
Ifonti.com Pohon Natal dari uang kertas viral di Kupang. Deputi Kepala Perwakilan BI NTT lalu jelaskan filosofi serta maknanya.
Pohon Natal yang terbuat dari lembaran uang kertas menarik perhatian warga Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pohon Natal yang terletak di depan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTT sejak Kami (3/12/2025) ini sempat viral di media sosial.
Adapun, pohon itu ternyata sepenuhnya dibangun dari uang Rupiah tidak layak edar yang telah dimusnahkan. Struktur pohon Natal ini berbentuk kerucut raksasa dengan rangka kuat yang dibalut kaca transparan di tiap sisinya.
Di balik kaca, ribuan gulungan kecil bertekstur kasar hasil cacahan lembaran Rupiah yang dimusnahkan tertata presisi dari dasar hingga ke pucuk. Gulungan-gulungan itu membentuk gradasi warna, mulai dari biru keabu-abuan hingga merah muda, menciptakan pola visual yang artistik dan modern.
Melansir dari Banjarmasinpost.co.id, di beberapa lapiran, gulungan merah muda itu disusun melingkar layaknya cicin dekoratif, memberi kesan ritmis dan elegan. Bagian dasarnya tampak lebih padat dengan warna merah muda, mempertegas pondasi visual yang kokoh.
Sementara itu, di bagian puncak didominasi dengan warna abu-abu yang membuatnya tampak semakin runcing dan megah. Di bagian luarnya juga dipercantik dengan anyaman bambu, ornamen berbentuk kelopak atau sayap, dan hiasan bunga sakura artifisial.
Pohon Natal yang dibuat dari daur ulang uang Rp50.000 dan Rp100.000 ini dirancang bukan untuk memamerkan kemewahan. Hal ini justru untuk menghadirkan pesan moral bahwa nilai tidak selalu hilang ketika bentuknya berubah.
Lembaran Rupiah yang dulunya berputar di tangan jutaan masyarakat itu kini memiliki makna baru. Filosofinya sejalan dengan makna Natal, yaitu pembaharuan, harapan, dan kehidupan baru yang lahir dari kesederhanaan.
Nilai Rupiah pada uang tersebut memang sudah tidak berlaku, tetapi statusnya sebagai alat pembayaran resmi membuat pohon ini memiliki makna simbolis yang kuat. Keberadaannya mencerminkan perjalanan mata uang yang berubah dari fungsi ekonomi menjadi simbol budaya.
Penggunaan cacahan uang sebagai material utama menjadikan pohon ini tampak unik dan berbeda dari dekorasi lain. Karena keunikan bahan dan proses pembuatannya, pohon ini dianggap memiliki nilai yang tinggi dari sisi sejarah dan eksklusivitas.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Didiet Aditya Budi Prabowo, menjelaskan secara rinci filosofi di balik pembuatan pohon Natal tersebut. Dia memaparkan bahwa uang Rupiah yang beredar selalu melalui proses penyortiran di BI.
10 Ide Hampers Natal 2025 untuk Calon Mertua, Berkesan dan Tetap Budget Friendly
Dalam proses itu, uang yang masih layak edar dikembalikan ke masyarakat melalui perbankan. Sementara itu, untuk uang yang tidak layak edar dimusnahkan hingga tidak memiliki nilai ekonomis.
“Namun alih-alih jadi limbah, untuk Natal kali ini bahan-bahan tersebut diolah kembali menjadi simbol harapan, pembaruan, dan kehidupan yang baru,” ujar Didiet, dilansir dari Kompas.com.
Didiet menambahkan bahwa setiap potongan uang pada pohon itu mencerminkan perjalanan panjang Rupiah dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Menurutnya, perubahan bentuk dan nilai tidak menghilangkan manfaat yang dapat diberikan.
Ia juga menekankan bahwa hal yang dianggap tidak layak pakai sekalipun masih dapat membawa terang dan makna baru. BI NTT berharap pohon Natal dari uang kertas ini bisa menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli lingkungan dan melihat potensi pada hal-hal yang tampak tak berguna.
“Selamat menyambut Natal. Semoga terang Kristus memberi damai, menyatukan kita, dan menuntun bangsa ini ke masa depan yang penuh pengharapan,” tulis BI NTT.
Dengan tampilan yang memukau, nilai sejarah, dan makna mendalam, pohon Natal daur ulang itu menjadi lebih dari sekadar dekorasi musiman. Karya tersebut menjadi simbol bahwa harapan dapat muncul dari apa pun yang dianggap telah selesai menjalankan tugasnya.
Melalui pesan yang disematkan pada pohon tersebut, BI NTT mengajak masyarakat menyambut Natal dengan damai dan penuh harapan. Pohon itu sekaligus menjadi karya seni, simbol ekonomi, dan pesan optimisme yang kini berdiri megah menyambut Natal 2025 di Kota Kupang. (*)