena nilainya dikecilkan. Ironisnya, barang ilegal justru leluasa masuk tanpa terdeteksi,” ungkap Purbaya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (27/11).
Lebih lanjut, Menkeu Purbaya menyingkap temuan investigasi internal yang mengindikasikan ketidaksesuaian data perdagangan antara Indonesia, Cina, dan Singapura. Modusnya terbilang kompleks.
Diduga kuat, barang dari Cina dikirimkan terlebih dahulu ke Singapura sebelum akhirnya masuk ke Indonesia. Akibatnya, data ekspor Cina ke Indonesia tidak tercatat secara langsung, melainkan terfragmentasi sebagai ekspor ke Singapura.
Anomali ini menyebabkan data ekspor Cina ke Indonesia terlihat tidak wajar. Namun, jika data ekspor Cina ke Singapura digabungkan dengan catatan ekspor dari Singapura ke Indonesia, hasilnya akan lebih mendekati data impor Indonesia. Pola ini mengindikasikan adanya potensi celah yang dimanfaatkan.
“Kelihatannya memang itu yang terjadi. Kami akan melakukan investigasi mendalam untuk semua jenis ekspor, untuk memastikan apakah pola ini berlaku secara luas atau ada indikasi penggelapan yang lebih serius. Proses ini masih kami lakukan secara manual,” jelas mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut.
Untuk mempercepat dan meningkatkan akurasi pemeriksaan, Purbaya berencana mengimplementasikan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam waktu dekat. AI diharapkan mampu mendeteksi pola-pola mencurigakan dan mempercepat proses investigasi.
Berkaitan dengan wacana pembekuan DJBC, Kemenkeu akan mempelajari model pengelolaan kebijakan yang pernah diterapkan pada masa Orde Baru. Kala itu, pemerintah mengalihkan fungsi kepabeanan kepada Société Générale de Surveillance (SGS), sebuah perusahaan asal Swiss.
Meskipun demikian, Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menyerahkan operasional bea dan cukai sepenuhnya kepada pihak eksternal. Ia tetap optimis pemerintah dapat menjalankan fungsi Bea Cukai secara internal, asalkan dilakukan perbaikan yang signifikan di berbagai lini.
“Saya telah memberikan peringatan kepada seluruh staf di Bea Cukai dan mereka menunjukkan semangat yang tinggi untuk melakukan perbaikan bersama-sama,” imbuh Purbaya.
Menkeu Purbaya memberikan tenggat waktu satu tahun kepada DJBC untuk membenahi seluruh permasalahan internal. “Perbaikan harus dilakukan dengan serius dan terstruktur. Saya sudah meminta waktu kepada Presiden (Prabowo Subianto) selama satu tahun agar tidak ada gangguan eksternal, sehingga saya bisa fokus membereskan dan memperbaiki Bea Cukai,” pungkas Purbaya.
Ringkasan
Menteri Keuangan mempertimbangkan pembekuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) karena dugaan manipulasi transaksi seperti under-invoicing dan penyelundupan barang ilegal. Investigasi internal menemukan ketidaksesuaian data perdagangan antara Indonesia, Cina, dan Singapura, mengindikasikan potensi celah yang dimanfaatkan untuk menghindari deteksi.
Untuk mengatasi masalah ini, Menkeu berencana mengimplementasikan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi pola mencurigakan dan mempercepat investigasi. DJBC diberi waktu satu tahun untuk membenahi diri, dan pemerintah tidak akan menyerahkan operasional bea dan cukai sepenuhnya kepada pihak eksternal, meskipun mempelajari model pengelolaan di masa lalu.