PGEO Optimis Laba Bersih Pulih: Strategi & Prospek Geothermal 2024

Ifonti.com, JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menunjukkan keyakinan kuat untuk kembali menggenjot kinerja keuangannya, baik dari segi pendapatan maupun laba bersih, hingga akhir tahun 2025. Optimisme ini muncul meskipun terdapat fluktuasi dalam laporan keuangan terakhir.

Perusahaan energi panas bumi ini memang membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 4,20% secara year on year (YoY), mencapai US$ 318,86 juta per kuartal III-2025. Namun, pada periode yang sama, laba bersih PGEO justru mengalami tekanan, tergerus 22,18% YoY menjadi US$ 104,26 juta, sebuah angka yang memicu pertanyaan dari pasar.

Direktur Keuangan PGEO, Yurizki Rio, menjelaskan bahwa pelemahan pada bottom line perusahaan disebabkan oleh beberapa faktor signifikan. Salah satunya adalah kenaikan beban depresiasi sebesar 9,61% YoY, mencapai US$ 91,49 juta. Peningkatan ini tak lepas dari dimulainya operasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 pada Juni 2025, yang merupakan bagian dari ekspansi strategis PGEO.

Laba Bersih Panorama Sentrawisata (PANR) Naik ke Rp 54 Miliar per Kuartal III-2025

Selain itu, PGEO juga mencatat kenaikan beban gaji dan tunjangan sebesar US$ 13,4 juta YoY. Kenaikan ini merupakan konsekuensi dari program Management and Employee Stock Option Program (MESOP) yang memakan biaya US$ 7,5 juta, sebuah investasi pada sumber daya manusia yang diakui penting oleh manajemen. “Kami melakukan investasi pada sumber daya manusia,” tegas Yurizki dalam paparan publik, Senin (3/11/2025).

Faktor lain yang turut menekan laba bersih adalah rugi selisih kurs sebesar US$ 10,22 juta. Yurizki menyoroti eksposur utang PGEO dalam mata uang yen Jepang (JPY), yang mengalami penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (US$). Fluktuasi kurs ini secara langsung berdampak negatif pada laporan keuangan emiten tersebut.

Meski demikian, manajemen PGEO mengklaim bahwa penurunan laba bersih tersebut masih dalam batas yang wajar. Klaim ini didukung oleh fakta bahwa perusahaan tetap mampu membukukan EBITDA dan arus kas yang sehat sepanjang tahun 2025 berjalan, menunjukkan solidnya operasional inti perusahaan.

Menanggapi volatilitas mata uang, Yurizki melanjutkan, pihaknya akan semakin fokus pada upaya lindung nilai (hedging) untuk meminimalisir tekanan akibat selisih kurs JPY. Strategi ini diklaim cukup berhasil, mengingat hingga Oktober 2025, rugi selisih kurs PGEO sudah berkurang menjadi sekitar US$ 8 juta—US$ 9 juta. “Kami ingin menjaga supaya rugi selisih kurs ini tidak lebih dari US$ 10 juta,” imbuhnya, menunjukkan komitmen kuat terhadap manajemen risiko.

Untuk menutup tahun 2025, PGEO menargetkan pendapatan dapat mencapai kisaran US$ 424 juta—US$ 426 juta. Proyeksi ambisius ini didasari asumsi produksi listrik panas bumi PGEO dapat mencapai 4.978 gigawatt hour (GWh). Lebih lanjut, PGEO juga percaya diri dapat menjaga margin EBITDA di kisaran 78%—80% pada akhir tahun, serta margin laba bersih sekitar 33%—35%, mencerminkan efisiensi operasional yang tinggi.

Melangkah ke tahun 2026, PGEO memperkirakan pertumbuhan produksi listrik sekitar 2,5% dari tahun sebelumnya, mencapai 5.100 GWh. Dari hasil operasional yang meningkat tersebut, pendapatan PGEO pada tahun 2026 diperkirakan akan mencapai kurang lebih US$ 450 juta. Adapun margin EBITDA dan margin laba bersih PGEO diupayakan tetap setara dengan proyeksi tahun 2025, menandakan konsistensi kinerja keuangan.

Kinerja Membaik, Kimia Farma (KAEF) Pangkas Beban Usaha dan HPP per Kuartal III-2025

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, melihat prospek kinerja PGEO yang menjanjikan dalam jangka panjang, sejalan dengan tren transisi energi yang masif di Indonesia. Ambisi PGEO untuk meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi mencapai 1 gigawatt (GW) dalam beberapa tahun mendatang tentu akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi kelangsungan kinerja keuangan emiten tersebut.

Meskipun demikian, Nafan mengingatkan bahwa PGEO perlu memastikan seluruh proyek panas bumi berjalan lancar. Hal ini penting mengingat teknologi di sektor energi terbarukan masih tergolong mahal, sehingga PGEO dituntut untuk berhati-hati dalam mengelola biaya investasi di setiap proyeknya. “Hal yang terpenting adalah proyek panas bumi PGEO harus sesuai dengan blue print-nya agar beban operasi mereka tidak terlalu meningkat,” kata dia, Senin (3/11).

Nafan menyarankan investor untuk wait and see terhadap saham PGEO, yang harganya telah melesat 39,04% year to date (ytd) ke level Rp 1.300 per saham hingga Senin. Valuasi PGEO pun sudah tergolong tinggi dengan rasio Price to Earning (PE) di level 25,21 kali, yang mungkin memerlukan kehati-hatian investor.

Sementara itu, Analis KB Valbury Sekuritas, Laurencia Hiemas, memiliki pandangan lebih bullish, menyebut PGEO punya modal berharga untuk meningkatkan kinerjanya pada masa depan. Dukungan ini berasal dari posisi PGEO yang mengendalikan 34% dari peta jalan panas bumi pemerintah, yang bertujuan meningkatkan kapasitas PLTP nasional dari 133 megawatt (MW) pada 2025 menjadi 5,2 GW pada 2034. Dominasi ini menempatkan PGEO pada posisi strategis untuk pertumbuhan jangka panjang.

“Pendapatan PGEO diperkirakan akan tumbuh stabil dari US$ 420 juta sebagai perkiraan 2025 menjadi US$ 754 juta pada 2030,” tulis Laurencia dalam risetnya pada 23 September 2025. Mengakhiri analisanya, Laurencia merekomendasikan beli saham PGEO dengan target harga Rp 1.600 per saham, mengindikasikan potensi apresiasi yang kuat.

  PGEO Chart by TradingView  

Ringkasan

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) optimis untuk meningkatkan kinerja keuangan hingga akhir tahun 2025, meskipun laba bersih pada kuartal III-2025 mengalami penurunan sebesar 22,18% YoY menjadi US$ 104,26 juta. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan beban depresiasi, beban gaji, dan rugi selisih kurs akibat penguatan yen Jepang. Meskipun demikian, PGEO menargetkan pendapatan mencapai US$ 424 juta—US$ 426 juta pada akhir 2025 dan US$ 450 juta pada 2026.

PGEO berencana fokus pada lindung nilai (hedging) untuk meminimalisir dampak fluktuasi kurs. Analis melihat prospek PGEO menjanjikan seiring transisi energi, namun mengingatkan pentingnya pengelolaan biaya investasi proyek. Beberapa analis merekomendasikan untuk *wait and see* sementara yang lain merekomendasikan *beli* saham PGEO, mengakui posisi strategis perusahaan dalam peta jalan panas bumi pemerintah.