Wall Street Cetak Rekor Tertinggi Lagi! Saham Teknologi Pesta Pora

NEW YORK – Wall Street menorehkan catatan gemilang pada perdagangan Senin (22/9/2025) setelah ketiga indeks saham utama di AS berhasil mencetak rekor penutupan tertinggi untuk sesi ketiga secara berturut-turut. Penguatan pasar ini didominasi oleh performa impresif saham-saham teknologi, terutama setelah raksasa chip Nvidia mengumumkan rencananya untuk berinvestasi hingga US$100 miliar di OpenAI.

Pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones Industrial Average melonjak 66,27 poin atau 0,14%, mencapai level 46.381,54. Tak kalah perkasa, indeks S&P 500 naik 29,39 poin atau 0,44% ke 6.693,75, sementara indeks Nasdaq Composite menguat 157,50 poin atau 0,70% ke 22.788,98. Pencapaian ini menegaskan tren positif pasar saham, dengan S&P 500 yang kini telah tumbuh 13,8% sepanjang tahun ini dan menunjukkan kenaikan 3,6% di bulan September, periode yang secara historis dikenal sebagai bulan yang lemah bagi pasar saham.

Sektor teknologi menjadi motor utama penguatan S&P 500, ditutup naik 1,7% pada sesi tersebut. Saham Nvidia memimpin kenaikan signifikan dengan lonjakan 3,9%. Perusahaan ini tidak hanya mengumumkan investasi besar di OpenAI, tetapi juga akan memasok chip pusat data untuk OpenAI, sebuah langkah strategis yang kian memicu optimisme investor terhadap prospek kecerdasan buatan (AI). Tak hanya itu, saham Apple turut unjuk gigi dengan penguatan 4,3% setelah Wedbush menaikkan target harga sahamnya, didorong oleh indikasi permintaan kuat untuk iPhone 17. Sementara itu, saham Tesla juga ikut menguat 1,9%.

Di tengah euforia pasar, para pejabat Federal Reserve (The Fed) memberikan pernyataan beragam yang menyoroti perdebatan mengenai kebutuhan pemotongan suku bunga lebih lanjut. Gubernur The Fed St. Louis Alberto Musalem dan Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic, dalam pernyataan terpisah, menegaskan bahwa pemotongan suku bunga seperempat poin persentase pekan lalu sudah tepat untuk mengelola risiko peningkatan pengangguran. Namun, mereka sama-sama menekankan bahwa upaya menurunkan inflasi tetap menjadi prioritas utama. Di sisi lain, Gubernur The Fed Stephen Miran, yang pekan lalu menentang pemotongan suku bunga dan justru mengusulkan pemotongan setengah poin, pada hari Senin menyatakan bahwa kebijakan moneter “sudah memasuki wilayah restriktif.”

Oliver Pursche, wakil presiden senior dan penasihat Wealthspire Advisors di Westport, Connecticut, mengingatkan investor untuk tetap waspada. Menurutnya, meskipun Wall Street berada di titik tertinggi sepanjang masa, valuasi pasar kini semakin melebar. “Perlu ada katalis agar saham bergerak jauh lebih tinggi, dan pasar tampaknya mengabaikan potensi hambatan,” ujarnya, menyoroti adanya risiko yang mungkin belum sepenuhnya tercermin dalam harga saham saat ini.

Selain pernyataan dari The Fed, beberapa faktor lain juga turut membayangi sentimen investor. Salah satunya adalah usulan Presiden AS Donald Trump mengenai biaya visa baru untuk pekerja asing, yang menuai kecaman luas dari para eksekutif teknologi dan berbagai pihak di media sosial. Sebuah kisah menarik terjadi pada saham Kenvue, produsen Tylenol. Saham ini awalnya anjlok 7,5% di tengah spekulasi mengenai pengumuman Trump yang akan mengaitkan obat pereda nyeri tersebut dengan autisme. Namun, setelah bel penutupan perdagangan, ketika Trump mengumumkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) akan menginstruksikan dokter untuk menyarankan ibu hamil agar tidak menggunakan asetaminofen (bahan aktif dalam Tylenol), saham Kenvue justru berbalik arah dan melonjak 4,7%.

Menjelang akhir pekan, perhatian investor akan tertuju pada laporan ekonomi utama minggu ini: indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE Price Index) AS. Indikator inflasi yang sangat diawasi ini diperkirakan akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter The Fed ke depan, yang tentunya akan berpengaruh signifikan terhadap dinamika pasar saham.