Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui bahwa harga tiket pesawat dari Bandara Rembele, Aceh, menuju Bandara Internasional Kuala Namu, Sumatera Utara, melonjak hingga Rp 8 juta per orang. Mahalnya tarif ini disebabkan penerbangan tersebut berstatus *charter*, bukan penerbangan reguler terjadwal.
Menurut Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, struktur harga tiket pesawat *charter* memang berbeda. Perbedaan utama terletak pada model operasionalnya. Pesawat *charter* seringkali hanya mengangkut penumpang pada satu rute, baik saat keberangkatan maupun kepulangan.
“Akibatnya, seluruh biaya operasional penerbangan pulang-pergi dibebankan kepada konsumen, sehingga harga tiket pesawat *charter* menjadi lebih mahal dibandingkan penerbangan reguler,” jelas Dudy di Jakarta Pusat, Jumat (5/12).
Akun Instagram @kabaraceh melaporkan bahwa seluruh penerbangan dari Bandara Rembele adalah penerbangan *charter*. Hal ini menjelaskan mengapa harga tiket pesawat dari bandara tersebut bervariasi, mulai dari Rp 3,5 juta (Wings Air) hingga mencapai Rp 8 juta (Susi Air) per orang.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Lukman F Lisa, menegaskan bahwa pemerintah hanya mengatur harga tiket untuk penerbangan berjadwal. Pemerintah tidak memiliki wewenang untuk mengawasi atau mengatur harga tiket pesawat perintis maupun pesawat *charter*.
“Kami tidak bisa mengawasi maupun mengatur harga tiket pesawat perintis dan *charter* karena memang tidak ada aturan yang mengikat,” kata Lukman. Dengan kata lain, mekanisme pasar sepenuhnya menentukan harga tiket pada rute-rute tersebut.
Bandara Rembele terletak di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Informasi tambahan, berdasarkan penelusuran Katadata, tidak ada jalan nasional yang langsung melewati Kabupaten Bener Meriah, yang lokasinya berada di tengah-tengah provinsi Aceh. Keterbatasan infrastruktur darat ini mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat lebih memilih transportasi udara, meski dengan harga yang lebih tinggi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Marga, Roy Rizali Anwar, mencatat bahwa Aceh memiliki jumlah jembatan rusak terbanyak, yaitu 22 unit, akibat bencana banjir. Sementara itu, mayoritas titik longsor di jalan nasional terjadi di Sumatera Utara, mencapai 113 titik. Akses jalan nasional di Sumatera Barat juga terhambat akibat pohon tumbang di 23 titik. Roy menambahkan bahwa seluruh balai di bawah kantornya telah mengerahkan alat berat dan personel untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur darat di ketiga provinsi tersebut. Kondisi infrastruktur darat yang kurang memadai ini semakin memperkuat peran penting penerbangan, khususnya di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Ringkasan
Kementerian Perhubungan menjelaskan mahalnya harga tiket pesawat dari Bandara Rembele, Aceh, ke Medan disebabkan status penerbangan tersebut sebagai *charter*, bukan penerbangan reguler. Model operasional pesawat *charter* yang membebankan seluruh biaya pulang-pergi kepada penumpang membuat harga tiket menjadi lebih mahal.
Pemerintah hanya mengatur harga tiket untuk penerbangan berjadwal, sehingga tidak memiliki wewenang mengawasi atau mengatur harga tiket pesawat *charter* maupun perintis. Keterbatasan infrastruktur darat di sekitar Bener Meriah, Aceh, yang diperparah oleh kerusakan akibat bencana, juga berkontribusi pada tingginya permintaan transportasi udara meskipun dengan harga yang lebih mahal.