Sektor perbankan Indonesia kini berada di ambang fase yang lebih kokoh dan sehat, didorong oleh dua pilar utama: suntikan likuiditas Pemerintah senilai Rp 200 triliun dan total pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) sebesar 125 bps. Kombinasi kebijakan ini secara signifikan berhasil menekan biaya dana (funding cost) perbankan, membuka jalan bagi peningkatan kinerja.
Menurut riset terbaru dari RHB Sekuritas yang dirilis pada 10 Oktober 2025, analis Andrey Wijaya mengidentifikasi tiga emiten bank yang menonjol dan berpotensi menjadi ‘pemenang’ di tengah iklim positif ini. Mereka adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Kenaikan kinerja signifikan, khususnya terlihat dari peningkatan laba dan margin bunga bersih (NIM) yang kuat pada Agustus 2025, menjadi indikator utama keberhasilan mereka.
Data RHB Sekuritas juga menunjukkan bahwa biaya kredit (cost of credit) bank-bank yang berada dalam cakupan risetnya terpantau stabil di level 1,4%. Stabilitas ini merupakan cerminan dari peningkatan kualitas aset, yang didukung oleh strategi perbankan dalam mengerek porsi dana murah CASA (Current Account Savings Account) menjadi 71% pada Agustus 2025, naik dari 70,3% pada Agustus 2024. Selain itu, likuiditas sektor perbankan turut menguat, tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang membaik menjadi 87,8%, turun dari 88,7% pada periode delapan bulan tahun 2024. Hal ini menunjukkan pengelolaan dana yang semakin efisien.
Dengan fundamental yang semakin solid, Andrey Wijaya optimis bahwa sektor perbankan Indonesia berada dalam jalur yang tepat untuk pemulihan yang lebih substansial hingga tahun 2026. Ia menegaskan, “Sektor perbankan Indonesia sedang mengalami transisi menuju fase yang lebih sehat seiring dengan membaiknya likuiditas dan tren penurunan biaya dana.” Pendorong utama di balik tren positif ini adalah penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di bank-bank BUMN serta dampak penuh dari penurunan suku bunga BI total 125 bps yang mulai terasa intensif sejak akhir kuartal III-2025. Andrey memproyeksikan, “Bank-bank menengah dan syariah akan memimpin momentum pertumbuhan awal, sementara bank besar diproyeksikan mencatat pemulihan margin dan laba yang lebih kuat pada kuartal IV-2025 hingga 2026,” seiring dengan efek domino dari stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang lebih longgar.
Andrey lebih lanjut merinci bahwa meskipun fundamental bank-bank di Indonesia dalam cakupan risetnya menunjukkan keragaman, namun secara keseluruhan terjadi perbaikan bertahap sepanjang delapan bulan pertama tahun 2025. Ia menekankan, “Bank-bank menengah dan bank syariah seperti BBTN, BRIS, dan BBCA muncul sebagai pemenang awal dari pelonggaran kebijakan moneter.” Secara agregat, pendapatan operasional sebelum provisi (PPOP) sektor perbankan memang sedikit menurun 0,5% secara tahunan, dan laba bersih turun 3,2% secara tahunan. Penurunan ini disebabkan oleh tekanan margin dan biaya operasional yang lebih tinggi, yang sedikit mengimbangi keuntungan dari likuiditas yang membaik. Namun, di antara yang lain, BBTN menorehkan kinerja impresif dengan rebound PPOP terkuat sebesar 83,6% dan kenaikan laba sebesar 10,5%, berkat penyesuaian pendapatan bunga dan pengendalian biaya yang efektif.
Dalam analisisnya, RHB Sekuritas juga menyoroti konsistensi pertumbuhan BBCA yang ditopang oleh kekuatan basis CASA-nya yang solid. Sementara itu, BRIS terus memimpin di segmen perbankan syariah melalui ekspansi pembiayaan yang agresif dan pertumbuhan laba yang stabil. Kontrasnya, bank-bank BUMN besar seperti BBRI, Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI) masih menghadapi tantangan. Laba bersih mereka cenderung lebih lemah, terutama akibat penyempitan spread NIM dan perlambatan pendapatan berbasis komisi.
