MYOR Tertekan Daya Beli? Analisis & Rekomendasi Saham Mayora

JAKARTAPT Mayora Indah Tbk (MYOR) menghadapi tantangan serius di paruh pertama tahun 2025, ditandai dengan penurunan laba bersih yang signifikan meskipun pendapatan perseroan menunjukkan pertumbuhan positif. Kinerja MYOR hingga akhir tahun diprediksi akan terus diuji oleh berbagai faktor, mulai dari dinamika daya beli konsumen hingga fluktuasi harga bahan baku.

Pada Semester I 2025, MYOR berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 17,8 triliun, meningkat 9,7% secara year-on-year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan ini ditopang oleh kontribusi penjualan lokal sebesar Rp 10,4 triliun dan penjualan ekspor yang mencapai Rp 7,4 triliun. Catherine Florencia, Research Analyst MNC Sekuritas, menyoroti momentum ekspor yang kuat ini sebagai cerminan daya tarik berkelanjutan produk MYOR di pasar Asia dan internasional lainnya. Namun, di balik pertumbuhan pendapatan tersebut, laba bersih MYOR justru merosot tajam 32,1% yoy menjadi Rp 1,2 triliun. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh melonjaknya beban bunga sebesar 155,2% yoy menjadi Rp 279,4 miliar, imbas dari biaya pembiayaan yang lebih tinggi akibat peningkatan pinjaman bank jangka panjang dan pembiayaan kembali obligasi.

Catherine juga menggarisbawahi kenaikan harga komoditas sebagai hambatan utama pada Semester I 2025. Harga kakao melonjak 45,0% yoy dan harga kopi meningkat 67,4% yoy, menekan margin keuntungan perseroan. Meskipun demikian, koreksi harga komoditas yang terjadi belakangan ini, seperti penurunan harga kakao 16,7% menjadi US$ 7.710/MT pada Agustus 2025 (dari rata-rata Januari 2025 sebesar US$ 9.110/MT), diharapkan mampu sedikit meringankan tekanan tersebut di Semester II 2025. Menanggapi kondisi pasar, MYOR melakukan penyesuaian harga jual rata-rata (ASP) secara selektif. Contohnya, harga Beng-Beng Chocolate Share It 25 diturunkan demi mempertahankan volume penjualan, sementara harga Kopiko RTD 78°C dan sereal Energen justru dinaikkan. Kenaikan harga Energen ini diuntungkan oleh harga gandum yang lebih murah (turun 13,5% yoy), membantu meredam tekanan biaya input dan margin.

Melihat ke depan, Catherine memperkirakan profitabilitas MYOR pada kuartal IV 2025 akan sedikit pulih. Faktor pendorongnya antara lain biaya bahan baku yang lebih rendah, penguatan ekspor ke negara-negara ASEAN, serta permintaan musiman. Festival Pertengahan Musim Gugur di Tiongkok juga berpotensi memberikan keuntungan tambahan melalui permintaan hadiah untuk biskuit dan penganan. Di kancah makro domestik, meskipun stimulus pemerintah yang sedang berlangsung di Semester II 2025 diperkirakan memberikan dukungan terbatas bagi daya beli masyarakat berpenghasilan rendah, Catherine menilai pemulihan konsumen secara luas kemungkinan besar belum akan terjadi karena daya beli secara keseluruhan masih rapuh. Selain itu, ada ekspektasi bahwa beberapa pesanan awal untuk Lebaran tahun 2026 akan dimajukan ke kuartal IV 2025.

Sorotan lain juga tertuju pada kewajiban finansial MYOR. Perseroan menghadapi obligasi senilai Rp 295 miliar yang jatuh tempo pada September 2025. Untuk mendukung pembiayaan kembali (refinancing) dan modal kerja, MYOR telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan III Tahap II Tahun 2025 dengan total nilai Rp 1 triliun. Catherine memperingatkan bahwa penerbitan obligasi ini akan meningkatkan beban keuangan perusahaan dan berpotensi menghasilkan rasio utang terhadap ekuitas (DER) yang lebih tinggi, serta rasio cakupan bunga yang lebih rendah. Tercatat, DER MYOR berada di angka 0,51x pada Semester I 2025, naik dari 0,48x pada Semester I 2024. Sementara itu, rasio cakupan bunga turun drastis menjadi 5,50x pada Semester I 2025 dibandingkan 18,34x pada Semester I 2024.

