Menkeu Purbaya Tarik Rp200 Triliun dari BI, Saldo Minimal Tabungan Pemerintah Aman?

JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan langkah strategis pemerintah untuk menggenjot perekonomian nasional. Pemerintah telah menarik dana sebesar Rp200 triliun dari tabungan yang tersimpan di Bank Indonesia (BI). Dana jumbo ini kemudian disuntikkan langsung ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Setelah pemindahan dana tersebut, sisa saldo dana pemerintah yang masih tersimpan di bank sentral kini mencapai Rp275 triliun.

Purbaya, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menjelaskan bahwa saldo dana pemerintah di BI masih jauh lebih besar dibandingkan jumlah yang telah dipindahkan ke lima Himbara. Jumlah dana yang disimpan di bank sentral ini bersifat fluktuatif, bergantung pada arus masuk dari penerimaan pajak serta pengeluaran yang diperlukan untuk belanja pemerintah.

Lebih lanjut, Menkeu Purbaya memaparkan bahwa batas minimal kecukupan saldo pemerintah yang harus tersedia di BI adalah Rp100 triliun. Angka ini merupakan estimasi kebutuhan operasional pemerintahan selama satu bulan penuh. Namun, pemerintah kini mempertimbangkan perubahan pendekatan dalam pengelolaan likuiditas kas negara.

Approach-nya akan kita ubah sedikit. Dulu level amannya mereka harapkan dua bulan pengeluaran, karena utangnya keluarnya sekali-kali. Tetapi kalau saya ciptakan utang jangka pendek yang keluar satu bulan, dua bulan, tiga bulan, harusnya enggak perlu lama [mengendap di BI] karena saya bisa keluarkan di situ dengan cepat,” terang Purbaya kepada wartawan saat ditemui di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada Rabu (8/10/2025). Perubahan pendekatan ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana pemerintah agar tidak mengendap terlalu lama di BI.

Dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang telah dialirkan sebelumnya ditempatkan di lima bank pelat merah utama, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI. Injeksi dana ini bertujuan utama untuk memacu penyaluran kredit ke sektor riil, sebagai upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi. Tidak berhenti sampai di situ, Purbaya kini tengah menjajaki diskusi dengan bank pembangunan daerah (BPD), khususnya Bank Jakarta dan Bank Jawa Timur, untuk menyuntikkan likuiditas serupa ke bank-bank daerah tersebut.

Alasan di balik pemilihan Bank Jakarta dan Bank Jawa Timur sebagai target injeksi likuiditas adalah dukungan kuat dari pemerintah daerah (pemda) yang besar, yakni Pemda Jakarta dan Pemda Jawa Timur. Purbaya menegaskan, apabila dana yang disalurkan ke BPD tersebut tidak tersalurkan dengan benar atau terjadi penyalahgunaan, otoritas fiskal pusat memiliki mekanisme pengamanan. “Satu pemda Jakarta, satu pemda Jatim, dua-duanya besar. Jadi saya ngerasa lebih aman ditaruh sana. Kalau uangnya misalnya hilang, saya potong aja DAU dan DAK-nya. Selesai,” jelasnya, menunjukkan komitmen terhadap akuntabilitas.

Berbeda dengan skema penempatan dana ke Himbara sebelumnya, Purbaya akan terlebih dahulu berdiskusi intensif dengan kedua BPD tersebut. Pembahasan akan berfokus pada kemampuan mereka dalam menyerap dan menyalurkan likuiditas murah ini secara efektif. Pendekatan ini menunjukkan kehati-hatian pemerintah untuk memastikan dana tersalurkan pada sektor yang tepat.

Purbaya memastikan, begitu kedua bank daerah tersebut menyatakan kesiapannya, dana yang dibutuhkan akan segera disuntikkan. “Begitu mereka siap, langsung masuk [uangnya]. Uangnya sudah siap kok,” terang Purbaya, menegaskan kesiapan pemerintah dalam mendukung permodalan BPD untuk sektor riil.

Sebagai informasi tambahan, pada bulan September lalu, Purbaya telah menyuntikkan total Rp200 triliun kepada lima Himbara. Rincian pembagian dana tersebut meliputi Bank Mandiri Rp55 triliun, BRI Rp55 triliun, BNI Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun. Langkah-langkah ini menunjukkan konsistensi pemerintah dalam memanfaatkan dana negara untuk mendorong aktivitas ekonomi dan menjaga stabilitas keuangan.