SIDO: Segmen Herbal Jadi Penopang? Analisis & Rekomendasi Saham

Ifonti.com – JAKARTA. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) menghadapi tantangan kinerja pada semester I – 2025 dengan penurunan pendapatan dan laba bersih. Meskipun demikian, prospek paruh kedua tahun ini dan akhir tahun diproyeksikan akan lebih cerah, didorong oleh perkiraan puncak musim hujan yang secara historis menopang permintaan produk-produk unggulan SIDO.

Pada semester I – 2025, SIDO membukukan penurunan pendapatan sebesar 4% secara year on year (yoy) menjadi Rp 1,83 triliun. Penurunan ini turut menyeret laba bersih perseroan yang terkoreksi 1,32% yoy, mencapai Rp 600 miliar.

Ezaridho Ibnutama, Analis NH Korindo Sekuritas, menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi menjadi pemicu utama di balik penurunan pendapatan yang terjadi di ketiga segmen bisnis SIDO. Segmen herbal dan suplemen turun 3% yoy menjadi Rp 1,08 triliun, segmen makanan dan minuman merosot 4% yoy, sementara segmen farmasi mencatat penurunan 5%. Sebagai respons atas kondisi tersebut, perusahaan telah memperketat anggaran untuk penjualan dan pemasaran, yang terlihat dari penyusutan sebesar 11% yoy menjadi Rp 230 miliar, sebagaimana disampaikan Ezaridho dalam risetnya pada 16 Oktober 2025.

Meskipun demikian, Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), memandang prospek kinerja SIDO pada kuartal IV – 2025 masih cukup menjanjikan. Periode ini, yang bertepatan dengan musim hujan dan akhir tahun, secara tradisional meningkatkan permintaan produk herbal dan vitamin. Wafi menuturkan kepada Kontan, Senin (27/10/2025), “Secara historis, kuartal IV memang menjadi kuartal terkuat buat SIDO karena efek musim dan spending rumah tangga yang naik.”

Namun, Wafi juga mengidentifikasi sejumlah tantangan yang mungkin dihadapi SIDO, termasuk tekanan biaya dari bahan baku impor seperti kemasan dan ekstrak bahan herbal tertentu, yang berpotensi menekan margin keuntungan. Selain itu, persaingan di pasar produk kesehatan dan minuman herbal yang kian ketat menuntut SIDO untuk terus agresif dalam inovasi produk dan strategi pemasaran. Momen akhir tahun diharapkan menjadi katalis kuat, terutama dengan potensi peningkatan permintaan vitamin, minuman herbal, dan suplemen yang umumnya melonjak pada Desember hingga Januari. Adapun sentimen yang perlu dicermati untuk mengukur kinerja SIDO hingga akhir tahun antara lain stabilitas daya beli masyarakat, tren konsumsi akhir tahun, dan proyeksi inflasi. “Jika semua relatif terjaga, harusnya SIDO bisa tutup tahun dengan pertumbuhan single digit di pendapatan dan laba,” imbuh Wafi.

Senada dengan pandangan positif untuk semester II, Muhamad Heru Mustofa, Analis Phintraco Sekuritas, memperkirakan laba bersih SIDO akan stabil sepanjang tahun 2025. Estimasi ini didasarkan pada potensi pertumbuhan pendapatan yang masih terbatas akibat daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, terutama di segmen menengah ke bawah. Heru mengulas kembali data semester I – 2025, di mana penurunan laba bersih 1,32% yoy menjadi Rp 600 miliar seiring dengan penurunan pendapatan, turut menyebabkan laba usaha turun sebesar 1,75% yoy menjadi Rp 746 miliar. “Ke depannya, kami memperkirakan permintaan yang lebih baik pada semester II – 2025, seiring dengan perkiraan puncak musim hujan yang akan terjadi pada November 2025 hingga Februari 2026, yang berpotensi meningkatkan permintaan produk Tolak Angin SIDO,” jelas Heru dalam risetnya pada 2 Oktober 2025.

Heru menambahkan bahwa industri kimia, farmasi, dan obat tradisional masih memiliki ruang pertumbuhan yang signifikan dalam jangka panjang. Hal ini tercermin dari tren Produk Domestik Bruto (PDB) industri ini yang terus pulih pasca-Covid-19, serta aktivitas manufaktur yang tetap berada dalam zona ekspansif pada triwulan II-2025 dan stabil selama setahun terakhir. Kondisi ini menunjukkan kekuatan fundamental industri. Menurut Heru, SIDO adalah pemimpin pasar untuk produk flu biasa, dengan merek Tolak Angin yang mendominasi. Didukung oleh fasilitas produksi bersertifikasi farmasi, Tolak Angin SIDO hadir dalam berbagai varian dan berhasil mempertahankan pangsa pasar sebesar 73% di domestik pada semester I – 2025. Lebih lanjut, produk Tolak Angin dan Kuku Bima Ener-G! SIDO juga telah berhasil menembus pasar global, dengan fokus utama di Malaysia, Filipina, dan Nigeria, menunjukkan daya saing produk SIDO yang diharapkan mendorong pertumbuhan jangka panjang.

Sebagai penutup analisis, Ezaridho memproyeksikan pendapatan SIDO pada tahun 2025 dapat mencapai Rp 4,12 triliun, dengan laba bersih sekitar Rp 1,19 triliun. Angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2024 yang membukukan pendapatan Rp 3,91 triliun dan laba bersih Rp 1,17 triliun. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, ketiga analis, Ezaridho, Wafi, dan Heru, secara kolektif merekomendasikan “beli” untuk saham SIDO, dengan target harga masing-masing Rp 700 per saham, Rp 880 per saham, dan Rp 635 per saham.

Ringkasan

PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih pada semester I-2025 akibat perlambatan ekonomi yang mempengaruhi semua segmen bisnisnya. Namun, perusahaan memperketat anggaran penjualan dan pemasaran sebagai respons. Prospek kuartal IV-2025 dinilai menjanjikan karena musim hujan dan peningkatan spending rumah tangga yang secara historis mendongkrak permintaan produk herbal dan vitamin.

Analis merekomendasikan “beli” untuk saham SIDO, dengan target harga yang bervariasi. Mereka memperkirakan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih SIDO pada tahun 2025, didorong oleh potensi peningkatan permintaan Tolak Angin saat musim hujan dan ekspansi ke pasar global. Tantangan yang perlu diwaspadai adalah biaya bahan baku impor dan persaingan pasar yang ketat.