Di sisi lain, Novi Vianita, Analis Panin Sekuritas, mengungkapkan bahwa MYOR menargetkan margin kotor (GPM) konservatif di level 22% untuk tahun 2025. Target ini mencerminkan kewaspadaan perseroan terhadap volatilitas harga bahan baku, terutama kopi, serta berlanjutnya pelemahan daya beli yang menekan penjualan domestik. Novi sendiri melihat kinerja MYOR ke depan secara positif, dengan estimasi penjualan tumbuh 8,5% yoy di tahun 2025. Pertumbuhan ini diproyeksikan didorong oleh penjualan ekspor yang diperkirakan tumbuh 10%-12% yoy, yang akan menopang daya beli konsumen dan permintaan produk makanan & minuman, termasuk kopi dan biskuit MYOR. Faktor pendukung lainnya meliputi pangsa pasar yang kuat di semua segmen, efisiensi beban iklan dan promosi, serta ekspansi wilayah penjualan ke Tiongkok. Novi juga menilai strategi perseroan untuk menurunkan gramasi produk sebagai langkah yang “tepat” di tengah daya beli yang masih lemah, dibandingkan dengan menaikkan ASP produk.

Senada dengan ekspektasi perbaikan margin, Andrianto Saputra, Analis Indo Premier Sekuritas, memperkirakan GPM MYOR pada kuartal III 2025 akan membaik berkat penurunan biaya input. Ia mencatat harga kopi turun 13,7%, kakao 15,2%, dan gula 6,6% secara quarter-on-quarter (qoq). Penurunan biaya bahan baku ini diperkirakan akan terealisasi penuh pada kuartal IV 2025, mengingat rata-rata hari inventori yang mencapai 81 hari. Berdasarkan pengecekan kanal yang dilakukan, Andrianto menyebutkan bahwa MYOR mengindikasikan penjualan kuartal III 2025 tumbuh di kisaran mid-single digit yoy, meskipun dengan pertumbuhan yang sedikit melambat. Secara keseluruhan, Catherine memproyeksikan pendapatan MYOR tahun 2025 mencapai Rp 39,68 triliun dan laba bersih Rp 2,95 triliun, sedikit di bawah realisasi tahun 2024 yang mencapai Rp 36,07 triliun pendapatan dan Rp 3 triliun laba bersih.

Meskipun menghadapi tantangan, prospek saham MYOR terlihat beragam di mata para analis. Andrianto Saputra dan Novi Vianita merekomendasikan Buy untuk saham MYOR, dengan target harga masing-masing Rp 2.750 dan Rp 2.700 per saham. Sementara itu, Catherine Florencia merekomendasikan Hold dengan target harga yang lebih konservatif, yaitu Rp 2.200 per saham. Rekomendasi Hold ini didasari oleh beberapa faktor, termasuk tekanan berkepanjangan pada daya beli, momentum penjualan domestik yang lebih lambat dari perkiraan, volatilitas nilai tukar, ketidakpastian harga bahan baku, serta peningkatan biaya keuangan akibat pembiayaan kembali obligasi.

Primaya Hospital (PRAY) Targetkan Kinerja Naik Dua Digit Tahun Ini

Kimia Farma (KAEF) Optimistis Kinerja 2025 Berbalik Positif, Ini Kuncinya

Ringkasan

PT Mayora Indah Tbk (MYOR) menghadapi tantangan di semester I 2025 dengan penurunan laba bersih meski pendapatan meningkat 9,7% yoy menjadi Rp 17,8 triliun. Penurunan laba bersih sebesar 32,1% disebabkan oleh kenaikan beban bunga dan harga komoditas seperti kakao dan kopi. MYOR melakukan penyesuaian harga jual rata-rata (ASP) dan mengantisipasi pemulihan profitabilitas di kuartal IV 2025 dengan biaya bahan baku yang lebih rendah dan penguatan ekspor.

Meskipun demikian, MYOR menerbitkan obligasi senilai Rp 1 triliun untuk refinancing dan modal kerja yang berpotensi meningkatkan beban keuangan. Analis memberikan rekomendasi beragam terhadap saham MYOR, dengan rekomendasi Buy dari Andrianto Saputra dan Novi Vianita, serta rekomendasi Hold dari Catherine Florencia. Prospek MYOR dipengaruhi oleh daya beli konsumen yang rapuh, volatilitas nilai tukar, dan ketidakpastian harga bahan baku.