Ifonti.com JAKARTA. Dorongan pemerintah terhadap program rumah subsidi terus menunjukkan geliatnya. Meskipun dampaknya dinilai masih terbatas, kebijakan ini berhasil menciptakan sentimen positif yang berpotensi mendongkrak kinerja sejumlah emiten terkait.
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah memastikan bahwa penyaluran Kredit Program Perumahan (KPP), yang merupakan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus sektor perumahan, akan mulai diimplementasikan pada tahun 2025. Bersamaan dengan itu, sebanyak 25.000 hingga 30.000 unit rumah subsidi direncanakan meluncur serempak di seluruh Indonesia pada bulan September tahun ini. Peluncuran ini menjadi bagian integral dari target ambisius pemerintah untuk mencapai pembangunan 3 juta rumah dalam tahun ini, yang dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun individu. Selain itu, alokasi kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) juga mengalami peningkatan signifikan, dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit, membuka peluang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Emiten Properti Merespons Positif Penurunan Suku Bunga, Cek Rekomendasi Saham Berikut
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diprediksi menjadi emiten yang paling diuntungkan dari program pemerintah ini. Fath Aliansyah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, menjelaskan, “Sebab, selain mendapat alokasi dana Rp 200 triliun dari Kementerian Keuangan, BBTN memang fokus di kredit rumah.” Pernyataan ini disampaikan kepada Kontan pada Senin, 22 September.
Stimulus perumahan ini diperkirakan akan mendorong permintaan rumah bersubsidi, sehingga para pengembang yang berfokus pada segmen ini akan merasakan dampak positif secara langsung. Marolop Alfred Nainggolan, Kepala Riset Praus Capital, menegaskan bahwa pertumbuhan sektor perumahan juga akan menggerakkan sektor lain. Secara tidak langsung, kebijakan ini akan memberikan dorongan positif bagi sektor perbankan untuk pembiayaan, serta industri bahan material seperti semen, baja, dan cat, yang permintaannya akan meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan rumah bersubsidi. Namun, Alfred mengingatkan bahwa dampak nyata pada kinerja emiten perlu dicermati lebih lanjut, terutama terkait apakah kebijakan ini akan benar-benar menghasilkan pembangunan unit baru. “Sebab, pemerintah pernah menyampaikan masih banyak rumah subsidi yang belum dihuni. Artinya, ada permasalahan penyerapannya yang bisa menjadi faktor respons pasar terhadap kebijakan ini,” jelasnya kepada Kontan, Senin, 22 September.
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, menambahkan bahwa emiten yang paling diuntungkan adalah pengembang yang fokus pada pembangunan rumah subsidi, memiliki cadangan lahan di kota satelit, dan memenuhi kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Menurutnya, percepatan perizinan dari Kementerian PKP dan kenaikan kuota FLPP hingga 350.000 unit membuka jalan bagi pemain yang gesit untuk mengeksekusi proyek dengan cepat. Di sektor pembiayaan, BBTN menjadi emiten yang paling terdampak langsung, mengingat tambahan kuota FLPP akan mempertebal lini KPR subsidi.
Sektor bahan bangunan juga akan merasakan dorongan positif dari kebijakan ini. Emiten semen seperti SMGR dan INTP, cat AVIA, keramik ARNA, serta baja panjang KRAS, berpotensi melihat peningkatan kinerja seiring dengan kenaikan volume pembangunan unit. Meski demikian, kebijakan ini tidak luput dari tantangan. Beberapa hambatan yang perlu diperhatikan antara lain adalah masalah perizinan atau utilitas di daerah, kesiapan lahan matang, kecepatan verifikasi MBR oleh bank, realisasi FLPP tahun ini yang baru sekitar 47% per awal September, serta potensi kenaikan biaya material atau kontraktor yang dapat menekan margin.
