Kinerja penerimaan pajak hingga Oktober 2025 menunjukkan adanya tantangan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak baru mencapai Rp 1.459,03 triliun hingga akhir Oktober 2025. Angka ini setara dengan 70,2 persen dari target yang ditetapkan, dan mengalami penurunan sebesar 3,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1.517,54 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, “Secara neto sampai akhir Oktober sudah terkumpul Rp 1.459,03 triliun, ini masih di bawah tahun lalu Rp 1.517,54 triliun,” dalam konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Kamis (20/11). Pernyataan ini menggarisbawahi perlunya upaya ekstra untuk mencapai target penerimaan pajak di sisa waktu tahun ini.
Lebih detail, Suahasil menjelaskan bahwa beberapa jenis pajak utama masih berada di zona negatif. Penerimaan PPh Badan, misalnya, baru terkumpul Rp 237,56 triliun, atau turun 9,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan juga terjadi pada PPh Orang Pribadi dan PPh 21 yang baru mencapai Rp 191,66 triliun atau minus 12,8 persen. Sementara itu, PPh Final, PPh 22, dan PPh 26 baru terealisasi Rp 275,57 triliun atau minus 0,1 persen.
Kondisi serupa juga terlihat pada penerimaan PPN dan PPnBM yang realisasinya mencapai Rp 556,61 triliun atau minus 10,3 persen. Di sisi lain, ada catatan positif dari pajak lainnya yang cenderung tumbuh 42,3 persen dengan realisasi Rp 197,61 triliun.
“PPN, PPnBM cukup tinggi artinya ini restitusinya cukup tinggi di sini,” jelas Suahasil, mengindikasikan tingginya pengembalian pajak sebagai salah satu faktor penyebab penurunan.
Strategi Dirjen Pajak Kejar Setoran Akhir Tahun
Menyadari adanya tantangan ini, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memaparkan sejumlah strategi intensif untuk mengejar penerimaan pajak dalam lima minggu terakhir tahun 2025. Fokus utama adalah memaksimalkan seluruh potensi pemungutan yang ada.
“Yang pertama itu menghabiskan semua bahan yang ada. Jadi bahan-bahan yang terkait dengan penggalian potensi, bahan-bahan yang terkait dengan mirroring data, bahan-bahan yang terkait dengan pertukaran data internal Kemenkeu,” jelas Bimo. Strategi ini menekankan pentingnya pemanfaatan data secara optimal.
Selain itu, Ditjen Pajak juga akan mempercepat penyelesaian proses audit dan penegakan hukum sebelum Desember. Bimo menegaskan bahwa pendekatan penegakan hukum akan dilakukan secara komprehensif.
“Multi-door approach ini tentu dengan semua aparat penegak hukum kemudian menggabungkan antara tindak pidana perpajakan, tindak pidana korupsi, tindak pidana penyelidikan uang,” terang Bimo. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran perpajakan.
Bimo juga menyampaikan perkembangan terkini terkait percepatan aktivasi identitas digital melalui platform Cortex sebagai bagian dari penguatan kepatuhan administrasi. Per 16 November, aktivasi akun badan usaha mencapai 569.000 dan akun orang pribadi mencapai 2,6 juta, dengan total 3,18 juta akun atau 21,6 persen. Pemerintah juga mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk segera menyelesaikan aktivasi dan registrasi kode otorisasi paling lambat 31 Desember 2025.
Upaya akselerasi penagihan tunggakan juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dari target Rp 20 triliun yang dibidik hingga Desember, realisasi sudah mencapai Rp 11,487 triliun dari 200 wajib pajak dengan tunggakan terbesar.
Secara keseluruhan, pendapatan negara sampai 31 Oktober 2025 mencapai Rp 2.113,3 triliun atau 73,7 persen dari target *outlook*. Angka ini berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp 1.459 triliun (70,2 persen dari target), kepabeanan dan cukai sebesar Rp 249,3 triliun (80,3 persen dari target), serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 402,4 triliun (84,3 persen dari target).
Ringkasan
Penerimaan pajak hingga Oktober 2025 tercatat sebesar Rp 1.459,03 triliun, atau 70,2% dari target, mengalami penurunan 3,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa jenis pajak utama seperti PPh Badan, PPh Orang Pribadi, dan PPN serta PPnBM menunjukkan kinerja negatif. Tingginya restitusi PPN dan PPnBM menjadi salah satu faktor penyebab penurunan penerimaan pajak.
Untuk mengejar target, Ditjen Pajak menerapkan strategi intensif seperti memaksimalkan pemanfaatan data, mempercepat audit dan penegakan hukum secara komprehensif melalui multi-door approach. Percepatan aktivasi identitas digital melalui platform Cortex juga terus didorong, serta akselerasi penagihan tunggakan pajak yang menunjukkan peningkatan signifikan.