Rupiah Loyo Jelang RDG BI: Investor Cemas, Ada Apa?

JAKARTA – Nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa, 21 Oktober 2025. Pergerakan ini sejalan dengan penguatan dolar AS yang dipicu oleh dua sentimen utama: harapan akan berakhirnya penutupan (shutdown) pemerintahan AS dan eskalasi ketegangan geopolitik global.

Mengutip data Bloomberg, rupiah di pasar spot tergelincir 0,07% dan ditutup pada level Rp 16.587 per dolar AS pada Selasa (21/10/2025). Kondisi serupa juga tercermin pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), yang melemah 0,02% menjadi Rp 16.589 per dolar AS, dibandingkan posisi penutupan Senin (20/10/2025) di Rp 16.585 per dolar AS.

Ibrahim Assuaibi, Pengamat mata uang dari PT Laba Forexindo Berjangka, menjelaskan bahwa penguatan dolar AS terutama disebabkan oleh optimisme pelaku pasar mengenai prospek penyelesaian penutupan pemerintah federal. Meskipun penutupan telah berlangsung selama 21 hari tanpa tanda-tanda mereda, secercah harapan muncul setelah para senator AS kembali mengadakan pembahasan rancangan pendanaan baru.

Selain faktor domestik AS, lanskap geopolitik global yang memanas turut berkontribusi pada sentimen pasar. Konflik di Timur Tengah kembali memanas menyusul serangan udara Israel ke Jalur Gaza, sementara Rusia menghadapi gangguan produksi minyak akibat serangan drone ke fasilitas energi di wilayah Volga. “Situasi global yang tidak menentu membuat pelaku pasar cenderung mencari aset aman, dan dolar AS menjadi pilihan utama,” tambah Ibrahim.

Dari ranah domestik, perhatian pasar tertuju pada evaluasi pemerintah terhadap efektivitas kebijakan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA), sesuai dengan PP Nomor 8 Tahun 2025. Presiden Prabowo Subianto dikabarkan menilai bahwa kewajiban penempatan 100% DHE SDA selama 12 bulan di dalam negeri belum memberikan dampak signifikan terhadap cadangan devisa. Tercatat, cadangan devisa pada akhir September 2025 berada di angka US$148,7 miliar, menunjukkan penurunan selama tiga bulan berturut-turut.

Pelaku pasar juga menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dijadwalkan pada Rabu (22/10/2025). Konsensus pasar mengindikasikan perkiraan bahwa BI akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5%. Langkah ini diharapkan dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global yang ada.

Ibrahim Assuaibi memproyeksikan bahwa untuk perdagangan Rabu (22/10/2025), pergerakan rupiah akan fluktuatif, namun diperkirakan akan ditutup melemah di kisaran Rp 16.580 hingga Rp 16.610 per dolar AS. Menurutnya, pelemahan ini masih akan didorong oleh dominasi dolar AS serta sikap kehati-hatian investor menjelang pengumuman keputusan suku bunga BI.

Sementara itu, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, juga melihat pelemahan rupiah sebagai imbas dari penguatan dolar AS yang berkelanjutan, ditambah dengan sikap wait and see pelaku pasar menjelang RDG BI dan perkembangan negosiasi dagang antara AS dan China. “Rupiah diperkirakan masih akan tertekan oleh penguatan dolar AS, namun investor cenderung menunggu hasil RDG BI besok dan perkembangan perundingan tarif antara China dan Amerika Serikat,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (21/10/2025).

Lukman memperkirakan, rupiah akan bergerak fluktuatif dalam rentang Rp 16.500 hingga Rp 16.650 per dolar AS untuk perdagangan Rabu (22/10/2025). Menurut analisisnya, pergerakan rupiah cenderung terbatas karena pasar sebagian besar sudah mengantisipasi arah kebijakan yang akan diambil oleh Bank Indonesia.

Ringkasan

Pada tanggal 21 Oktober 2025, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS, dipicu oleh penguatan dolar AS akibat optimisme penyelesaian shutdown pemerintah AS dan ketegangan geopolitik global. Pasar juga menanti hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.

Para analis memperkirakan rupiah akan terus fluktuatif dan cenderung melemah, dipengaruhi oleh sentimen dolar AS yang kuat dan sikap hati-hati investor menjelang pengumuman kebijakan suku bunga BI. Selain itu, perkembangan negosiasi dagang antara AS dan China turut memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.