Ifonti.com – JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah kembali menunjukkan tren pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (17/11/2025). Kondisi ini mengindikasikan adanya tekanan dari berbagai sentimen pasar, baik domestik maupun global.
Mengutip data dari Bloomberg, kurs rupiah di pasar spot menutup sesi perdagangan Senin (17/11) dengan penurunan 0,17%, mencapai level Rp16.736 per dolar AS. Senada dengan pergerakan di pasar spot, kurs rupiah pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia juga turut melemah 0,14%, berada di posisi Rp16.734 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.710 per dolar AS pada Jumat (14/11/2025).
Menanggapi fenomena ini, Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah utamanya dipicu oleh penguatan dolar AS. Menurutnya, indeks dolar menguat seiring dengan keyakinan kuat di kalangan pelaku pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) belum akan melonggarkan kebijakan moneternya dalam waktu dekat. Para pembuat kebijakan The Fed secara konsisten menegaskan bahwa tingkat inflasi masih tinggi dan kondisi pasar tenaga kerja belum menunjukkan pelemahan yang berarti.
Lebih lanjut, Ibrahim menambahkan bahwa perhatian pelaku pasar juga tertuju pada pidato-pidato penting dari pejabat The Fed seperti John Williams, Philip Jefferson, Neel Kashkari, dan Christopher Waller. Pernyataan mereka sangat dinanti karena dapat memberikan petunjuk jelas mengenai arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Selain itu, risiko geopolitik turut menjadi sorotan, khususnya serangan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia. “Serangan terhadap Novorossiysk dan fasilitas lainnya menimbulkan kekhawatiran baru atas potensi gangguan jangka panjang,” tegas Ibrahim, meskipun ekspor sempat pulih, kewaspadaan pasar tetap tinggi.
Dari perspektif domestik, Bank Indonesia (BI) mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2026 di angka 5,33%, sedikit di bawah target pemerintah sebesar 5,4%. Sikap ini, menurut Ibrahim, mencerminkan kehati-hatian BI. Meskipun demikian, ia berpendapat bahwa target pemerintah masih sangat mungkin tercapai, tergantung pada kecepatan realisasi belanja negara yang akan dieksekusi.
Reksadana Pendapatan Tetap dan Pasar Uang Makin Dominan, Begini Prospeknya
Untuk perdagangan Selasa (18/11) mendatang, Ibrahim memperkirakan bahwa rupiah akan bergerak fluktuatif, namun dengan kecenderungan pelemahan. “Rupiah diperkirakan fluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp16.730–Rp16.770 per dolar AS,” ujarnya.
Sementara itu, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, memberikan pandangan lain mengenai faktor penyebab pelemahan rupiah. Menurutnya, tekanan terhadap mata uang Garuda ini juga dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terkait perbedaan arah kebijakan antara The Fed dan BI. Lukman menyoroti bahwa prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed semakin menipis, berbanding terbalik dengan antisipasi pasar yang justru mengharapkan pemangkasan suku bunga dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu ini.
IHSG Menguat 0,55% ke 8.416 pada Senin (17/11), DSSA, SCMA, AKRA Top Gainers LQ45
Lukman menambahkan bahwa dolar AS masih menunjukkan kekuatan yang signifikan, didukung oleh pernyataan hawkish dari para pejabat The Fed yang secara efektif memupus harapan akan adanya pemangkasan suku bunga pada bulan Desember. Oleh karena itu, ia memperkirakan rupiah akan terus berada di bawah tekanan dengan kisaran Rp16.650–Rp16.800 per dolar AS.