Kembalinya Elon Musk ke tampuk kepemimpinan penuh di Tesla (TSLA), usai melepas perannya di Department of Government Efficiency (DOGE), memicu gelombang spekulasi intens tentang arah masa depan raksasa kendaraan listrik ini. Langkah strategis ini, sebagaimana diulas GOBankingRates, terjadi di tengah sorotan tajam terhadap kinerja Tesla. Pasalnya, hasil kuartal kedua perusahaan baru-baru ini mengecewakan, diikuti peluncuran model “terjangkau” yang ternyata hanya berupa versi minimalis dari Model Y. Di sisi lain, Tesla terus mengukuhkan ambisi jangka panjangnya melalui proyek robotaxi yang futuristik dan rencana pembukaan restoran retro-futuristik pertama mereka di Hollywood. Namun, di balik euforia kembalinya Musk, sejumlah analis mulai mempertanyakan apakah ekspansi masif Tesla ke sektor kecerdasan buatan (AI) dan robotika benar-benar berlandaskan fondasi kokoh, ataukah sekadar narasi pemasaran yang memukau.
Di tengah dinamika tersebut, salah satu topik paling hangat yang kembali mencuat adalah valuasi saham Tesla. Perdebatan ini semakin memanas pasca-pengumuman proyek robotaxi, yang seketika membuat para pakar pasar angkat bicara. Chad Morganlander, seorang ahli strategi dari Washington Crossing Advisors, bahkan secara terang-terangan menyebut harga saham Tesla “berlebihan” dalam wawancaranya dengan Yahoo Finance. Menurutnya, “Saham ini diperdagangkan dengan valuasi sepuluh kali pendapatan. Itu gila,” sebuah pernyataan yang menyoroti betapa fantastisnya angka tersebut di mata para investor tradisional.
Angka-angka memang berbicara: rasio P/E (price-to-earnings) trailing Tesla saat ini melambung di kisaran 185, sementara P/E forward-nya berada di sekitar 164. Angka ini kontras jauh dengan rata-rata P/E indeks S&P 500 yang hanya berkisar 23. Kesenjangan valuasi yang mencolok ini memicu pertanyaan serius di kalangan investor: apakah harga saham Tesla yang begitu tinggi ini masih realistis dan dapat dipertahankan, terutama mengingat proyek robotaxi yang digadang-gadang belum juga menunjukkan hasil nyata yang signifikan?
Pandangan serupa juga diungkapkan oleh veteran trader Edward Corona, yang menggarisbawahi tantangan Tesla di mata investor. Menurutnya, saham Tesla acap kali diperlakukan sebagai “story stock“—istilah untuk saham yang nilainya lebih banyak didorong oleh narasi masa depan yang ambisius ketimbang kinerja dan realitas bisnis saat ini. “Valuasi ekstrem bukan hal baru di Tesla, tapi pada titik tertentu, narasi harus menyatu dengan kenyataan,” tegas Corona, menyiratkan bahwa visi jangka panjang harus didukung oleh fondasi keuangan yang kuat.
Kenyataan ini diperparah dengan serangkaian keterlambatan dalam realisasi proyek-proyek ambisius Tesla, ditambah lagi dengan pertumbuhan pendapatan yang belum menunjukkan stabilitas yang diharapkan. Kondisi ini secara perlahan mulai menumbuhkan kehati-hatian di kalangan sebagian investor. Tanpa adanya terobosan nyata dalam pengembangan robotaksi atau inovasi teknologi fundamental lainnya, banyak yang meragukan kemampuan harga saham Tesla untuk bertahan di levelnya yang sangat tinggi saat ini.
Merespons semua indikator ini, muncullah pertimbangan untuk menjual saham Tesla. Setelah laporan keuangan kuartal kedua yang mengecewakan, saham perusahaan langsung anjlok sekitar 8 persen. Bahkan, Elon Musk sendiri tidak menutupi kekhawatirannya, memperingatkan bahwa pemangkasan insentif pemerintah terhadap kendaraan listrik berpotensi menciptakan beberapa kuartal ke depan yang penuh tantangan bagi Tesla.
Lebih jauh lagi, persona dan faktor pribadi Musk—mulai dari pilihan dukungan politiknya hingga gaya komunikasinya yang seringkali kontroversial—turut memainkan peran signifikan dalam membentuk sentimen pasar terhadap Tesla. Edward Corona, dalam nasihatnya, menyarankan pendekatan yang bijak: “Jika saya pegang saham Tesla sekarang, saya tidak akan langsung jual semua, tapi saya akan trimming,” mengindikasikan strategi mengurangi eksposur secara bertahap. Senada dengan itu, analis dari TipRanks dan Zacks turut menyarankan strategi bertahan sembari cermat menyesuaikan posisi investasi. Hal ini menegaskan bahwa berinvestasi di Tesla saat ini mengandung risiko yang substansial, menuntut keputusan yang didasari analisis cermat, bukan semata-mata euforia pasar.
Pada akhirnya, di tengah gelombang euforia dan ketidakpastian yang terus menyelimuti Tesla, investor dihadapkan pada tuntutan untuk lebih jeli membedakan antara visi jangka panjang yang cemerlang dan realitas bisnis yang sedang berjalan. Meskipun kembalinya Elon Musk ke kemudi dapat membangkitkan semangat baru dan optimisme, keputusan investasi yang cerdas dan bertanggung jawab tetap harus berpijak pada analisis data yang mendalam dan prinsip kehati-hatian, bukan sekadar mengikuti hiruk-pikuk spekulasi pasar.