Prospek dan Rekomendasi
Alfred melihat prospek positif bagi emiten properti didukung oleh tren penurunan suku bunga global. Kondisi ini secara teori akan meningkatkan daya beli masyarakat melalui penurunan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Namun, di tengah kondisi suku bunga yang menurun, dampak signifikan dalam mendorong permintaan di sektor perumahan tampaknya belum terlihat jelas, terutama karena adanya faktor perlambatan ekonomi domestik tahun ini. Alfred menyarankan agar pilihan investasi di sektor properti tetap pada saham-saham first liner yang memiliki valuasi menarik. “Seperti, BSDE, SMRA, dan PWON yang memiliki potensi upside harga masih sangat besar, yaitu di atas 20% dalam 12 bulan terakhir jika melihat valuasinya saat ini,” ungkapnya.
Liza menambahkan, percepatan perizinan PKP dan peningkatan kuota FLPP menjadi 350.000 unit memberikan sentimen positif terbesar bagi pengembang MBR yang siap untuk eksekusi cepat. Sementara itu, pengembang properti menengah ke atas seperti BSDE, PWON, dan ASRI dapat terdampak secara tidak langsung dari sentimen perbaikan suku bunga KPR, namun tanpa dorongan langsung dari FLPP.
Beberapa emiten properti yang diproyeksikan menerima sentimen langsung dari kebijakan ini memiliki karakteristik fokus pada segmen rumah subsidi atau terjangkau, serta memiliki cadangan lahan di pinggiran kota. Mereka adalah:
- PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan eksposur melalui proyek Citra Maja Raya. Klaster FLPP yang telah berjalan dan ribuan unit yang terbangun, ditambah dengan konsep transit oriented development (TOD) yang sesuai untuk MBR.
- PT PP Properti Tbk (PPRO) dengan rekam jejak pembangunan rusunami skema FLPP di proyek Gunung Putri Square yang menyasar pekerja kawasan industri Jabodetabek pinggiran.
- PT Repower Asia Indonesia Tbk (REAL) yang memiliki pipeline landed house terjangkau dan berkolaborasi dengan porsi subsidi MBR, sangat cocok untuk akselerasi akad KPR FLPP di pinggiran.
- PT Graha Mitra Asia Tbk (RELF) yang fokus pada perumahan terjangkau di wilayah Bogor dengan permintaan yang ditopang KPR, sehingga memiliki posisi jelas untuk MBR.
- PT Ingria Pratama Capitalindo Tbk (GRIA) yang mengembangkan rumah subsidi di Samarinda dan Purwakarta. Permintaan hunian emiten ini didukung program 3 juta rumah.
- PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). “Saat ini, SMRA memang belum sebagai pelaku FLPP, tetapi mereka membuka peluang ikut Program 3 Juta Rumah. Jika skema cocok, bisa dapat eksposur tambahan di kota satelitnya,” kata Liza.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, memperkirakan bahwa dampak era suku bunga rendah kemungkinan baru akan mulai tercermin dalam kinerja emiten properti pada kuartal IV 2025 nanti. Nafan merekomendasikan accumulative buy untuk ASRI, BSDE, dan PANI dengan target harga masing-masing Rp 199 per saham, Rp 1.255 per saham, dan Rp 18.100 per saham. Rekomendasi add juga diberikan untuk CBDK dengan target harga Rp 8.750 per saham.
Ringkasan
Pemerintah terus mendorong program rumah subsidi melalui penyaluran Kredit Program Perumahan (KPP) dan peluncuran serentak puluhan ribu unit rumah subsidi. Alokasi kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) juga ditingkatkan signifikan, membuka peluang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diprediksi menjadi emiten yang paling diuntungkan, serta emiten properti yang fokus pada pembangunan rumah subsidi di kota satelit.
Stimulus perumahan ini diharapkan dapat mendorong permintaan rumah bersubsidi dan berdampak positif pada sektor lain seperti perbankan dan industri bahan material. Namun, beberapa tantangan perlu diperhatikan seperti masalah perizinan, utilitas, kesiapan lahan, dan kecepatan verifikasi MBR. Rekomendasi saham properti seperti BSDE, SMRA, dan PWON juga diberikan, dengan fokus pada emiten yang memiliki valuasi menarik dan potensi upside yang besar.