Ifonti.com, Jakarta – Dinamika pasar modal Indonesia menunjukkan pergeseran menarik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini tidak hanya ditopang oleh saham-saham berkapitalisasi pasar besar atau big caps, melainkan juga oleh kontribusi signifikan dari saham-saham dengan nilai kapitalisasi menengah. Pergeseran ini menandakan resiliensi dan potensi pertumbuhan yang lebih merata di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Meskipun pada akhir perdagangan Jumat (15/8) IHSG ditutup melemah 0,41% ke level 7.898,37, performa sepanjang tahun berjalan justru menunjukkan kekuatan. Indeks komposit ini telah melesat 11,56% secara year to date. Lebih impresif lagi, kinerja indeks khusus saham-saham berkapitalisasi kecil dan menengah, IDX SMC Composite, berhasil melampaui IHSG dengan penguatan mencapai 12,47% secara year to date. Ini menggarisbawahi peran krusial saham menengah dalam pergerakan pasar.
Penguatan pasar ini, menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, adalah refleksi langsung dari perkembangan fundamental perusahaan yang tercatat di BEI. Mahendra menjelaskan, “Secara umum, kenaikan IHSG bukan saja menggambarkan kinerja dan fundamental perusahaan besar tetapi justru yang kuat dari kinerja emiten di papan menengah.” Ia juga menambahkan bahwa penguatan IHSG tidak hanya didorong oleh konstituen indeks LQ45, melainkan juga oleh saham-saham di luar indeks unggulan tersebut, menandakan kinerja solid yang hampir merata di berbagai sektor. Lebih lanjut, Mahendra menyoroti bahwa sentimen positif terhadap kondisi ekonomi makro dan perkembangan global yang semakin pasti turut menjadi pendorong utama penguatan IHSG.
Menganalisis fenomena ini, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, mengungkapkan bahwa penguatan saham-saham berkapitalisasi pasar menengah mengindikasikan pergeseran fokus investor ke saham lapis kedua. Ekky menjelaskan kepada Kontan pada Senin (18/8/2025), “Penguatan saham lapis kedua ini erat kaitannya dengan keluarnya dana asing di awal tahun, yang kemudian mendorong investor domestik untuk melakukan rotasi portofolio.”
Rotasi portofolio ini, lanjut Ekky, dimulai dari saham-saham lapis kedua yang menunjukkan potensi perbaikan kinerja, seperti emiten di sektor emas. Setelah itu, pergerakan investasi beranjak ke saham-saham milik konglomerat, dan kemudian ke emiten yang akan menggelar aksi korporasi. Ini menunjukkan strategi adaptif investor dalam merespons dinamika pasar.
Meski demikian, Ekky juga mencermati bahwa kembalinya dana asing ke pasar berpotensi membuka penguatan kembali pada saham-saham big caps. Namun, saham-saham dengan kapitalisasi menengah tetap menjadi alternatif yang sangat menarik, khususnya bagi investor yang mencari peluang diversifikasi portofolio. Oleh karena itu, investor disarankan untuk lebih selektif. Pasalnya, setelah reli tajam yang terjadi, potensi profit taking pada saham-saham ini tentu ada. Ekky menyarankan agar saham lapis kedua lebih cocok untuk transaksi trading jangka pendek.
Untuk investasi jangka menengah, Ekky menyarankan agar investor memilih saham-saham dengan fundamental yang kuat, rencana ekspansi yang jelas, dan valuasi yang masih menarik. Senada dengan pandangan tersebut, Miftahul Khaer, Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, menimpali bahwa saham-saham berkapitalisasi pasar menengah masih sangat menarik untuk dicermati, asalkan investor mampu menentukan waktu yang tepat untuk masuk.
Miftahul Khaer merekomendasikan saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), atau Mitratel, sebagai pilihan yang menarik. Alasannya, seiring dengan perbaikan kinerja dari entitas usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) tersebut, Kiwoom Sekuritas memberikan rekomendasi trading buy untuk MTEL dengan target harga Rp 680. Sementara itu, dari sektor properti, Ekky Topan menyoroti saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Di sektor perbankan digital, pilihannya jatuh pada PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB). Terakhir, saham PT Petrosea Tbk (PTRO) juga dinilai masih menarik, terutama menjelang momentum pengumuman rebalancing indeks MSCI.
Ringkasan
IHSG menunjukkan penguatan yang tidak hanya didukung oleh saham-saham berkapitalisasi besar, tetapi juga oleh saham lapis kedua. Hal ini tercermin dari kinerja IDX SMC Composite yang melampaui IHSG secara year to date, mengindikasikan resiliensi dan potensi pertumbuhan merata. Ketua OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa penguatan ini mencerminkan perkembangan fundamental perusahaan dan didorong oleh sentimen positif terhadap kondisi ekonomi makro.
Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menjelaskan bahwa penguatan saham lapis kedua berkaitan dengan rotasi portofolio investor domestik akibat keluarnya dana asing. Meskipun dana asing berpotensi kembali ke saham big caps, saham lapis kedua tetap menarik untuk diversifikasi, terutama untuk trading jangka pendek. Analis merekomendasikan saham dengan fundamental kuat, rencana ekspansi jelas, dan valuasi menarik, seperti MTEL, CTRA, SMRA, ARTO, BBYB, dan PTRO.