JAKARTA. PT United Tractors Tbk (UNTR) semakin agresif memperluas diversifikasi portofolio bisnisnya di luar sektor batu bara. Strategi utama yang menjadi prioritas bagi UNTR adalah mengakuisisi perusahaan-perusahaan tambang mineral guna memperkuat posisi di industri yang lebih berkelanjutan.
Langkah konkret terbaru terlihat pada 12 September 2025 lalu, ketika UNTR, melalui anak usahanya PT Danusa Tambang Nusantara (DTN), telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Bersyarat dengan PT J Resources Nusantara (JRN). Perjanjian ini meliputi pembelian 99,99996% saham PT Arafura Surya Alam (ASA), entitas pemilik Tambang Emas Doup, dari JRN. Total nilai perusahaan atau enterprise value dalam transaksi strategis ini tercatat sebesar US$ 540 juta.
Menurut Ari Setyawan, Investor Relations Manager United Tractors, proses finalisasi akuisisi Tambang Emas Doup ditargetkan rampung paling lambat 23 Desember 2025. Dia menegaskan bahwa seluruh pembiayaan untuk akuisisi penting ini akan bersumber dari pendanaan internal, yang berasal dari kas UNTR sendiri dan PT Pamapersada Nusantara (PAMA) selaku pemegang saham DTN. “Rencana akuisisi ini sejalan dengan strategi diversifikasi bisnis UNTR, khususnya di sektor mineral,” ujar Ari dalam Workshop Wartawan bersama United Tractors pada Kamis (25/9/2025).
Saat ini, Tambang Emas Doup memang belum beroperasi secara komersial. Namun, pasca-akuisisi rampung, UNTR berencana untuk segera membangun fasilitas pemrosesan dan infrastruktur pendukung yang diperlukan. Fasilitas tersebut diharapkan memiliki kapasitas produksi bijih ore mencapai 3 juta ton per tahun, dengan target hasil emas antara 140.000 hingga 155.000 ons troi per tahun. “Harapannya pada 2028 nanti Tambang Emas Doup bisa mulai berproduksi dan saat itu juga mulai memberi kontribusi kepada pendapatan UNTR,” kata Ari, optimistis.
Jika Tambang Emas Doup telah beroperasi penuh, kontribusinya dipastikan akan secara signifikan mengerek kapasitas produksi emas UNTR secara konsolidasi. Saat ini, UNTR mengandalkan dua tambang emas utama: Tambang Emas Martabe yang dikelola PT Agincourt Resources, dengan produksi emas sekitar 220.000—230.000 ons troi per tahun, serta Tambang Emas Sumbawa milik PT Sumbawa Jutaraya yang menghasilkan 18.000 ons troi per tahun dan berpotensi dioptimalkan hingga 30.000—40.000 ons troi per tahun. Dengan tambahan Tambang Emas Doup, “Kapasitas produksi emas kami bisa naik 1,5 kali lipat ke depannya,” imbuh Ari, menunjukkan proyeksi pertumbuhan yang substansial.
Langkah strategis UNTR tidak berhenti sampai di akuisisi Tambang Emas Doup. Anak usaha Grup Astra ini membuka peluang lebar untuk terus mencari dan mengakuisisi tambang mineral baru, bahkan hingga ke luar negeri. Australia menjadi salah satu bidikan utama karena dipandang memiliki potensi cadangan mineral yang melimpah. “Ada beberapa proyek yang sedang kami kaji tapi belum bisa disampaikan. Untuk akuisisi, kami bisa cari di luar Indonesia, seperti Australia,” ungkap Ari. Selain emas, UNTR juga melirik potensi akuisisi tambang mineral tembaga, yang saat ini tengah dalam kajian internal perusahaan, dengan mempertimbangkan prospek harga dan permintaan komoditas tersebut di masa depan.
Menanggapi agresivitas UNTR, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai bahwa aktifnya perusahaan dalam mengakuisisi aset non-batu bara ini menunjukkan adanya strategi transformasi jangka panjang. Ini adalah pergeseran model bisnis dari yang semula sangat bergantung pada batu bara menuju portofolio yang lebih terdiversifikasi dan berkelanjutan. Ekspansi ini merupakan respons strategis UNTR terhadap tren global terkait dekarbonisasi dan transisi energi, yang secara bertahap diperkirakan akan menekan prospek jangka panjang industri batu bara. Selain itu, kontribusi pendapatan dari sektor kontraktor tambang dan alat berat yang cenderung stagnan turut menjadi alasan kuat bagi UNTR untuk mengembangkan sumber pendapatan baru yang lebih tahan banting, seperti emas dan mineral strategis.
Namun, Ekky juga mengingatkan bahwa “Tantangan yang dihadapi UNTR ketika berekspansi tidak ringan, antara lain risiko integrasi operasional, perizinan, volatilitas harga emas dan logam dasar, serta faktor geopolitik jika ekspansi dilakukan di luar negeri,” terangnya pada Kamis (25/9/2025). Meskipun demikian, Ekky menganggap UNTR memiliki keunggulan signifikan dari sisi kapasitas pendanaan. Posisi kas dan setara kas UNTR per semester I-2025 masih sangat kuat, mencapai lebih dari Rp 30 triliun. Angka ini memberikan ruang besar bagi UNTR untuk membiayai ekspansi secara internal tanpa harus bergantung pada pendanaan eksternal dalam jangka pendek. “Jikalau diperlukan, UNTR juga memiliki akses ke sumber pembiayaan yang luas melalui induk usaha Astra maupun pasar modal,” tutur Ekky. Menurutnya, saham UNTR cocok bagi investor yang mencari kestabilan dan potensi rerating dari diversifikasi bisnis, dengan target harga saham UNTR di kisaran Rp 30.000—Rp 31.000 per saham untuk jangka menengah.