Secara agregat, pertumbuhan kredit perbankan tercatat melambat, hanya mencapai 8,2% secara tahunan, jauh di bawah angka 13% pada tahun sebelumnya. Namun, beberapa bank berhasil menunjukkan kinerja prima, dengan BRIS memimpin pertumbuhan kredit sebesar 13,6% dan BBCA mengikuti dengan kenaikan 9,3%. Di sisi lain, BBRI mencatat pertumbuhan kredit yang lebih moderat, sejalan dengan pendekatan yang lebih konservatif pada ekspansi segmen mikro. Adapun NIM sektor perbankan secara keseluruhan mengalami penurunan menjadi 5%, dipicu oleh repricing simpanan dan ketatnya kompetisi. Meskipun demikian, BBCA tetap mempertahankan NIM tertinggi di industri sebesar 5,8%, diikuti oleh BRIS dengan 5,4%, dan BBTN di 3,7%. Tingginya NIM pada bank-bank ini menjadi indikator kuat dari efektivitas pemanfaatan likuiditas yang membaik.
Kualitas aset perbankan pun tetap terjaga solid, tercermin dari biaya kredit (CoC) yang stabil di level 1,4%. BBCA kembali menunjukkan keunggulan dengan CoC terendah di 0,5%, diikuti oleh BRIS yang stabil di 0,9%. Andrey Wijaya menilai, “Kondisi ini mencerminkan disiplin manajemen risiko dan membaiknya kualitas peminjam.” Dari sisi pendanaan, sektor perbankan juga mengalami perbaikan signifikan, ditandai dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 9,3% secara tahunan hingga Agustus 2025. Pertumbuhan DPK ini utamanya didorong oleh peningkatan porsi CASA yang mencapai 71%, dengan BBCA, BMRI, dan BBNI sebagai pemimpin dalam penghimpunan dana. Rasio LDR yang berada di level 87,8% menegaskan bahwa bank-bank tetap sangat likuid dan masih memiliki kapasitas yang memadai untuk ekspansi penyaluran kredit.
Melihat prospek yang cerah ini, RHB Sekuritas secara konsisten menetapkan rekomendasi Overweight untuk sektor perbankan Indonesia. Andrey Wijaya meyakini bahwa dengan dukungan fiskal pemerintah yang substansial dan tren penurunan suku bunga, sektor ini memiliki potensi besar untuk mengalami pemulihan menyeluruh yang berkelanjutan, dimulai dari kuartal IV tahun ini hingga tahun depan. “Bank-bank menengah (mid tier) dan syariah akan terus memimpin pertumbuhan, sementara bank besar akan menyusul dengan rebound margin dan laba yang lebih kuat,” pungkasnya, menandakan optimisme terhadap diversifikasi sumber pertumbuhan di dalam industri.
Sebagai panduan investasi, RHB Sekuritas merekomendasikan beberapa pilihan saham sektor perbankan. BBCA menjadi pilihan utama dengan rekomendasi beli dan target harga Rp 10.260 per saham, didasari oleh kinerja solidnya, porsi CASA yang tinggi, dan efisiensi operasional yang unggul. BRIS juga disarankan untuk dibeli, dengan target harga Rp 3.500 per saham, berkat pertumbuhan pembiayaan syariah yang kuat dan manajemen risiko yang efektif. Selanjutnya, saham BBTN direkomendasikan beli dengan target harga Rp 1.430 per saham, didukung oleh pemulihan tajam, efisiensi yang meningkat, dan prospek spin-off unit syariahnya. Tak ketinggalan, BBRI juga dinilai memiliki potensi rebound yang menjanjikan, dengan rekomendasi beli dan target harga Rp 4.300 per saham, ditopang oleh stabilitas segmen kredit mikro dan perbaikan margin.
Selain keempat saham unggulan tersebut, RHB Sekuritas juga mencakup total sembilan bank dalam analisisnya. Uniknya, hanya PT Bank BJB Tbk (BJBR) yang mendapatkan rekomendasi jual dengan target harga Rp 710 per saham. Sementara itu, bank-bank lain seperti PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dengan target harga Rp 2.300, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) di Rp 5.300, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) di Rp 4.700, dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) di Rp 390, seluruhnya mendapatkan rekomendasi beli, melengkapi daftar rekomendasi investasi yang prospektif dari RHB Sekuritas di tengah geliat pemulihan sektor perbankan.