Ifonti.com JAKARTA. Sektor kesehatan di Indonesia menunjukkan performa yang solid sepanjang Semester I-2025, dengan sejumlah emiten kesehatan mencatatkan pertumbuhan positif. Kendati demikian, munculnya tantangan berupa potensi penurunan jumlah pasien dan konsumen diperkirakan akan menjadi tekanan signifikan bagi kinerja sektor ini di Semester II-2025.
Menurut analisis terbaru dari Ismail Fakhri Suweleh dan Wilastita Muthia Sofi, dua analis terkemuka dari BRI Danareksa Sekuritas dalam riset mereka pada 24 Juli 2025, peningkatan kinerja emiten kesehatan pada kuartal kedua tahun ini ditopang oleh efisiensi biaya yang lebih optimal serta intensitas pendapatan yang semakin membaik. Mereka memaparkan bahwa pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh meningkatnya porsi pasien rawat inap untuk emiten di segmen rumah sakit, meskipun BPJS Kesehatan masih menjadi faktor tekanan.
Meski demikian, bayang-bayang tantangan dari BPJS Kesehatan kian nyata, terutama terkait volume pasien serta proses verifikasi klaim yang semakin ketat, berpotensi menggerus kinerja emiten rumah sakit di masa mendatang.
Emiten Sektor Kesehatan Hadapi Sejumlah Tantangan, Simak Rekomendasi Sahamnya
Sebagai contoh, PT Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA), salah satu raksasa di sektor ini, melaporkan pertumbuhan pendapatan sebesar 6,8% dan laba 5,5% secara tahunan pada kuartal II-2025. Namun, MIKA terpaksa merevisi turun target pertumbuhan pendapatan menjadi high single digit hingga akhir 2025. Hal ini dipicu oleh rendahnya trafik pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.
Situasi serupa juga dialami PT Medikaloka Hermina (HEAL). Pada Semester I-2025, kinerja HEAL terlihat tertekan akibat verifikasi klaim BPJS Kesehatan yang semakin ketat. Ismail Fakhri Suweleh menjelaskan, HEAL mencatatkan kenaikan biaya operasional, termasuk gaji dan biaya obat, sebesar 14% secara tahunan (YoY), sementara pendapatan hanya tumbuh 4% YoY. Ketidakseimbangan ini menyebabkan tekanan signifikan pada margin perusahaan. Terlebih lagi, kontribusi pasien rawat inap privat HEAL juga mengalami penurunan menjadi 46% pada Semester I-2025, menandakan pergeseran pola pasien.
Melihat ke depan, Ismail menilai bahwa prospek BPJS Kesehatan akan tetap menjadi tantangan utama bagi emiten kesehatan. Tekanan ini kemungkinan akan berlanjut setidaknya hingga adanya pengumuman terkait kode Indonesian Diagnosis Related Group (iDRG) yang baru atau revisi kenaikan premi BPJS Kesehatan.
Meskipun demikian, analis BRI Danareksa Sekuritas tersebut mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor kesehatan. Keyakinan ini didasari oleh potensi pertumbuhan laba jangka panjang yang solid dan berkelanjutan yang ditawarkan oleh sektor ini.
HEAL Chart by TradingView
Prediksi BRI Danareksa Sekuritas menunjukkan bahwa laba bersih gabungan dari emiten rumah sakit dan farmasi diperkirakan tumbuh rata-rata 13% per tahun (CAGR) sepanjang tahun fiskal 2025 hingga 2029. Pertumbuhan ini ditopang oleh fundamental kuat, di antaranya kebutuhan masyarakat akan layanan rumah sakit yang bersifat inelastis—sulit ditekan meskipun terjadi kenaikan harga, mengingat masih terbatasnya fasilitas kesehatan yang terjangkau. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia secara signifikan juga turut mendorong prevalensi penyakit tidak menular, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan akan layanan kesehatan.
Oleh karena itu, Ismail Fakhri Suweleh merekomendasikan beli saham MIKA dengan target harga Rp 3.200 per saham. Sementara itu, untuk saham HEAL, rekomendasi beli juga diberikan dengan target harga Rp 1.850 per saham, yang telah direvisi naik dari target sebelumnya Rp 1.750 per saham.