Ifonti.com JAKARTA – Kinerja saham PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) menunjukkan tren pelemahan signifikan sejak awal tahun. Sejumlah analis sepakat bahwa kondisi ini didorong oleh tekanan pada margin keuntungan perusahaan dan pergeseran fokus investor dari sektor defensif.
Hingga perdagangan Selasa, 14 Oktober 2025, pukul 14.27 WIB, harga saham SILO terpantau stagnan di angka Rp 1.870 per saham. Penurunan tajam tercatat sejak awal tahun, di mana saham emiten rumah sakit ini ambles 1.365 poin atau setara 42,13%. Angka ini menempatkan SILO sebagai saham dengan kinerja terpuruk di sektor kesehatan.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menggarisbawahi bahwa kemerosotan kinerja saham SILO terutama disebabkan oleh perlambatan laba bersih dan tekanan margin sepanjang tahun 2025. Data finansial menunjukkan bahwa laba kotor SILO menurun dari Rp 2,36 triliun pada Juni 2024 menjadi Rp 2,30 triliun pada Juni tahun ini. Di saat yang sama, beban pokok pendapatan justru melonjak dari Rp 3,65 triliun menjadi Rp 3,80 triliun, semakin menekan profitabilitas.
Lebih lanjut, Ekky Topan menjelaskan bahwa melambatnya kondisi ekonomi global dan pergeseran minat investor turut memengaruhi harga saham SILO. Menurutnya, saat ini terjadi rotasi sektor di mana aliran dana beralih dari saham-saham defensif, termasuk keuangan, konsumsi, dan kesehatan, menuju sektor yang tengah naik daun seperti komoditas, energi, dan infrastruktur hijau yang dianggap menawarkan potensi pertumbuhan lebih menjanjikan. “Saat ini, aliran dana cenderung berpindah dari saham-saham defensif seperti keuangan, konsumsi, dan kesehatan ke sektor yang sedang populer seperti komoditas, energi, dan infrastruktur hijau, yang dianggap menawarkan potensi pertumbuhan lebih tinggi,” ujar Ekky kepada Kontan, Senin (13/10/2025).
Senada dengan pandangan tersebut, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menambahkan bahwa normalisasi kinerja pascapandemi juga menjadi sentimen negatif yang signifikan bagi SILO. Lonjakan volume pasien dan margin keuntungan tinggi yang dinikmati emiten rumah sakit selama pandemi kini berangsur normal, bahkan menurun di beberapa wilayah operasi.
Data menunjukkan, pada semester I-2025, total rawat inap SILO turun 7,7% secara Year-on-Year (YoY) menjadi 151.489 pasien. Akibatnya, pendapatan dari segmen ini juga menyusut dari Rp 3,39 triliun pada Juni 2024 menjadi Rp 3,25 triliun. Tingkat okupansi SILO pun mengalami penurunan 6,2% YoY menjadi 62,5% pada paruh pertama 2025, dari 68,7% setahun sebelumnya. Selain itu, Wafi menyoroti peningkatan beban gaji tenaga medis dan biaya bahan medis yang kian membebani, sehingga tekanan pada laba bersih semakin kentara dalam laporan kuartal terakhir.
Meskipun menghadapi tantangan, Ekky Topan melihat adanya peluang pemulihan bagi SILO, terutama jika volume pasien kembali meningkat dan strategi efisiensi mulai menunjukkan hasil positif. Potensi sentimen baik dapat muncul dari rencana pemerintah untuk memperluas skema asuransi kesehatan serta potensi penurunan suku bunga, yang secara kolektif bisa mendorong peningkatan konsumsi layanan kesehatan di kalangan masyarakat menengah.
Namun, risiko tetap membayangi, termasuk minimnya aliran dana asing ke sektor kesehatan dan pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi rupiah yang melemah berpotensi meningkatkan biaya impor obat-obatan dan peralatan medis, sehingga menambah tekanan pada beban operasional perusahaan. Sementara itu, Muhammad Wafi menambahkan, ekspansi jaringan rumah sakit baru dan inovasi digitalisasi layanan, seperti telemedisin dan sistem rujukan internal, dapat menjadi kunci untuk menjaga momentum pertumbuhan pendapatan SILO di masa mendatang.
Dari sisi valuasi, Wafi menilai saham SILO kini mulai menarik karena tergolong undervalued jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya. Rasio Price to Book Value (PBV) SILO tercatat 2,2 kali, jauh di bawah rata-rata tiga kali dalam lima tahun terakhir. Ini menandakan potensi nilai intrinsik yang lebih tinggi dari harga pasar saat ini.
“Jadi, buat investor jangka menengah hingga panjang yang tahan volatilitas, saham ini bisa mulai dicicil. Tapi untuk short-term trader, perlu hati-hati karena tren teknikalnya masih sideways to bearish,” saran Wafi. Ia merekomendasikan strategi buy on weakness untuk saham SILO di kisaran harga Rp 1.500 per saham. Sementara itu, Ekky Topan melihat ruang upside saham SILO mulai terbuka jika muncul katalis fundamental baru. Dengan demikian, SILO layak untuk diakumulasi secara bertahap, dengan target jangka menengah di kisaran Rp 2.500 per saham.
Ringkasan
Kinerja saham SILO mengalami penurunan signifikan sejak awal tahun 2025, dipengaruhi oleh tekanan pada margin keuntungan dan pergeseran fokus investor dari sektor defensif. Penurunan laba bersih dan peningkatan beban pokok pendapatan menjadi faktor utama penyebab kemerosotan kinerja saham, diperparah oleh perlambatan ekonomi global dan rotasi sektor investasi.
Normalisasi kinerja pascapandemi juga memberikan sentimen negatif, dengan penurunan rawat inap dan tingkat okupansi rumah sakit. Meskipun demikian, potensi pemulihan tetap ada melalui peningkatan volume pasien, efisiensi operasional, dan dukungan dari kebijakan pemerintah terkait asuransi kesehatan. Analis merekomendasikan strategi *buy on weakness* dan akumulasi bertahap untuk investor jangka menengah dan panjang.