Prediksi IHSG & Rekomendasi Saham Selasa (21/10): Siaga Jelang Keputusan BI Rate

Menjelang pengumuman krusial suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada Selasa, 22 Oktober 2025, gejolak optimisme mulai terasa di pasar saham domestik. Seluruh mata kini tertuju pada keputusan kebijakan moneter BI, dengan mayoritas konsensus pasar memprediksi adanya pemangkasan 25 basis poin (bps) yang akan membawa BI Rate turun ke level 4,5%.

Prediksi ini bukan sekadar angka, melainkan berpotensi menjadi katalis positif yang signifikan bagi pergerakan pasar modal Tanah Air. Abida Massi Armand, Fundamental Analyst dari BRI Danareksa Sekuritas, menegaskan bahwa jika BI benar-benar merealisasikan pemangkasan suku bunga sesuai ekspektasi, pasar saham domestik akan merespons dengan sangat antusias.

Antusiasme ini diperkirakan akan mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk kembali menembus level psikologis 8.000, bahkan berpeluang melanjutkan penguatan hingga resistensi 8.150. Skenario optimistis ini didorong oleh harapan akan peningkatan likuiditas dan gairah kredit di sektor riil, yang secara langsung akan menyuntikkan semangat baru ke lantai bursa.

Namun, dinamika pasar juga mempertimbangkan skenario lain. Apabila BI memilih untuk menahan suku bunga di 4,75%, respons pasar diperkirakan akan cenderung netral atau bahkan melemah tipis. Hal ini karena ekspektasi pemangkasan sudah terlalu kuat diantisipasi, sehingga ketiadaannya akan menimbulkan sedikit kekecewaan. Skenario terburuk adalah jika BI secara tak terduga menaikkan suku bunga ke 5,00%. Langkah ini dapat memicu koreksi tajam di IHSG akibat kekhawatiran terhadap stabilitas rupiah dan potensi eksodus dana investor asing.

Dari perspektif teknikal, pergerakan IHSG akan sangat bergantung pada kemampuannya menjaga level-level kunci. Support utama indeks berada di rentang 7.950–7.990, dengan support menengah di 7.200–7.250. Sementara itu, resistensi krusial yang perlu diperhatikan terletak di 8.000–8.025. Apabila resistensi ini berhasil ditembus, target optimistis 8.150 akan menjadi konfirmasi kuat kembalinya tren bullish jangka menengah.

Jika pemangkasan BI Rate benar terjadi, dampaknya akan terasa paling kuat pada sektor-sektor yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap biaya dana, seperti perbankan dan properti. Bank-bank besar dengan kapitalisasi pasar jumbo seperti BMRI, BBRI, dan BBCA diproyeksikan akan mencatat peningkatan signifikan pada Net Interest Income (NII) seiring dengan bertumbuhnya volume kredit. Di sektor properti, BBTN berpeluang besar diuntungkan karena penurunan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan merangsang permintaan dan penjualan properti. Lebih lanjut, sektor ritel dan otomotif juga tidak akan ketinggalan merasakan dampak positifnya, melalui peningkatan daya beli masyarakat yang didorong oleh biaya pinjaman yang lebih murah.

Abida menjelaskan bahwa efek domino dari penurunan BI Rate terhadap kinerja emiten sangat substansial. Penurunan biaya dana (Cost of Fund/CoF) akan memperluas margin laba bersih perusahaan. Selain itu, suku bunga yang lebih rendah juga akan memperkuat daya tarik pembiayaan ekspansi, mempercepat laju pemulihan ekonomi domestik melalui peningkatan penyaluran kredit perbankan yang lebih agresif.

Fenomena menarik lainnya adalah potensi pembalikan arus dana asing. Sebelumnya, pasar domestik sempat mengalami outflow sebesar Rp 16,6 triliun menjelang keputusan BI. Namun, pemangkasan suku bunga yang sejalan dengan tren pelonggaran moneter global – khususnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed – akan kembali memikat minat investor asing terhadap aset berisiko di Indonesia. Dengan inflasi di 2,65% dan BI Rate 4,50%, spread riil positif tetap menawarkan daya tarik untuk carry trade, asalkan stabilitas rupiah tetap terjaga.

Abida menambahkan, jika keputusan BI memenuhi ekspektasi pasar, sentimen positif ini akan memperkuat arus masuk dana asing ke saham-saham blue chip perbankan, sekaligus mengakselerasi pemulihan IHSG yang sempat menunjukkan pelemahan selama sepekan terakhir. Sebaliknya, bila BI menahan atau menaikkan suku bunga, risiko outflow asing bisa kembali meningkat dalam jangka pendek.

Menyikapi potensi pergerakan pasar ini, Abida merekomendasikan beberapa saham pilihan. Untuk akumulasi strategis, BBCA direkomendasikan dengan target harga Rp 11.900 per saham dan BBTN di Rp 1.400 per saham. Sementara itu, saham BRIS dan BTPS disarankan untuk status hold, mengingat valuasinya yang sudah mendekati atau bahkan melampaui rata-rata historisnya.

Secara keseluruhan, pemangkasan BI Rate diyakini menjadi katalis utama untuk revaluasi sektor perbankan, membawa valuasi mereka menuju rata-rata PBV lima tahun. Ini juga merupakan peluang akumulasi strategis yang tak boleh dilewatkan menjelang potensi penguatan IHSG di atas 8.000, menandai era baru optimisme di pasar modal Indonesia.