Perak Jadi Primadona Baru Pasar Global—Namun Ada Bahaya di Baliknya

Tahun ini, pasar komoditas dikejutkan oleh performa gemilang harga perak yang melesat tajam, bahkan melampaui kenaikan harga emas. Kenaikan spektakuler ini, meski menawarkan potensi keuntungan besar, turut memicu peringatan dari para ahli. Investor disarankan untuk tetap waspada terhadap lonjakan harga yang signifikan ini.

Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, menekankan pentingnya kehati-hatian. Dalam acara Media Day pada Kamis (16/10/2025), Rully mengingatkan, “Perak kalau misalkan sudah terlalu tinggi naiknya juga kemungkinan koreksinya juga besar kan.” Namun, ia juga menggarisbawahi fundamental kuat perak yang tak bisa diabaikan, terutama peran vitalnya dalam sektor teknologi.

Berbeda dengan emas yang selama ini dikenal sebagai aset lindung nilai atau safe haven, perak memiliki karakteristik unik sebagai komoditas industri yang esensial untuk pengembangan inovasi. Peningkatan pesat di sektor teknologi secara langsung mendorong permintaan perak, yang pada gilirannya menjadi penggerak utama harganya. Meski demikian, Rully menambahkan bahwa emas cenderung lebih likuid di pasar dibandingkan perak, yang mungkin memiliki tingkat likuiditas yang lebih rendah.

Ini Ramalan Terbaru Robert Kiyosaki Terkait Harga Perak

Data menunjukkan, sejak awal tahun ini, harga perak melonjak lebih dari 70%, jauh mengungguli harga emas yang ‘hanya’ naik 50%. Kendati demikian, Goldman Sachs memberikan peringatan keras. Reli tajam perak dinilai berisiko tinggi karena tidak didukung oleh pembelian besar-besaran oleh bank sentral, sebuah faktor yang seringkali menjadi penopang kuat bagi harga emas.

Lonjakan ini membawa harga perak mencapai rekor baru. Menurut data LSEG, pada awal perdagangan global Senin (13/10/2025), perak sempat menyentuh level US$ 51,38 per ounce, setara dengan sekitar Rp 834.000 dengan kurs Rp 16.200 per dollar AS. Tak kalah fantastis, harga emas juga mencetak rekor baru di kisaran US$ 4.060 per ounce atau sekitar Rp 65,7 juta, setelah sebelumnya berhasil menembus angka US$ 4.000.

Mengutip Business Insider, fenomena lonjakan harga emas dan perak ini dipicu oleh dua faktor utama: ekspektasi penurunan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) dan meningkatnya minat terhadap aset aman di tengah ketidakpastian pasar. Selain itu, tensi pasar juga meningkat tajam setelah Presiden AS Donald Trump kembali menyulut perang dagang dengan China, dengan ancaman kenaikan tarif impor hingga 100 persen.

Tonton: Harga Perak Melejit Lampaui Emas, Goldman Sachs Wanti-wanti Risiko

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul “Harga Perak Sentuh Rekor, Analis Ingatkan Risiko Koreksi Besar”

Ringkasan

Harga perak melonjak tajam tahun ini, bahkan melebihi kenaikan harga emas, memicu peringatan dari para ahli tentang potensi koreksi besar. Perak memiliki fundamental yang kuat karena perannya dalam sektor teknologi, yang mendorong permintaan dan harga. Namun, emas cenderung lebih likuid di pasar dibandingkan perak.

Kenaikan harga perak mencapai rekor baru, mencapai US$ 51,38 per ounce, didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan meningkatnya minat terhadap aset aman di tengah ketidakpastian pasar. Goldman Sachs memperingatkan bahwa reli tajam perak berisiko karena tidak didukung oleh pembelian besar-besaran oleh bank sentral, tidak seperti emas.