PTPP Bertahan! Merger ADHI Rampung 2026, Bagaimana Nasibnya?

Ifonti.com – JAKARTA. Dunia konstruksi dan pasar modal Indonesia tengah menyoroti langkah strategis yang akan diambil oleh dua raksasa BUMN, PT PP (PTPP) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI). Kedua perusahaan ini dikabarkan akan segera melebur dalam sebuah merger besar, dengan PTPP ditetapkan sebagai entitas eksisting yang akan bertahan setelah proses konsolidasi rampung. Targetnya, integrasi ambisius ini diharapkan dapat terealisasi sepenuhnya pada tahun 2026 mendatang, menandai babak baru dalam industri konstruksi nasional.

Keputusan untuk memilih PTPP sebagai entitas eksisting bukan tanpa alasan. Sebuah sumber terpercaya Kontan dari Danantara mengungkapkan bahwa pilihan ini didasarkan pada penilaian komprehensif terhadap kinerja perseroan yang dianggap lebih solid dan stabil dibandingkan dengan ADHI. Penilaian ini menjadi fondasi penting dalam menentukan arah penggabungan dua emiten konstruksi pelat merah tersebut.

Untuk memastikan kelancaran dan objektivitas proses konsolidasi, Danantara tidak bekerja sendiri. Mereka menggandeng konsultan-konsultan terkemuka di bidangnya, yaitu Mandiri Sekuritas, KPMG, dan Boston Consulting Group. Setelah melalui serangkaian kajian mendalam, ketiga konsultan ini telah menyepakati bahwa PTPP adalah pilihan yang paling tepat untuk menjadi entitas eksisting dalam penggabungan dua perusahaan karya tersebut, memperkuat keyakinan akan prospek konsolidasi ini.

Dihubungi secara terpisah, Corporate Secretary PTPP, Joko Raharjo, menegaskan bahwa pihaknya masih menanti arahan dan keputusan lebih lanjut dari Danantara. Meskipun demikian, ia membenarkan bahwa target penyelesaian merger ini adalah tahun depan. “Update rencana merger kami saat ini masih dalam tahap kajian lanjutan, dan proses ditargetkan dapat terealisasi pada tahun 2026. Saat ini kami juga masih menunggu arahan dan keputusan lebih lanjut dari Danantara,” ujar Joko kepada Kontan pada Senin (20/10/2025).

Pasca-merger, akan terjadi peleburan signifikan pada struktur keuangan kedua perusahaan. Seluruh aset dan liabilitas PTPP serta ADHI akan terkonsolidasi, yang berarti total aset perusahaan hasil merger akan otomatis bertambah. Namun, di sisi lain, utang kedua entitas juga akan melebur menjadi satu, membentuk struktur liabilitas yang baru dan lebih besar.

Sumber Kontan yang sama turut menjelaskan adanya potensi goodwill dari merger PTPP dan ADHI. Selisih antara harga akuisisi dan nilai wajar aset bersih kedua perusahaan ini nantinya berpotensi menjadi sumber impairment (penurunan nilai) di masa depan, terutama jika nilai ekonomi yang diharapkan menurun. Perkiraan awal menunjukkan bahwa nilai impairment ini bisa mencapai kisaran Rp 13,5 triliun, angka tersebut bahkan belum termasuk pinjaman yang hingga kini belum terbayar.

Meskipun impairment merupakan beban non-kas yang akan menekan laba bersih, langkah ini dinilai penting dan strategis. Ini adalah upaya untuk membersihkan neraca keuangan perusahaan dan mencerminkan nilai aset yang lebih realistis dan transparan. Proses ini diharapkan dapat membangun pondasi keuangan yang lebih sehat dan kuat bagi entitas baru.

Sebagai gambaran, per Juni 2025, posisi aset PTPP tercatat di level Rp 55,53 triliun dengan liabilitas Rp 40,22 triliun. Pada periode yang sama, ADHI mencatatkan aset sebesar Rp 34,38 triliun dan liabilitas Rp 24,69 triliun. Angka-angka ini memberikan gambaran jelas mengenai skala konsolidasi finansial yang akan terjadi setelah merger dua perusahaan konstruksi pelat merah ini rampung.

Ringkasan

PT PP (PTPP) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) akan melakukan merger yang ditargetkan rampung pada tahun 2026, dengan PTPP sebagai entitas yang bertahan. Keputusan ini diambil berdasarkan penilaian kinerja PTPP yang dinilai lebih solid, didukung oleh kajian dari konsultan seperti Mandiri Sekuritas, KPMG, dan Boston Consulting Group.

Setelah merger, aset dan liabilitas kedua perusahaan akan terkonsolidasi, berpotensi menimbulkan goodwill dan potensi impairment sekitar Rp 13,5 triliun. Langkah ini dianggap penting untuk membersihkan neraca keuangan dan mencerminkan nilai aset yang lebih realistis, meskipun akan menekan laba bersih perusahaan.