Suku Bunga BI Dipangkas Lagi? Analis Prediksi Turun 25 Bps!

Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia (BI) diproyeksikan akan kembali melakukan langkah strategis dengan memangkas suku bunga acuannya, atau yang dikenal sebagai BI Rate, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dijadwalkan Rabu (22/10/2025). Pemangkasan sebesar 25 basis poin (bps) ini diperkirakan akan menurunkan BI Rate menjadi 4,50 persen.

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, mengonfirmasi proyeksi tersebut. “Kami memproyeksikan RDG BI bulan ini cenderung mempertimbangkan untuk kembali memangkas BI Rate sebesar 25 bps ke 4,50 persen,” ujarnya. Meski demikian, Josua juga menambahkan bahwa ruang untuk jeda masih terbuka lebar bila tekanan di pasar keuangan global kembali meningkat menjelang keputusan The Fed, menunjukkan sikap kehati-hatian yang tetap dijaga BI.

1. Level suku bunga acuan masih di atas level inflasi inti

Keputusan potensial ini didasari oleh beberapa pertimbangan fundamental. Josua menjelaskan bahwa saat ini, tingkat kebijakan suku bunga acuan masih jauh berada di atas level inflasi inti yang relatif stabil, sehingga menjaga suku bunga riil tetap tinggi. Dengan selisih lebih dari 2 persen terhadap perkiraan inflasi inti tahun depan, hal ini memberikan ruang pelonggaran yang memadai tanpa mengorbankan daya beli masyarakat Indonesia.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa kenaikan inflasi yang terjadi pada September lalu terutama berasal dari kelompok pangan yang bergejolak, sementara inflasi inti tidak menunjukkan lonjakan signifikan. Situasi ini mengindikasikan bahwa risiko harga dari sisi permintaan masih terkendali dengan baik, memberikan landasan yang kuat bagi kebijakan moneter yang lebih akomodatif.

Dari sisi pertumbuhan, efek pelonggaran mulai terasa melalui perbaikan likuiditas perbankan, terutama setelah penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank-bank Himbara. Kebijakan ini berperan penting dalam menekan ketergantungan perbankan terhadap dana mahal. Namun, aktivitas domestik belum menunjukkan penguatan yang signifikan, tercermin dari kepercayaan konsumen pada September yang turun ke titik terendah dalam hampir empat tahun terakhir. Oleh karena itu, Josua menyimpulkan, “Kombinasi kebutuhan mendorong pemulihan permintaan dengan tetap menjaga kehati-hatian membuat pilihan pemangkasan terukur tampak logis, alih-alih menunggu terlalu lama hingga siklus kredit benar-benar berbalik.”

2. Alasan rupiah masih terkendali

Selain faktor inflasi dan pertumbuhan, stabilitas nilai tukar rupiah menjadi penentu utama dalam setiap keputusan Bank Indonesia. Meskipun terjadi arus keluar portofolio yang mencapai rekor tertinggi pascapandemi, tekanan di pasar valuta asing (valas) pada September 2025 masih terkendali dengan baik, menunjukkan resiliensi yang patut diperhitungkan.

Menurut Josua, ada tiga penyangga utama yang menjelaskan mengapa pelemahan rupiah tidak sedalam episode-episode sebelumnya. Pertama, surplus perdagangan bahan baku yang melebar, didorong oleh kenaikan ekspor minyak sawit dan logam, secara signifikan menambah pasokan valas di pasar spot. Kedua, intervensi BI yang lebih terdiversifikasi tidak hanya di pasar spot tetapi juga melalui transaksi lindung nilai baik di dalam maupun luar negeri, yang efektif meredam gejolak. “Ketiga, faktor revaluasi cadangan sejalan dengan pergerakan imbal hasil obligasi Amerika, penguatan Euro, dan kenaikan harga emas,” tambah Josua, menunjukkan peran faktor global dalam menjaga cadangan devisa.

3. Dampak bila BI kembali turunkan suku bunga acuan 25 bps

Jika Bank Indonesia benar-benar merealisasikan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 bps, Josua menilai bahwa penurunan bertahap suku bunga kredit dan imbal hasil obligasi tenor pendek kemungkinan besar akan berlanjut. “Efeknya terhadap kredit konsumsi dan modal kerja biasanya tidak seketika, tetapi arah biaya dana perbankan akan turun seiring likuiditas yang lebih longgar,” jelasnya, mengisyaratkan dampak jangka menengah terhadap sektor riil.

Untuk pasar surat utang negara, ruang penguatan harga terbuka pada tenor pendek-menengah, dengan catatan bahwa sentimen global tidak memburuk tajam. Sementara itu, bagi rupiah, pelonggaran yang dikomunikasikan dengan kuat dan didampingi intervensi yang tepat sasaran biasanya tidak akan menimbulkan gejolak yang tidak perlu. Hal ini dikarenakan pasar telah menimbang ruang pelonggaran dari sisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga respons pasar cenderung lebih terukur dan stabil.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) diproyeksikan akan kembali memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,50 persen pada Rapat Dewan Gubernur. Keputusan ini didasari oleh tingkat suku bunga acuan yang masih di atas level inflasi inti, serta kebutuhan untuk mendorong pemulihan permintaan domestik. Meski demikian, BI tetap berhati-hati terhadap potensi tekanan dari pasar keuangan global.

Stabilitas nilai tukar rupiah juga menjadi pertimbangan utama. Surplus perdagangan, intervensi BI yang terdiversifikasi, dan faktor revaluasi cadangan devisa membantu menjaga rupiah tetap terkendali. Jika pemangkasan suku bunga terealisasi, suku bunga kredit dan imbal hasil obligasi tenor pendek diperkirakan akan turun, sementara rupiah diharapkan tetap stabil jika pelonggaran dikomunikasikan dengan baik dan didampingi intervensi yang tepat sasaran.