Ifonti.com JAKARTA. PT United Tractors Tbk (UNTR) diperkirakan akan menghadapi tantangan bisnis yang cukup signifikan hingga tahun 2026. Prospek ini terkait erat dengan potensi koreksi harga batu bara global, yang dapat memengaruhi kinerja segmen batu bara perusahaan.
Berdasarkan laporan dari Stockbit Sekuritas yang mengutip hasil Earning Calls Kuartal III-2025 UNTR beberapa waktu lalu, terungkap bahwa UNTR telah merevisi turun sejumlah target operasional untuk tahun 2025, sekaligus memaparkan target untuk tahun 2026.
Salah satu revisi target adalah penjualan alat berat Komatsu, yang diturunkan dari 4.600 unit menjadi 4.500 unit pada tahun 2025. Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya permintaan alat berat berukuran besar di tengah kondisi industri batu bara yang kurang kondusif. Untuk tahun 2026, UNTR menargetkan penjualan alat berat di kisaran 4.300—4.500 unit.
Di segmen kontraktor pertambangan, target volume overburden UNTR juga mengalami revisi turun dari 1,18 miliar bcm menjadi 1,13 miliar bcm pada tahun 2025, sejalan dengan penyesuaian volume produksi pelanggan. Namun, untuk tahun 2026, UNTR menargetkan volume overburden yang stabil atau sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi tahun 2025.
Dolar AS Menguat, Valas Lain Tetap Menarik? Cek Rekomendasi
Dari sisi penjualan batu bara, manajemen UNTR menargetkan volume penjualan sebesar 14,6 juta ton pada tahun 2025, yang kemudian diharapkan meningkat menjadi 18,8 juta ton pada tahun 2026. Peningkatan ini didorong oleh penambahan kapasitas tambang serta penyelesaian konstruksi jetty dan pelabuhan yang direncanakan pada tahun depan.
Sementara itu, penjualan emas UNTR diproyeksikan akan melandai di kisaran 215.000—220.000 ons troi pada tahun 2026, lebih rendah dibandingkan target tahun 2025 sebesar 234.000 ons troi. Hal ini disebabkan oleh fasilitas *tailing* yang mendekati kapasitas maksimum.
Untuk volume penjualan nikel, UNTR menargetkan di kisaran 2 juta ton pada tahun 2026, setara dengan target tahun ini.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai bahwa kinerja UNTR pada tahun 2026 cenderung stabil dengan pertumbuhan yang moderat. Target penjualan alat berat yang hampir sama dengan tahun ini mengindikasikan bahwa permintaan produk tersebut belum pulih sepenuhnya akibat pelemahan aktivitas di sektor pertambangan, khususnya batu bara.
Namun, peningkatan target penjualan batu bara diharapkan dapat menjadi penopang kinerja segmen kontraktor maupun pertambangan UNTR.
Selain itu, segmen emas dan mineral lain seperti nikel diperkirakan masih akan memberikan kontribusi positif bagi UNTR pada tahun 2026, meskipun target penjualan komoditas emas akan lebih rendah.
“Diversifikasi ini membantu menyeimbangkan tekanan dari industri batu bara, sehingga kinerja UNTR tidak terlalu bergantung pada satu komoditas,” ujar Ekky pada hari Rabu (19/11/2025).
Tower Bersama (TBIG) Rilis Surat Utang Rp 2,2 Triliun, Ini Rincian Lengkapnya
Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menyatakan bahwa prospek kinerja UNTR masih sangat bergantung pada proyeksi harga batu bara global. Sektor jasa kontraktor dan pertambangan batu bara menyumbang sekitar 58% dari total pendapatan emiten yang merupakan bagian dari Grup Astra ini.
Kebijakan pemerintah yang menahan produksi batu bara pada tahun 2026 berpotensi meningkatkan harga komoditas ini di pasar global. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga berisiko menurunkan permintaan jasa kontraktor maupun alat berat dari UNTR.
Segmen emas masih memiliki peluang untuk tumbuh berkat dukungan harga jual rata-rata (ASP) yang tinggi. “Namun, karena porsinya yang masih cukup kecil, pendapatan dari sektor emas belum dapat mendongkrak kinerja UNTR secara signifikan,” imbuh Praska pada hari Rabu (19/11).
Ke depannya, UNTR diyakini akan terus berupaya meningkatkan kontribusi pendapatan non-batu bara melalui ekspansi ke sektor energi terbarukan serta hilirisasi yang memiliki *recurring income* atau pendapatan berulang yang lebih stabil. Investasi pada portofolio mineral seperti emas dan nikel, serta energi terbarukan, akan menjadi fokus karena mampu memberikan ketahanan terhadap siklus batu bara.
UNTR tentu membutuhkan pendanaan yang besar, terutama jika ekspansinya berupa akuisisi atau pembangunan fasilitas baru. “Tetapi dengan neraca keuangan yang kuat, posisi kas yang besar, dan *leverage* yang sangat rendah, kemampuan pendanaan UNTR masih sangat memadai,” terang Ekky.
UNTR Chart by TradingView
Ekky menambahkan, dari sisi valuasi, UNTR termasuk salah satu saham *blue chip* yang menarik karena memiliki *price to earning ratio* (PER) yang relatif rendah, sementara kinerja fundamentalnya stabil. Saham UNTR dinilai layak dipertimbangkan oleh investor jangka panjang, terutama yang mencari emiten defensif dengan dividen tinggi.
Secara teknikal, lanjut Ekky, selama UNTR mampu bertahan di atas area *support* Rp 25.000 per saham, maka tren penguatan masih terbuka. Target harga jangka menengah saham UNTR berada di kisaran Rp 30.000–Rp 31.500 per saham.
Di lain pihak, Praska menyarankan investor untuk *hold* saham UNTR dengan target harga di level Rp 27.500 per saham.
Ringkasan
United Tractors (UNTR) diperkirakan menghadapi tantangan hingga 2026 akibat potensi koreksi harga batu bara global, yang mempengaruhi target operasional perusahaan, termasuk penurunan target penjualan alat berat Komatsu dan volume overburden. UNTR menargetkan peningkatan penjualan batu bara dan stabilisasi penjualan nikel, meskipun penjualan emas diproyeksikan melandai. Diversifikasi ke sektor non-batu bara, seperti energi terbarukan dan mineral lain, menjadi strategi untuk menyeimbangkan tekanan dari industri batu bara.
Analis menilai kinerja UNTR cenderung stabil dengan pertumbuhan moderat, dengan diversifikasi membantu menyeimbangkan tekanan dari industri batu bara. Prospek UNTR masih bergantung pada harga batu bara global, namun investasi pada portofolio mineral dan energi terbarukan memberikan ketahanan. Saham UNTR dinilai menarik bagi investor jangka panjang karena fundamental yang stabil dan dividen tinggi, dengan target harga jangka menengah di kisaran Rp 30.000–Rp 31.500 per saham.