JAKARTA. Kurs rupiah menunjukkan performa yang perkasa pekan ini, mengakhiri perdagangan dengan penguatan signifikan. Namun, pergerakan mata uang Garuda pada pekan depan akan sangat ditentukan oleh berbagai faktor krusial, terutama keputusan rapat kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) yang dinanti-nantikan pasar global.
Mengacu pada data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (12/9/2025), nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat menguat menjadi Rp 16.375 per dolar AS. Capaian ini menandai peningkatan 0,53% dari posisi perdagangan sebelumnya. Sepanjang pekan, rupiah telah mempertahankan momentum positifnya, menguat 0,35% dari level Rp 16.433 pada pekan lalu. Senada, data Jisdor Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan rupiah sebesar 0,47% menjadi Rp 16.391 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya, serta menguat 0,29% dalam sepekan terakhir.
Rupiah Menguat ke Rp 16.375 Hari Ini (12/9), Pasar Menunggu Arah Bunga The Fed
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menganalisis bahwa penguatan rupiah dalam sepekan terakhir didukung kuat oleh ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Keyakinan ini semakin menguat setelah rilis data inflasi Amerika Serikat yang lebih jinak serta peningkatan klaim pengangguran, yang secara kolektif mengindikasikan bahwa siklus pelonggaran moneter di AS mungkin akan segera berlanjut. Kondisi ini tercermin dari penurunan indeks dolar AS sepanjang pekan ini.
Selain itu, dari sisi domestik, Josua menyoroti penurunan imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun sebesar 7 basis poin dalam sepekan, mencapai sekitar 6,33%. Hal ini menjadi indikator positif yang menunjukkan meningkatnya kepercayaan investor terhadap aset-aset berdenominasi rupiah.
Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 16.375 Per Dolar AS Hari Ini (12/9), Paling Kuat di Asia
Melangkah ke pekan depan, Josua memperkirakan bahwa pergerakan mata uang Garuda akan sangat dipengaruhi oleh hasil rapat The Fed. Selain itu, sejumlah data ekonomi global yang dijadwalkan rilis juga akan menjadi penentu penting, termasuk data penjualan ritel AS, neraca perdagangan Eurozone, dan angka inflasi Jepang. Menurut Josua, apabila data ekonomi AS cenderung melemah, potensi tekanan terhadap dolar AS akan semakin besar, sehingga dapat memberikan dorongan lebih lanjut bagi penguatan rupiah.
Tidak kalah penting, keputusan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada 17 September mendatang juga akan berdampak signifikan terhadap rupiah. Pasar umumnya memperkirakan BI akan menahan suku bunga. Namun, Josua menambahkan bahwa sinyal kuat terkait stabilisasi nilai tukar dan koordinasi kebijakan fiskal yang solid dapat semakin memperkuat kepercayaan investor terhadap aset domestik.
Meskipun demikian, risiko tetap membayangi dari ketidakpastian politik domestik serta fluktuasi harga komoditas global, yang berpotensi menahan laju penguatan rupiah. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Josua menaksir bahwa rupiah pada sepekan ke depan akan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat terbatas, diperkirakan berada dalam rentang Rp 16.300–Rp 16.450 per dolar AS.
Ringkasan
Rupiah menunjukkan penguatan signifikan pada pekan ini, ditutup pada Rp 16.375 per dolar AS. Penguatan ini didukung oleh ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed, didorong oleh data inflasi AS yang lebih jinak dan peningkatan klaim pengangguran. Selain itu, penurunan imbal hasil obligasi Indonesia juga menunjukkan meningkatnya kepercayaan investor terhadap aset rupiah.
Pergerakan rupiah pekan depan akan sangat dipengaruhi oleh hasil rapat The Fed dan rilis data ekonomi global seperti penjualan ritel AS, neraca perdagangan Eurozone, dan inflasi Jepang. Keputusan suku bunga Bank Indonesia juga akan berdampak signifikan, dengan harapan pasar akan penahanan suku bunga. Meskipun begitu, ketidakpastian politik domestik dan fluktuasi harga komoditas global tetap menjadi risiko yang perlu diperhatikan. Rupiah diperkirakan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat terbatas di rentang Rp 16.300–Rp 16.450 per dolar AS.