Dunia ekonomi Indonesia tengah diramaikan oleh dua isu sentral yang menarik perhatian publik. Pertama, respons dari Bank Indonesia terkait fenomena simpanan pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di bank, sebuah persoalan yang dilontarkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan sempat dipertanyakan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM). Kedua, kabar gembira datang dari sektor pertanian dengan kebijakan pemerintah menurunkan harga pupuk hingga 20 persen. Kedua berita ini menjadi yang paling banyak dibaca di kumparanBisnis sepanjang Rabu (22/10).
BI Merespons Simpanan Dana Pemda yang Mengendap
Menanggapi pertanyaan Dedi Mulyadi (KDM) mengenai data simpanan Pemda, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, memberikan penjelasan rinci. Menurutnya, data tersebut berasal dari laporan resmi yang disampaikan oleh seluruh kantor bank setiap bulan kepada Bank Indonesia. Proses ini memastikan bahwa data yang diterima adalah informasi yang sah dan terverifikasi dari sumber primer.
Lebih lanjut, Ramdan menjelaskan bahwa setelah laporan diterima, Bank Indonesia melakukan proses verifikasi yang cermat dan pengecekan kelengkapan data sebelum mengagregasikannya. Transparansi data ini dijamin melalui publikasi resmi dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), sehingga publik dapat mengaksesnya. “Bank Indonesia memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank. Bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor,” ujar Ramdan, mempertegas mekanisme pengumpulan data yang akuntabel.
Sebelumnya, berdasarkan data Bank Indonesia yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri pada Senin lalu, tercatat bahwa per 30 September 2025, total jumlah simpanan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di bank mencapai angka fantastis Rp 233,97 triliun. Jika dirinci, simpanan pemerintah provinsi meliputi giro sebesar Rp 45,24 triliun, deposito Rp 14,35 triliun, dan tabungan senilai Rp 610 miliar. Angka-angka ini menyoroti besarnya potensi dana yang masih tersimpan dan belum termanfaatkan.
Harga Pupuk Turun 20 Persen, Angin Segar bagi Petani
Di sisi lain, sektor pertanian mendapatkan kabar baik dengan kebijakan strategis pemerintah untuk menurunkan harga pupuk sebesar 20 persen. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa keputusan ini merupakan perintah langsung dari Presiden Prabowo, dengan tujuan utama mendorong peningkatan produksi pertanian demi kesejahteraan petani. Langkah ini diharapkan mampu meringankan beban biaya produksi dan memacu produktivitas.
Penurunan harga ini membawa dampak langsung yang signifikan. Harga pupuk jenis urea kini turun dari Rp 2.250 menjadi Rp 1.800 per kilogram, atau setara dengan penurunan dari Rp 112.500 menjadi Rp 90.000 per sak. Sementara itu, harga pupuk NPK juga terkoreksi dari Rp 2.300 menjadi Rp 1.840 per kilogram, atau dari Rp 115.000 menjadi Rp 92.000 per sak. “Harga pupuk turun 20 persen. Ini adalah berita gembira, memasuki tahun kedua pemerintahan Presiden Prabowo, dan ini tidak pernah terjadi sepanjang sejarah,” kata Amran penuh semangat, menandai sebuah inovasi penting dalam dukungan terhadap petani.
Amran juga menjelaskan bahwa kebijakan ini dicapai melalui efisiensi anggaran pemerintah tanpa menambah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah berkomitmen penuh untuk mengawal implementasi kebijakan ini. Ia juga menegaskan peringatan keras bagi pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan. “Kalau ada yang menaikkan harga pupuk, izinnya akan dicabut dan diproses hukum. Ini harus kita kawal bersama,” tegasnya, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan harga yang adil dan stabil bagi seluruh petani.