Short Selling di Pasar Bullish: Untung atau Buntung?

JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) akan segera membuka gerbang bagi transaksi short selling di pasar saham, sebuah langkah yang dijadwalkan efektif mulai 29 September 2025. Kebijakan inovatif ini disambut positif oleh para analis, terutama di tengah optimisme terhadap kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus menunjukkan tren positif.

Sebagai informasi fundamental, short selling adalah strategi perdagangan di mana investor menjual efek yang sebenarnya tidak mereka miliki. Efek tersebut dipinjam dari pialang dengan harapan dapat membeli kembali pada harga yang lebih rendah di kemudian hari, sehingga mereka bisa mengembalikan efek pinjaman dan meraih keuntungan dari selisih harga. Praktik ini sangat berguna saat pasar saham mengalami tren penurunan, memungkinkan investor untuk tetap berpotensi meraup keuntungan bahkan ketika harga aset sedang terkoreksi.

Namun, dalam fase awal implementasi transaksi short selling ini, BEI memberlakukan serangkaian pembatasan yang ketat. Hanya dua anggota bursa yang diizinkan untuk menyediakan fasilitas ini, yaitu Ajaib Sekuritas dan Semesta Indovest. Selain itu, daftar saham yang dapat diperdagangkan melalui mekanisme short selling juga dibatasi secara spesifik.

Total ada sepuluh saham unggulan yang masuk dalam daftar ini: BBCA, BBNI, BBRI, BMRI, ADRO, ASII, BRPT, SMRA, MBMA, dan TLKM. Pembatasan ini bertujuan untuk memastikan penerapan yang terkontrol dan meminimalkan risiko di awal.

Direktur Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus, menyambut baik kebijakan ini. Menurutnya, transaksi short selling berpotensi signifikan untuk meningkatkan nilai transaksi di pasar jika dieksekusi dengan strategi yang tepat. Ia menjelaskan bahwa selama ini, mayoritas investor cenderung bersikap wait and see atau menunda perdagangan saat kinerja pasar saham sedang lesu. Dengan demikian, short selling menawarkan solusi.

“Adanya short selling memungkinkan investor untuk tetap aktif bertransaksi dan memperoleh keuntungan, bahkan saat pasar sedang mengalami koreksi atau tren menurun,” tutur Daniel, pada Senin (22/9/2025), menggarisbawahi fleksibilitas baru bagi pelaku pasar.

Senada, Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, menyoroti aspek likuiditas dan efisiensi pasar. Ia berpendapat bahwa kebijakan short selling akan membawa dampak positif karena memperkaya variasi strategi perdagangan bagi investor, yang pada gilirannya diharapkan dapat mendorong peningkatan volume transaksi di bursa saham.

Namun, Harry mengingatkan bahwa dampak positif ini sangat bergantung pada komitmen BEI dalam memastikan mekanisme pengawasan dan edukasi yang efektif. Ini krusial agar transaksi short selling tidak justru menimbulkan sentimen negatif yang berlebihan di pasar. Ia juga menambahkan bahwa dalam kondisi pasar saat ini, short selling sangat menarik, khususnya bagi trader aktif yang ingin memanfaatkan peluang koreksi harga saham dalam jangka pendek setelah periode rally.

“Keuntungan fundamental dari short selling adalah fleksibilitasnya; investor tidak hanya berkesempatan meraih imbal hasil saat harga saham melonjak, tetapi juga ketika harga sedang terkoreksi atau mengalami penurunan,” jelas Harry Su pada Senin (22/9/2025). Baik Harry maupun Daniel Agustinus secara kompak menekankan bahwa analisis teknikal yang cermat dan timing transaksi yang presisi merupakan faktor penentu keberhasilan bagi investor yang berniat mencoba strategi ini. Mereka memperingatkan, dalam transaksi short selling, kesalahan momentum dapat berujung pada kerugian fatal.

“Maka dari itu, investor sangat disarankan untuk senantiasa mencermati pergerakan harga dan memperdalam analisis teknikal mereka sebelum memutuskan untuk melakukan transaksi short selling,” Daniel kembali mengingatkan, menegaskan pentingnya persiapan dan kehati-hatian.

Mengenai pilihan saham, Daniel Agustinus merekomendasikan ASII, ADRO, dan MBMA sebagai saham yang menarik untuk dikoleksi oleh investor melalui strategi buy on weakness dalam konteks short selling ini. Di sisi lain, Harry Su lebih menyoroti saham-saham berkapitalisasi besar dan memiliki likuiditas tinggi. Ia menyebut BBCA, BBRI, BMRI, dan ASII sebagai kandidat kuat yang sangat menarik untuk transaksi short selling.

“Tingginya likuiditas pada saham-saham ini akan menjadikan mekanisme short selling jauh lebih efisien, dengan spread harga yang lebih ketat, dan tentunya akan mempermudah eksekusi transaksi,” pungkas Harry, menjelaskan alasan di balik rekomendasinya, sekaligus memberikan gambaran komprehensif tentang potensi dan tantangan transaksi short selling di pasar modal Indonesia.

Ringkasan

Bursa Efek Indonesia (BEI) akan membuka transaksi short selling mulai 29 September 2025, dengan pembatasan awal pada anggota bursa dan daftar saham yang diperdagangkan. Short selling memungkinkan investor menjual saham pinjaman dengan harapan membelinya kembali dengan harga lebih rendah, sehingga mendapatkan keuntungan saat harga turun. Kebijakan ini diharapkan meningkatkan aktivitas perdagangan, terutama saat pasar mengalami koreksi.

Para analis menyambut baik kebijakan ini, namun menekankan pentingnya pengawasan dan edukasi efektif dari BEI untuk mencegah sentimen negatif. Keberhasilan strategi short selling bergantung pada analisis teknikal yang cermat dan penentuan waktu transaksi yang tepat, di mana kesalahan momentum dapat menyebabkan kerugian. Beberapa saham yang direkomendasikan untuk short selling termasuk ASII, ADRO, MBMA, BBCA, BBRI, dan BMRI karena likuiditasnya.