JAKARTA. Telkom Indonesia (TLKM) sedang memicu gebrakan besar di bawah kepemimpinan manajemen barunya. Perusahaan telekomunikasi raksasa ini tengah merampungkan rencana ambisius untuk memisahkan unit bisnis infrastruktur fiber optiknya, yang diberi nama Infranexia.
Aset fiber optik Grup Telkom saat ini membentang sepanjang sekitar 180.000 kilometer, sebuah jaringan masif yang setara dengan empat kali keliling bumi. Ironisnya, hingga kini infrastruktur vital ini sebagian besar hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan internal Grup Telkom.
Arthur Angelo Syailendra, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Telkom, menegaskan bahwa pemisahan unit bisnis fiber optik ini menjadi agenda prioritas utama manajemen. “Ini menjadi salah satu agenda nomor satu untuk eksekusi secara tepat, membangun manajemen tim yang bagus, dan mulai melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain,” jelasnya pada Senin.
Dengan hadirnya Infranexia, seluruh aset fiber optik Grup Telkom akan dikonsolidasikan dan dikelola di bawah bendera PT Telkom Infrastruktur Indonesia. Hal ini menegaskan ambisi Telkom untuk menjadikan Infranexia sebagai entitas perusahaan baru yang berdiri sendiri, bukan sekadar unit bisnis, dan diproyeksikan akan menjadi mesin uang baru TLKM, bernilai hingga Rp 150 triliun, melengkapi peran Telkomsel.
Proses transfer aset ini akan dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, direncanakan hingga akhir tahun 2025, antara 50% hingga 54% dari total aset senilai Rp 150 triliun akan dialihkan ke Infranexia. Angelo Syailendra menargetkan seluruh proses transfer aset ini, mencapai 100%, akan rampung pada pertengahan tahun 2026.
Infrastruktur fiber optik yang dikelola Infranexia nantinya tidak hanya akan melayani kebutuhan internal. Rencananya, jaringan masif ini akan dibuka luas bagi pemain lain, termasuk lebih dari 1.300 penyedia layanan internet (ISP) di Indonesia. Selain itu, perusahaan teknologi global sekelas Google dan Microsoft yang sangat mengandalkan konektivitas fiber optik untuk menjangkau konsumen akhir, juga menjadi target pasar potensial Infranexia. “Perusahaan teknologi lain seperti Google, Microsoft dan lainnya yang sangat concern menggunakan fiber connectivity untuk menjangkau konsumen akhir,” ungkap Angelo, menyoroti potensi besar ini.
Angelo Syailendra menekankan bahwa pemisahan unit bisnis infrastruktur fiber optik ini diprediksi akan menjadi salah satu langkah strategis terbesar yang pernah dilakukan Grup Telkom, setelah suksesnya spin off PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau dikenal dengan Mitratel, yang berfokus pada aset menara telekomunikasi. Langkah ini semakin mempertegas komitmen Telkom dalam mengoptimalkan aset-asetnya untuk menciptakan nilai tambah yang signifikan.