KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah menunjukkan dinamika menarik di akhir pekan. Pada Jumat (15/8/2025), rupiah spot tercatat melemah 0,33% ke level Rp 16.169 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun, dalam skala mingguan, mata uang Garuda ini justru menampilkan kinerja impresif dengan penguatan sebesar 0,77%.
Pelemahan dolar AS menjadi faktor pendorong utama bagi penguatan mata uang regional. Indeks dolar sendiri tertekan, turun dari 98,25 menjadi 98,10 pada akhir pekan lalu. Kondisi ini memberikan ruang bagi sejumlah mata uang Asia untuk bangkit, dengan rupiah memimpin kenaikan signifikan secara mingguan.
Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, memandang prospek mata uang Asia secara umum sangat positif di tengah tren pelemahan dolar AS ini. Menurutnya, situasi demikian secara signifikan mendorong arus modal masuk ke pasar negara berkembang, yang pada gilirannya memperkuat permintaan terhadap mata uang lokal.
“Pelemahan dolar sering kali mendorong investor untuk mencari aset dengan imbal hasil yang lebih tinggi di luar AS, seperti obligasi dan saham di Asia. Arus modal masuk inilah yang menjadi pendorong utama penguatan mata uang regional,” jelas Sutopo kepada KONTAN, Jumat (15/8/2025).
Dalam sepekan terakhir, rupiah memang mencatatkan kenaikan tertinggi di antara mata uang lain dengan penguatan 0,77%. Diikuti oleh ringgit Malaysia yang menguat 0,53%, dan yen Jepang dengan kenaikan 0,25%.
Sutopo menambahkan, rupiah dianggap sebagai salah satu mata uang yang paling menarik. Hal ini didukung oleh stabilitas makroekonomi Indonesia serta kebijakan moneter yang hati-hati dan terukur dari Bank Indonesia.
Selain rupiah, ringgit Malaysia juga dipandang cukup prospektif, terutama dengan dukungan harga komoditas seperti minyak sawit dan gas alam yang stabil. Sementara itu, yen Jepang tetap menjadi pilihan favorit investor sebagai aset safe haven, terutama di tengah kondisi ketidakpastian global yang masih berlangsung.
Meskipun tren positif saat ini mendominasi, Sutopo mengingatkan akan adanya potensi koreksi. Risiko ini dapat muncul jika arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) berubah menjadi lebih hawkish, atau jika data ekonomi domestik menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Selain itu, ketegangan geopolitik global juga berpotensi memicu arus dana kembali ke dolar AS, yang dapat menekan mata uang regional.
Untuk pekan mendatang, Sutopo menyoroti Simposium Jackson Hole sebagai agenda paling krusial yang akan menjadi perhatian utama pelaku pasar global.
“Pidato para pejabat The Fed, khususnya ketua bank sentral AS, akan menjadi petunjuk penting mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Jika ada sinyal penundaan pemangkasan suku bunga, dolar AS berpotensi kembali menguat,” terang Sutopo.
Selain Simposium Jackson Hole, rilis data penting lainnya seperti harga impor AS, sentimen konsumen, data penjualan ritel AS, serta perkembangan ekonomi di China juga akan menjadi faktor penentu signifikan dalam pergerakan pasar valuta asing dalam waktu dekat.
Ringkasan
Rupiah tercatat melemah 0,33% pada Jumat (15/8/2025) menjadi Rp 16.169 per dolar AS, namun secara mingguan menguat 0,77%. Pelemahan dolar AS menjadi pendorong utama penguatan mata uang regional, dimana rupiah memimpin kenaikan signifikan. Kondisi ini mendorong arus modal masuk ke pasar negara berkembang dan meningkatkan permintaan terhadap mata uang lokal.
Rupiah dianggap menarik didukung stabilitas makroekonomi dan kebijakan moneter Bank Indonesia. Meskipun tren positif mendominasi, potensi koreksi dapat terjadi jika The Fed bersikap hawkish atau data ekonomi domestik melemah. Simposium Jackson Hole dan rilis data ekonomi AS serta perkembangan di China akan menjadi faktor penentu pergerakan pasar valuta asing.