Rupiah Ditutup Melemah Kemarin, Cermati Sentimennya Jumat (7/10)

Ifonti.com – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan performa yang mengesankan di pasar spot, berhasil menguat signifikan hingga penutupan perdagangan pada Kamis (6/11/2025). Meskipun demikian, para analis pasar memberikan peringatan bahwa pergerakan mata uang Garuda ini diprediksi masih akan dibayangi oleh tekanan kuat dari dolar Amerika Serikat (AS) menjelang akhir pekan.

Berdasarkan data Bloomberg, di pasar spot, kurs rupiah mencatatkan penguatan tipis namun berarti, ditutup pada level Rp 16.701 per dolar AS. Angka ini merefleksikan apresiasi sebesar 0,10% dari penutupan hari sebelumnya yang berada di posisi Rp 16.717 per dolar AS. Konsistensi penguatan juga terlihat pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), di mana rupiah mengakhiri hari di level Rp 16.707 per dolar AS, menunjukkan peningkatan 0,13% dari hari sebelumnya di Rp 16.729 per dolar AS. Ini menegaskan momentum positif rupiah di kedua patokan utama pasar.

Menjelaskan fenomena penguatan rupiah ini, Nanang Wahyudin, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, memaparkan bahwa fundamental di balik apresiasi rupiah tidak lain adalah pelemahan dolar AS itu sendiri. Situasi ini menandai pergeseran setelah sebelumnya dolar AS sempat menunjukkan dominasi.

Sebelumnya, dolar AS memang sempat mengalami penguatan signifikan, didorong oleh kenaikan yield obligasi AS serta kekhawatiran risiko global yang memicu eksodus modal dari mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah. Namun, tren tersebut berbalik arah pada sesi sore. Setelah mengukuhkan dominasinya terhadap valuta asing utama lainnya selama dua sesi dan bahkan terhadap rupiah selama tiga hari berturut-turut, dolar AS akhirnya mengalami koreksi yang menekan nilainya.

Menariknya, pelemahan dolar AS justru dipicu oleh rilis data ekonomi AS yang sejatinya solid. Laporan ADP private payrolls mengungkapkan penambahan 42.000 lapangan kerja di sektor swasta AS pada bulan Oktober. Ditambah lagi, survei Institute for Supply Management (ISM) Jasa berhasil melampaui ekspektasi, kian mengukuhkan pandangan bahwa kondisi ekonomi AS berada dalam fondasi yang kokoh. Namun, seperti yang dijelaskan Nanang, data-data impresif ini justru menimbulkan keraguan besar di kalangan pasar terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) pada Desember mendatang. “Data tersebut justru memunculkan keraguan terhadap peluang pemangkasan suku bunga lanjutan oleh The Federal Reserve pada Desember mendatang, setelah sebelumnya Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan nada hati-hati dalam memberi sinyal pelonggaran kebijakan lebih lanjut,” ujarnya kepada Kontan pada Kamis (6/11/2025).

Melihat ke depan, Nanang memproyeksikan bahwa dinamika rupiah hingga akhir pekan ini akan tetap sangat dipengaruhi oleh sentimen yang bergejolak dari dolar AS. Fluktuasi dolar AS akan menjadi penentu utama arah pergerakan nilai tukar rupiah.

Ketidakpastian pun semakin meningkat dengan belum dirilisnya data ketenagakerjaan vital dari Amerika Serikat, menyusul permasalahan government shutdown yang telah memasuki hari ke-38. Kondisi ini secara otomatis mengalihkan fokus investor di kawasan Asia. Kini, perhatian utama akan tertuju pada rilis data ekonomi dari Tiongkok, khususnya laporan trade balance atau Neraca Perdagangan serta data ekspor dan impor. Informasi ini krusial mengingat Tiongkok adalah salah satu mitra dagang terbesar bagi Indonesia, sehingga dampaknya bisa merambat ke pergerakan rupiah.

Oleh karena itu, Nanang memproyeksikan bahwa pada perdagangan Jumat (7/11/2025), pergerakan kurs rupiah akan berada dalam rentang yang ketat, antara Rp 16.640 hingga Rp 16.710 per dolar AS.