Sampah Jadi Cuan: Proyek Listrik Danantara Mulai Maret 2026!

Indonesia mengambil langkah serius dalam mengatasi masalah sampah melalui inisiatif ambisius Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Rosan Roeslani, CEO Danantara (Badan Pengelola Dana Investasi), memperkirakan bahwa fase konstruksi proyek PSEL ini akan memakan waktu sekitar dua tahun.

Perkiraan durasi dua tahun tersebut eksklusif dari berbagai tahapan krusial sebelumnya, termasuk persiapan administrasi yang kompleks, diskusi regulasi, serta pembebasan dan penyiapan lahan. Tujuh lokasi strategis telah ditetapkan untuk tahap awal ini, meliputi Bali, Yogyakarta, Bogor Raya, Tangerang Raya, Semarang, Bekasi Raya, dan Medan. Rosan mengungkapkan optimisme untuk melakukan groundbreaking pada Maret 2026, meskipun realisasi target ini sangat bergantung pada tingkat kesiapan masing-masing daerah dalam menyukseskan proyek PSEL. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers usai Rapat Koordinasi Terbatas PSEL di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Jumat (24/10).

Proses tender untuk pengembangan ketujuh proyek PSEL ini sedang berlangsung intensif, menarik perhatian signifikan dari sektor swasta. Tercatat, sebanyak 204 perusahaan telah menyatakan minatnya untuk berpartisipasi sebagai mitra, dengan Danantara berperan sebagai pemegang saham utama. Menariknya, dari jumlah tersebut, 66 di antaranya merupakan perusahaan asing, menandakan adanya ketertarikan global terhadap potensi pengelolaan sampah berkelanjutan di Indonesia. Meskipun demikian, Rosan belum merinci asal negara dari perusahaan-perusahaan internasional tersebut.

Menjelaskan seleksi ketat di balik penetapan lokasi, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa tujuh lokasi yang dipilih merupakan hasil penyaringan dari 34 pilihan awal. Kementerian telah melakukan serangkaian uji kelayakan menyeluruh di setiap lokasi untuk memastikan keberhasilan implementasi proyek PSEL.

“Proses uji kelayakan sedang berjalan. Semuanya melibatkan studi kelayakan komprehensif, mulai dari pengambilan sampel tanah hingga analisis kedalaman tanah yang stabil, demi memastikan setiap detail terpenuhi,” tutur Hanif di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan pada Jumat (24/10). Beliau menekankan bahwa tidak semua kabupaten/kota memenuhi kriteria untuk pembangunan fasilitas PSEL. Bagi daerah yang tidak memenuhi syarat, akan dipertimbangkan metodologi pengolahan sampah lainnya, seperti waste to fuel. Kriteria utama kelayakan mencakup kemampuan daerah atau aglomerasi untuk menghasilkan volume sampah antara 1.500 hingga 2.000 ton per hari, serta ketersediaan lahan dan sumber daya air yang memadai.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan turut menyuarakan ambisi pemerintah, berharap agar jumlah lokasi pengolahan sampah menjadi energi listrik dapat diperluas secara signifikan, dari tujuh menjadi seluruh 34 lokasi yang awalnya dipertimbangkan. Ini menunjukkan visi jangka panjang pemerintah dalam mempercepat transisi menuju energi bersih dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik di seluruh Indonesia.

Ringkasan

Indonesia sedang mengembangkan proyek Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) dengan target groundbreaking pada Maret 2026 di tujuh lokasi: Bali, Yogyakarta, Bogor Raya, Tangerang Raya, Semarang, Bekasi Raya, dan Medan. Proyek ini diperkirakan memakan waktu konstruksi sekitar dua tahun setelah melewati tahap administrasi dan persiapan lahan.

Saat ini, proses tender sedang berlangsung dengan minat yang tinggi dari 204 perusahaan, termasuk 66 perusahaan asing. Lokasi proyek dipilih berdasarkan uji kelayakan komprehensif, termasuk volume sampah harian 1.500-2.000 ton dan ketersediaan lahan serta sumber daya air. Pemerintah memiliki ambisi untuk memperluas proyek PSEL ke lebih banyak lokasi di masa depan.