JAKARTA. Pasar emas global tengah diwarnai fenomena menarik: kenaikan harga yang luar biasa, berulang kali menembus rekor tertinggi, namun juga diwarnai koreksi sesaat akibat aksi ambil untung investor di akhir pekan. Fluktuasi ini menjadi gambaran dinamika kompleks yang menyelimuti komoditas berharga tersebut.
Menurut data dari Bloomberg pada Jumat (17/10/2025), harga emas spot ditutup di level US$ 4.251,82 per ons troi. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 1,72% dari rekor tertinggi sehari sebelumnya yang mencapai US$ 4.326,58 per ons troi. Sementara itu, di pasar domestik, harga emas Antam pecahan satu gram pada Sabtu (18/10/2025) tercatat di level Rp 2.477.000. Harga ini mengalami koreksi sebesar Rp 57.000 dari rekor puncak sebelumnya, meskipun pada sehari sebelumnya tercatat di level Rp 2.428.000 per gram.
Fenomena lonjakan permintaan emas juga terlihat di berbagai belahan dunia. Menjelang festival Diwali, India mencatat premi harga emas domestik tertinggi dalam lebih dari satu dekade, mencapai rekor 131.699 rupee per 10 gram. Di Vietnam, pencabutan hak monopoli produksi emas batangan oleh pemerintah memicu antusiasme masyarakat yang berbondong-bondong menyerbu toko-toko emas. Tak ketinggalan, bank-bank sentral global juga aktif menambah cadangan emas mereka. Data World Gold Council per Oktober 2025 mengungkapkan bahwa tujuh bank sentral telah melaporkan peningkatan cadangan emas mereka lebih dari satu ton, dengan total mencapai 15 ton selama Agustus 2025.
Wahyu Laksono, Founder Traderindo.com, menjelaskan bahwa reli tajam ini dipicu oleh konvergensi kondisi makroekonomi dan geopolitik global serta domestik. Salah satu pemicu utamanya adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang kembali memanas sejak April 2025. Situasi ini diperparah oleh penutupan pemerintahan (government shutdown) AS yang berlaku sejak 1 Oktober 2025, menambah ketidakpastian ekonomi global. Di sisi lain, ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed, inflasi AS yang persisten, serta ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan Gubernur The Fed Jerome Powell turut menjadi sentimen positif pendorong kenaikan harga emas.
Menurut Wahyu, jika dinamika global seperti ketidakpastian geopolitik terus berlanjut dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter AS tetap ada, tren kenaikan harga emas berpotensi berlanjut hingga akhir tahun, meskipun akan diwarnai volatilitas dan koreksi jangka pendek. Ia memprediksi bahwa harga emas spot dapat melampaui US$ 4.400, bahkan mencapai kisaran US$ 4.700-5.000 per ons troi pada akhir tahun ini. Namun, jika terjadi koreksi signifikan akibat meredanya ketegangan atau perubahan kebijakan moneter, Wahyu menyebut support terkuat harga emas spot berada di rentang US$ 3.200-3.000 per ons troi.
Untuk emas Antam, Wahyu memperkirakan level tertingginya bisa mencapai Rp 2.800.000-Rp 3.000.000 per gram, didorong oleh kombinasi kuat kenaikan harga emas global dan pelemahan rupiah. Bahkan, ia tidak menutup kemungkinan harga emas Antam akan menguji level Rp 3.500.000-Rp 4.000.000 per gram pada tahun depan. Menariknya, emas Antam menunjukkan ketahanan yang lebih baik dibandingkan emas global. Saat dolar AS melemah, emas Antam dapat naik seiring dengan kenaikan emas global. Sebaliknya, jika dolar AS menguat dan emas global melemah, emas Antam tetap berpotensi naik karena pelemahan rupiah, menjadikannya sebagai pelindung (hedge) nilai rupiah terhadap dolar AS. “Kecenderungannya emas Antam selalu naik tiap tahunnya bahkan biasa naik ke rekor baru per tahunnya,” tegas Wahyu.
Di tengah reli harga emas yang memukau ini, Financial Planner sekaligus CEO dan Founder Finansialku, Melvin Mumpuni, menyarankan investor untuk merealisasikan keuntungan jika target investasi masing-masing telah tercapai. Ia menekankan pentingnya menyesuaikan strategi investasi dengan kondisi pasar. Salah satu taktik yang bisa diterapkan adalah partial profit taking, yaitu mengambil sebagian keuntungan saat harga mencapai target tertentu, baik dari persentase kenaikan maupun level resistansi teknikal. Selain itu, strategi averaging atau dollar-cost averaging (DCA) juga patut dipertimbangkan, di mana investor dapat menambah posisi saat harga emas mengalami koreksi untuk menurunkan harga rata-rata pembelian. “Satu hal yang harus digarisbawahi adalah harga emas dunia masih ada kemungkinan naik, terutama didorong oleh permintaan dari China,” imbuh Melvin.
Secara teknikal, Melvin mengamati bahwa pendekatan Fibonacci retracement menunjukkan level resistansi terdekat berada di kisaran US$ 4.400-US$ 4.600 per ons troi. Ini berarti, masih ada ruang bagi investor untuk meraih peluang keuntungan, namun disiplin dalam mengelola risiko dan menentukan waktu jual yang tepat menjadi krusial. Melvin juga mengingatkan adanya beberapa hal yang perlu diwaspadai investor emas saat ini. Pertama, volatilitas jangka pendek yang dapat muncul dari kejutan kebijakan moneter global. Kedua, biaya transaksi dan spread yang cenderung tinggi pada emas fisik, meliputi selisih harga beli-jual, ongkos produksi, dan pajak. Ketiga, masalah likuiditas dan kemudahan penjualan, mengingat emas fisik tidak selalu mudah dicairkan dan terkadang harus dijual ke pedagang lokal dengan harga diskon. Terakhir, risiko penyimpanan dan keamanan, karena emas fisik membutuhkan perlindungan ekstra dan bisa menimbulkan biaya tambahan bila disimpan di safe deposit box atau brankas.
Bagi mereka yang berencana untuk trading emas, Melvin menyarankan untuk melirik derivatif XAU dan saham emas. Sementara itu, untuk investasi emas jangka panjang, Melvin merekomendasikan emas logam mulia atau emas digital sebagai pilihan yang tepat.