Wall Street Ditutup Bervariasi: Dow Jones, S&P 500 Naik Tipis, Nasdaq Melemah

Ifonti.com   NEW YORK.  Bursa Wall Street mengakhiri perdagangan pekan ini pada Jumat (7/11/2025) dengan kinerja yang bervariasi. Indeks Nasdaq tercatat melemah, sementara S&P 500 dan Dow Jones berhasil membukukan kenaikan tipis di sesi penutupan.

Para investor baru saja melewati pekan yang bergejolak, dibayangi oleh ketidakpastian ekonomi, durasi penutupan pemerintah federal yang terpanjang dalam sejarah, serta kekhawatiran atas valuasi saham teknologi yang dinilai terlalu tinggi.

Awalnya, ketiga indeks saham utama Amerika Serikat ini terpantau melemah tajam selama sebagian besar sesi perdagangan. Namun, kerugian tersebut menyusut drastis, bahkan membalikkan S&P 500 dan Dow Jones ke zona hijau jelang penutupan. Pembalikan arah ini dipicu oleh laporan kemajuan signifikan dalam kebuntuan Kongres yang telah menyebabkan penghentian operasional pemerintah federal terlama dalam sejarah AS.

Wall Street Bersiap Catat Pelemahan Mingguan Seiring Kekhawatiran Terhadap Ekonomi AS

Pada Jumat (7/11/2025), Dow Jones Industrial Average berhasil naik 74,80 poin, atau setara 0,16%, menutup sesi di level 46.987,10. Indeks S&P 500 juga menguat 8,48 poin, atau 0,13%, mencapai 6.728,80. Berbeda halnya dengan Nasdaq Composite yang justru tertekan 49,45 poin, atau 0,21%, berakhir pada level 23.004,54.

“Saham-saham berada pada titik tertinggi sepanjang masa dan valuasinya memang tinggi. Jika masalah penutupan pemerintah dapat terselesaikan, ini akan menghilangkan salah satu beban berat yang selama ini mengganjal pikiran investor,” ungkap Terry Sandven, kepala strategi ekuitas di U.S. Bank Wealth Management di Minneapolis, seperti dikutip oleh Reuters.

Sejak penutupan pekan lalu, ketiga indeks utama ini terpantau melemah. Nasdaq bahkan mencatat penurunan persentase mingguan terbesar sejak akhir Maret atau awal April. Kondisi ini terutama didorong oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap valuasi saham-saham momentum yang terkait dengan kecerdasan buatan (AI), yang telah menjadi pendorong utama reli pasar saham dalam beberapa bulan terakhir.

“Fluktuasi harga serta periode konsolidasi adalah bagian tak terpisahkan dari pasang surut normal dalam pasar yang bullish,” tambah Sandven, menyoroti dinamika wajar dalam pergerakan pasar.

Dampak penutupan pemerintah juga terlihat jelas pada survei awal Sentimen Konsumen Universitas Michigan untuk bulan November, yang anjlok ke level terendah dalam lebih dari tiga tahun. Lebih mengkhawatirkan lagi, penilaian responden terhadap kondisi saat ini mencapai titik paling pesimistis sepanjang sejarah survei tersebut.

Secara keseluruhan, sentimen konsumen telah merosot drastis sebesar 29,9% sejak November 2024, periode di mana Presiden AS Donald Trump terpilih kembali untuk masa jabatan keduanya di Gedung Putih.

Demi Raih Suntikan Modal, Garuda Indonesia (GIAA) Rilis Saham Baru Rp 23,67 Triliun

Penutupan pemerintah federal juga mengakibatkan hilangnya publikasi indikator ekonomi resmi. Kondisi ini tentu mempersulit Federal Reserve dalam menjalankan mandat gandanya untuk mencapai lapangan kerja penuh dan menjaga stabilitas harga.

Di arena perdagangan global, Beijing telah meluncurkan program lisensi logam tanah jarang baru. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pengiriman, meskipun kemungkinan besar tidak akan sepenuhnya memenuhi ekspektasi Washington untuk pencabutan pembatasan secara menyeluruh.

Musim pelaporan laba kuartal ketiga terus berlanjut mendekati akhir. Hingga saat ini, sebanyak 446 perusahaan yang tergabung dalam S&P 500 telah melaporkan kinerja keuangannya. Dari jumlah tersebut, 83% di antaranya berhasil mencatatkan pendapatan yang melampaui perkiraan para analis, berdasarkan data LSEG.

Kini, para analis memproyeksikan pertumbuhan laba tahunan S&P 500 sebesar 16,8% untuk periode Juli-September, sebuah peningkatan signifikan dibandingkan proyeksi pertumbuhan tahunan sebelumnya yang hanya 8,0%.

Dolar AS Melemah Pada Akhir Pekan Ini, Mata Uang Lain Berpeluang Menguat