JAKARTA. Pasar komoditas logam industri utama di awal pekan ini menunjukkan tren koreksi yang signifikan. Harga tembaga, aluminium, dan nikel kompak melemah, mencerminkan gejolak dalam dinamika ekonomi global. Mengutip data Trading Economics pada pukul 15.50 WIB, harga tembaga tercatat terkoreksi 1,61% menjadi US$ 4,9473 per ton, diikuti oleh aluminium yang turun 1,21% ke level US$ 2.877,7 per ton, sementara nikel melemah tipis 0,37% menjadi US$ 15.059 per ton.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengungkapkan bahwa pelemahan harga tembaga saat ini merupakan koreksi teknikal jangka pendek setelah reli tajam yang terjadi sebelumnya. Menurutnya, kondisi ini dipicu oleh penguatan dolar AS serta melemahnya permintaan dari Tiongkok, yang terlihat jelas dari kontraksi data PMI manufaktur negara tersebut. Meskipun demikian, Sutopo menegaskan bahwa pelemahan ini bukan sinyal koreksi mendalam yang berkelanjutan, melainkan lebih merupakan reaksi sementara terhadap data ekonomi Tiongkok yang suram, seperti yang disampaikannya kepada Kontan pada Selasa (4/11/2025).
Lebih lanjut, Sutopo menambahkan bahwa sentimen jangka panjang untuk tembaga masih sangat ditopang oleh kekhawatiran akan pasokan yang ketat di tengah penurunan produksi global. Beberapa produsen besar seperti Glencore, Anglo American, dan Freeport Indonesia dilaporkan mengalami gangguan operasional yang berdampak pada ketersediaan pasokan. “Selama pasokan fisik global terus ditekan, pelemahan harga kemungkinan akan berfungsi sebagai peluang beli bagi pasar yang fokus pada transisi energi,” jelas Sutopo, menekankan potensi peluang beli di tengah koreksi.
Senada dengan pandangan Sutopo, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai koreksi yang terjadi pada logam industri ini masih tergolong wajar setelah kenaikan tajam yang melanda pasar belakangan ini. Lukman mengidentifikasi penguatan dolar AS dan dinamika kompleks dalam hubungan dagang AS–Tiongkok sebagai faktor utama yang memengaruhi volatilitas logam industri. Ia menambahkan bahwa kondisi bearish yang berkelanjutan baru akan terjadi apabila harga terkoreksi melebihi 10% secara teknikal.
Menjelaskan lebih jauh mengenai prospek harga logam hingga akhir tahun, Lukman menuturkan bahwa arah pergerakan harga sangat dipengaruhi oleh kebijakan tarif China–AS, prospek suku bunga The Fed, dan pergerakan indeks dolar AS (DXY). Selain itu, rencana lima tahun China yang berfokus pada teknologi tinggi seperti microchip, AI, dan quantum computing, serta energi terbarukan, juga menjadi penentu penting, terutama jika langkah-langkah untuk meredam overcapacity dan oversupply tetap dilanjutkan.
Dalam proyeksi Sutopo hingga akhir tahun, harga logam akan bergerak bervariasi. Tembaga berpotensi kembali menguji level US$ 5,15–US$ 5,25 per pon jika masalah pasokan terus berlanjut dan dolar AS melemah. Sementara itu, aluminium diperkirakan akan tetap kuat, didukung oleh pembatasan produksi di China, menjaga harga tetap tinggi di kisaran US$2.900–3.150 per ton. Sebaliknya, nikel diperkirakan masih bergerak terbatas di rentang US$14.500–15.500 per ton, mengingat tekanan berlebih pasokan dari Indonesia.
Lukman juga memperkirakan harga aluminium tetap menguat ke level US$ 3.000–US$ 3.150 selama kebijakan pembatasan produksi China belum dicabut. Ia menilai tembaga akan mendapatkan dukungan kuat dari prospek pasokan yang ketat dan gangguan produksi di Freeport, dengan rentang harga US$11.000–US$12.000 per ton. Adapun nikel diprediksi akan tetap bergerak dalam rentang terbatas (range bound) di sekitar US$15.000 per ton.
Untuk strategi investasi, Sutopo menyarankan para investor untuk menerapkan pendekatan buy on dips (beli saat harga melemah) pada komoditas dengan fundamental kuat seperti tembaga dan aluminium. Namun, ia menekankan pentingnya terus memantau inventaris data global serta sinyal makro dari The Fed. Untuk nikel, strategi netral atau jangka pendek dinilai lebih aman mengingat tekanan pasokan yang masih sangat besar. “Diversifikasi di sektor penambangan dan manufaktur yang berkaitan dengan logam-logam ini dapat menjadi strategi mitigasi risiko yang bijaksana,” tutupnya, memberikan panduan komprehensif bagi pelaku pasar.