QRIS Jadi Penentu Kredit? BI Ungkap Potensi Jejak Digital!

Ifonti.com , JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan potensi revolusioner dari jejak digital penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai fondasi utama dalam sistem penilaian kelayakan kredit. Terobosan ini secara khusus ditujukan untuk memperluas akses keuangan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM).

Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menjelaskan bahwa inovasi ini didukung penuh oleh teknologi kecerdasan imitasi (artificial intelligence/AI). Ia optimistis, AI memiliki potensi luar biasa dalam memperluas jangkauan akses keuangan masyarakat secara lebih merata. Dalam pidatonya di acara FEKDI & IFSE 2025 di Jakarta, Sabtu (1/11/2025), Juda Agung mengilustrasikan, “Jangan bayangkan AI itu seperti robot pengganti manusia. Bayangkan AI sebagai asisten yang sangat pintar, yang sangat pengertian akan kebutuhan penggunanya.”

Lebih lanjut, Juda merinci bahwa kemampuan AI terletak pada kemampuannya mengolah berbagai jejak digital transaksi keuangan yang dihasilkan dari sistem pembayaran modern seperti QRIS. Kumpulan data yang dianalisis oleh AI ini kemudian akan membentuk dasar dari alternative credit scoring, sebuah metode penilaian kredit alternatif yang revolusioner. Sebagai contoh, seorang pelaku UMKM yang rutin menggunakan QRIS secara otomatis akan meninggalkan jejak digital penting, mulai dari informasi pemasukan dan pengeluaran, jumlah dana yang disimpan, hingga pola jumlah pelanggannya.

Jejak-jejak digital keuangan tersebut, jelasnya, dapat diubah oleh AI menjadi jembatan menuju akses keuangan. Ini sangat vital bagi UMKM, misalnya, saat mereka membutuhkan pinjaman dari bank atau fintech lending—sebuah mekanisme yang kini populer dengan sebutan alternative credit scoring. Inisiatif strategis ini, imbuh Juda, merupakan bagian integral dari kebijakan BI untuk mempercepat transformasi digital dalam sistem pembayaran dan secara progresif memperluas inklusi keuangan di seluruh lapisan masyarakat.

Bagi Juda, digitalisasi yang inklusif tidak hanya berkutat pada kepemilikan cip super atau algoritma paling mutakhir. Sebaliknya, ia sangat menekankan urgensi teknologi digitalisasi keuangan untuk secara nyata menyentuh dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang paling membutuhkan. “Teknologi canggih itu penting, tetapi tidak cukup,” tegasnya. “Kita memerlukan pergeseran paradigma. Yang kita butuhkan bukan sekadar teknologi high-tech, melainkan right-tech, atau teknologi tepat guna yang benar-benar relevan dan memberikan dampak positif.”

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) melihat potensi jejak digital dari penggunaan QRIS sebagai dasar penilaian kelayakan kredit, khususnya bagi UMKM. Pemanfaatan teknologi kecerdasan imitasi (AI) akan membantu dalam menganalisis data transaksi keuangan, yang kemudian dapat digunakan sebagai alternative credit scoring.

Dengan AI, jejak digital seperti informasi pemasukan, pengeluaran, dan pola pelanggan UMKM yang menggunakan QRIS, dapat menjadi jembatan menuju akses keuangan. BI menekankan pentingnya teknologi tepat guna (right-tech) dalam digitalisasi keuangan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.