Rupiah Loyo! Bubble AI & The Fed Bikin Valas Asia Terkapar

Ifonti.com – JAKARTA

Pada perdagangan Selasa, 18 November 2025, sentimen pasar global kembali menekan sejumlah mata uang Asia, menyebabkan mereka melemah signifikan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Menurut data Bloomberg yang terekam pada pukul 15.00 WIB hari itu, won Korea (KRW) memimpin pelemahan dengan depresiasi 0,36% ke level 1.465,20 per dolar AS. Disusul oleh ringgit Malaysia (MYR) yang merosot 0,32% menjadi 4,16 per dolar AS. Sementara itu, dolar Taiwan (TWD) dan peso Filipina (PHP) sama-sama tertekan 0,12%, masing-masing berada di 31,20 per dolar AS dan 58,99 per dolar AS. Di sisi lain, yuan China (CNY) juga tak luput dari tekanan, melemah tipis 0,05% ke 7,11 per dolar AS secara harian. Tak ketinggalan, rupiah juga mencatat pelemahan 0,09%, mencapai posisi 16.751 per dolar AS.

Di tengah gelombang pelemahan ini, beberapa mata uang justru menunjukkan ketahanan. Yen Jepang (JPY) berhasil menguat 0,17% ke level 155,00 per dolar AS, sementara dolar Singapura (SGD) turut terapresiasi 0,07% menjadi 1,30 per dolar AS dalam perdagangan harian.

Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.751 Per Dolar AS Hari Ini, Terlemah Sejak Akhir April

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa tekanan terhadap valuta asing (valas) Asia ini didorong oleh perubahan ekspektasi pasar mengenai kebijakan suku bunga The Fed. Ia menjelaskan, “Menurunnya prospek pemangkasan suku bunga The Fed bulan Desember hingga di bawah 50% menjadi salah satu faktor yang menekan mata uang Asia.”

Lebih lanjut, Lukman juga menyoroti sentimen risk-off yang kian meningkat akibat kekhawatiran akan bubble di sektor kecerdasan buatan (AI) serta tensi geopolitik yang memanas antara China dan Jepang, yang turut memperburuk prospek mata uang regional.

Senada, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengidentifikasi pelemahan valas Asia sebagai cerminan dari kombinasi tekanan global dan domestik. Menurutnya, lingkungan suku bunga AS yang “higher-for-longer” memicu arus keluar modal (capital outflow) dari pasar berkembang, sehingga secara langsung menekan nilai mata uang regional.

Sutopo menambahkan bahwa beberapa mata uang seperti won Korea (KRW) dan rupiah (IDR) bahkan menghadapi tantangan struktural yang berasal dari arus modal keluar serta defisit transaksi berjalan, memperparah posisi mereka di tengah kondisi global yang tidak menentu.

Melihat ke depan, Sutopo menekankan bahwa arah kebijakan The Fed dan langkah-langkah yang diambil oleh bank sentral regional akan menjadi penentu utama dalam beberapa pekan mendatang. “Jika data AS tetap kuat dan spekulasi mengenai pemangkasan suku bunga semakin tereduksi, tekanan pada valas Asia kemungkinan besar akan bertahan,” ujarnya.

Rupiah Melemah ke 16.751 per Dolar AS, Ini Sentimen Yang Mempengaruhinya

Lukman Leong juga memproyeksikan bahwa tekanan ini belum akan mereda dalam waktu dekat, bahkan hingga akhir tahun. Ia mewaspadai prospek yang masih suram, terutama jika bubble AI memicu koreksi besar di pasar ekuitas atau jika tensi China-Jepang semakin meningkat. Ia secara khusus menilai mata uang yang sangat sensitif terhadap sektor teknologi, seperti won Korea (KRW) dan dolar Taiwan (TWD), akan menjadi yang paling rentan terhadap gejolak ini.

Dalam proyeksinya, Lukman memperkirakan USD/KRW akan bergerak di rentang 1.475–1.500, USD/TWD antara 31,5–32,0, USD/IDR di 16.600–16.900, USD/MYR pada 4,200–4,250, dan USD/PHP di kisaran 59–60.

Sejalan dengan itu, Sutopo Widodo juga melihat ruang pelemahan masih terbuka hingga pengujung tahun. Ia memproyeksikan USD/KRW berpotensi berkonsolidasi di atas 1.450, mendekati 1.450–1.480. Sementara itu, USD/TWD diperkirakan akan berada di kisaran 31,00–31,50, USD/IDR berpotensi bergerak di rentang 16.700–17.000, USD/MYR di 4,15–4,20, dan USD/PHP di sekitar 59,00–59,50.

Ringkasan

Pada tanggal 18 November 2025, mayoritas mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Won Korea memimpin pelemahan, diikuti oleh ringgit Malaysia, dolar Taiwan, peso Filipina, yuan China, dan rupiah. Pelemahan ini dipicu oleh perubahan ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga The Fed dan meningkatnya sentimen risk-off akibat kekhawatiran bubble AI dan tensi geopolitik.

Analis memperkirakan tekanan pada valas Asia akan berlanjut hingga akhir tahun. Arah kebijakan The Fed dan langkah bank sentral regional akan menjadi faktor penentu. Proyeksi nilai tukar beberapa mata uang terhadap dolar AS juga dipaparkan, menunjukkan potensi pelemahan lebih lanjut.