Transaksi Digital Meledak! BI Catat Rp 317T, Bank Harus Transformasi!

Ifonti.com

Pesatnya laju pertumbuhan ekonomi digital Indonesia semakin nyata, dengan proyeksi kontribusi mencapai USD 90 miliar pada tahun 2024, sebuah peningkatan signifikan 13 persen dari tahun sebelumnya. Indikator kuat kemajuan ini juga terlihat dari kinerja transaksi QRIS yang mencatatkan angka impresif Rp 317 triliun hingga kuartal II 2025, melonjak 121 persen secara tahunan.

Dengan lebih dari 57 juta pengguna dan dominasi 93 persen merchant dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), adopsi teknologi digital telah mencapai tingkat inklusivitas yang luar biasa. Fenomena ini sekaligus menegaskan posisi strategis layanan keuangan digital sebagai motor penggerak utama dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

Menyikapi dinamika tersebut, Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indarto Budiwitono, menekankan pentingnya transformasi dan digitalisasi perbankan. Menurutnya, sektor perbankan wajib beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat untuk tetap relevan dan kompetitif.

Era digitalisasi layanan jasa keuangan memang menjanjikan kecepatan dan efisiensi yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, di balik kemudahan tersebut, muncul pula tantangan serius berupa potensi serangan siber yang kian canggih. Oleh karena itu, Indarto menegaskan, penguatan tata kelola keamanan siber menjadi krusial bagi sektor perbankan. Ini bukan hanya demi menjaga kepercayaan publik dan melindungi konsumen, tetapi juga demi keberlangsungan bisnis bank itu sendiri.

Dalam forum diskusi Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 di Raffles Hotel, Jakarta, Indarto Budiwitono mengungkapkan, “Bank perlu mengembangkan strategi digital yang agile dan terukur, tidak hanya dalam aspek efisiensi saja. Namun hal tersebut sebagai jawaban atas ekspektasi nasabah yang semakin kompleks.” Beliau menambahkan bahwa transformasi digital harus diimbangi dengan investasi berkelanjutan dalam keamanan siber, kapabilitas analitik data, serta integrasi teknologi cloud dan AI. “Ketahanan siber, yang tidak hanya soal pertahanan sistem, melainkan juga menyangkut reputasi dan keberlangsungan bisnis bank,” tegasnya, dikutip Minggu (24/8).

Sejalan dengan itu, Ketua Umum Aftech, Pandu Sjahrir, turut menyoroti peran strategis organisasinya. Ia menjelaskan bahwa Aftech tidak hanya mendorong dialog, tetapi juga aktif merumuskan arah dan solusi konkret untuk mewujudkan ekosistem digital Indonesia yang terpercaya. Untuk tahun ini, Aftech memprioritaskan tiga keluaran utama:

  1. Penguatan ketahanan siber dan pencegahan scam berbasis intelijen bersama.
  2. Desain produk keuangan yang benar-benar inklusif bagi UMKM dan masyarakat underserved.
  3. Arsitektur kolaborasi yang berkelanjutan antarpihak.

Dengan langkah-langkah kolaboratif tersebut, Pandu meyakini bahwa keuangan digital yang terpercaya akan berfungsi sebagai fondasi fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang aman, adil, dan berkelanjutan. Hal ini sekaligus mendukung realisasi target ambisius pertumbuhan ekonomi nasional menuju 8 persen.

Mengenal Xanh SM, Layanan Taksi Ramah Lingkungan asal Vietnam yang Menggeliat di Indonesia

Namun, di tengah gelombang positif ini, industri keuangan digital juga dihadapkan pada sejumlah isu mendesak. Salah satunya adalah kehadiran Kecerdasan Buatan (AI) yang, di satu sisi menawarkan inovasi, namun di sisi lain berpotensi menjadi ancaman serius akibat perkembangannya yang sangat pesat.

Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata BSSN, Edit Prima, menegaskan bahwa serangan siber yang kini berbasis AI, seperti phishing yang dipersonalisasi dan polymorphic malware, hanya dapat dilawan secara efektif dengan pertahanan yang juga ditenagai oleh AI. “Bicara keamanan siber, bicara AI tentu kita harus siap dengan serangan-serangan yang sudah berbasis AI, nah terus bagaimana caranya menghadapinya? Ya tentunya dengan AI juga,” ungkap Edit, menekankan perlunya inovasi dalam pertahanan digital.

Selain ancaman AI, isu mendesak lainnya adalah peran layanan keuangan digital sebagai motor penggerak transformasi sektor riil. Khususnya UMKM di Indonesia, mereka masih menghadapi tiga tantangan utama: kesulitan akses ke pasar, hambatan dalam mendapatkan pembiayaan, serta keterbatasan literasi dan kemampuan pencatatan keuangan yang akurat.

Untuk mengatasi kendala tersebut, solusi paling efektif adalah melalui pembangunan ekosistem digital yang komprehensif, yang lahir dari sinergi kuat antara perbankan dan para pelaku industri fintech. Regulator sendiri terus mendorong pemanfaatan data digital sebagai alternatif penilaian kredit bagi UMKM yang belum terlayani bank (underbanked). Dalam skema ini, fintech berperan vital melalui credit scoring berbasis transaksi elektronik, sementara penyedia payment gateway menyediakan infrastruktur dan data krusial bagi perbankan untuk memperluas jangkauan pembiayaan.

Ringkasan

Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia terus meningkat, diproyeksikan mencapai USD 90 miliar pada 2024. Transaksi QRIS mencatatkan pertumbuhan signifikan hingga Rp 317 triliun pada kuartal II 2025, didukung oleh adopsi digital oleh lebih dari 57 juta pengguna, didominasi UMKM.

Menyikapi hal ini, OJK menekankan pentingnya transformasi digital perbankan dan penguatan keamanan siber. Selain itu, industri keuangan digital juga dihadapkan pada tantangan seperti ancaman AI dan perlunya dukungan ekosistem digital komprehensif untuk UMKM, melalui sinergi perbankan dan fintech.