Mercedes-Benz Jual Seluruh Saham Nissan Rp5,3 Triliun, Investor Ragu dengan Prospek Pemulihan
Dana pensiun Mercedes-Benz telah melepas seluruh kepemilikan sahamnya di Nissan Motor Jepang senilai 47,83 miliar yen (sekitar Rp5,3 triliun). Informasi ini diungkap oleh sumber yang mengetahui langsung permasalahan tersebut pada Selasa (26/8/2025), seperti yang dilansir Reuters. Penjualan ini mengakibatkan saham Nissan anjlok sekitar 6 persen pada penutupan perdagangan hari itu, menjadi penurunan harian terbesar sejak awal Juli.
Anjloknya saham Nissan pasca pengumuman Mercedes-Benz mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek pemulihan perusahaan otomotif Jepang ini. Nissan tengah menghadapi tantangan berat berupa kenaikan tarif dan penurunan penjualan di pasar utama, Amerika Serikat dan China. Kondisi ini diperparah dengan kerugian sebesar US$535 juta (sekitar Rp8,7 triliun) yang dialami perusahaan selama tiga bulan hingga Juni 2025.
Keputusan Mercedes-Benz menjual sahamnya—sebesar 3,8 persen dari total saham Nissan—tidak terlepas dari kesepakatan baru antara Nissan dan mitra lamanya, Renault. Kesepakatan tersebut mengurangi kepemilikan saham Renault di Nissan dari 15 persen menjadi 10 persen. Mercedes-Benz menjual saham Nissan seharga 341,3 yen per saham, lebih rendah 5,98 persen dari harga penutupan Senin (363 yen). Penawaran saham dilakukan dengan kisaran harga 337,5 yen hingga 341 yen, seperti tertera dalam dokumen yang dilihat Reuters. Menariknya, permintaan saham melebihi jumlah yang ditawarkan, dengan sepuluh investor utama menguasai sekitar 70 persen saham yang dijual. Sumber yang meminta anonimitas karena informasi bersifat rahasia, mengungkapkan detail transaksi tersebut.
Baik Nissan maupun Mercedes-Benz enggan berkomentar lebih lanjut, selain pernyataan sebelumnya. Sebelumnya, juru bicara Mercedes-Benz menjelaskan bahwa saham Nissan, yang diakuisisi oleh dana pensiun perusahaan pada 2016, tidak memiliki arti strategis lagi, sehingga penjualan saham ini merupakan bagian dari pembersihan portofolio investasi.
Renault, pemegang saham mayoritas Nissan dengan kepemilikan 35,7 persen (17,05 persen langsung dan sisanya melalui trust), mencatat kerugian US$11 miliar atas sahamnya di Nissan bulan lalu. Analis otomotif dari CLSA, Christopher Richter, memperkirakan Renault akan terus berupaya mengurangi kepemilikan sahamnya di Nissan, meskipun terikat oleh batasan kontrak dalam penjualan saham di pasar terbuka. Richter menambahkan bahwa sebelum kondisi keuangan Nissan memburuk, Nissan sendiri berminat untuk membeli kembali saham tersebut. Namun, kini dengan kondisi keuangan Nissan yang ketat, minat tersebut telah berkurang.
CEO Nissan, Ivan Espinosa, yang menjabat sejak April 2025, telah meluncurkan rencana pemulihan untuk mengembalikan profitabilitas perusahaan. Rencana tersebut mencakup pengurangan kapasitas produksi global menjadi 2,5 juta kendaraan dari 3,5 juta, dan pengurangan jumlah pabrik menjadi 10 dari 17 pada tahun fiskal 2027. Meskipun Espinosa menyatakan bahwa Nissan masih dalam tahap awal pemulihan, namun ia optimis dengan kemajuan yang telah dicapai dalam pemotongan biaya.
Seiji Sugiura, analis senior di Tokai Tokyo Intelligence Laboratory, memprediksi Renault akan secara bertahap mengurangi kepemilikannya di Nissan seiring melemahnya kemitraan kedua perusahaan tersebut. Kesulitan yang dihadapi Nissan saat ini, tak lepas dari dampak pemecatan mantan bos Carlos Ghosn, arsitek aliansi Renault-Nissan, yang dituduh melakukan pelanggaran keuangan—tuduhan yang dibantahnya.
Ringkasan
Mercedes-Benz telah menjual seluruh sahamnya di Nissan senilai Rp5,3 triliun, yang menyebabkan saham Nissan anjlok dan mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek pemulihan perusahaan. Penjualan ini dilakukan karena saham Nissan tidak lagi memiliki arti strategis bagi Mercedes-Benz, terutama setelah kesepakatan baru antara Nissan dan Renault yang mengurangi kepemilikan saham Renault di Nissan.
Nissan sedang menghadapi tantangan berupa penurunan penjualan dan kerugian finansial. CEO Nissan telah meluncurkan rencana pemulihan yang mencakup pengurangan kapasitas produksi dan jumlah pabrik. Analis memprediksi Renault akan terus mengurangi kepemilikannya di Nissan seiring melemahnya kemitraan kedua perusahaan.