Ifonti.com NEW YORK. Wall Street mengakhiri perdagangan Rabu (3/9/2025) dengan sentimen beragam, di mana indeks Nasdaq dan S&P 500 berhasil menguat signifikan. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan saham Alphabet, setelah keputusan hakim AS yang menolak upaya untuk memecah belah induk perusahaan Google tersebut. Selain itu, optimisme investor terhadap potensi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) pada bulan ini turut menyuntikkan semangat pasar.
Mengutip Reuters, pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones Industrial Average merosot tipis 24,58 poin, atau 0,05%, menjadi 45.271,23. Sebaliknya, indeks S&P 500 berhasil naik 32,72 poin, atau 0,51%, mencapai 6.448,26, sementara Nasdaq Composite memimpin dengan kenaikan 218,10 poin, atau 1,03%, menutup sesi pada level 21.497,73.
Volume perdagangan saham di bursa AS tercatat mencapai 14,95 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata 20 hari perdagangan terakhir yang mencapai 16,18 miliar saham.
Saham Alphabet dan Apple menjadi motor penggerak utama penguatan S&P 500 dan Nasdaq. Saham Alphabet melambung 9,1% pasca putusan pengadilan pada Selasa malam. Keputusan tersebut memungkinkan Google untuk mempertahankan kendali atas peramban Chrome dan sistem operasi seluler Android-nya, meskipun melarang beberapa kontrak eksklusif tertentu dengan produsen perangkat dan pengembang peramban. Di sisi lain, saham Apple juga turut naik 3,8%, didorong oleh putusan tersebut yang mempertahankan pembayaran menguntungkan dari Google kepada produsen iPhone tersebut.
“Google dan Apple berhasil lolos dari masalah hukum… Mereka memenangkan lotre,” ujar Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management di Tulsa, Oklahoma. Ia menambahkan, “Pengadilan baru saja mengukuhkan reputasi mereka.”
Di luar sektor teknologi, sejumlah pejabat Federal Reserve mengisyaratkan bahwa kekhawatiran terhadap kondisi pasar tenaga kerja yang melemah terus memperkuat keyakinan mereka akan segera dilakukannya pemotongan suku bunga. Gubernur The Fed Christopher Waller secara terbuka menyatakan pandangannya bahwa bank sentral seharusnya memangkas suku bunga pada pertemuan berikutnya. Senada, Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic, menegaskan kembali prediksinya tentang kemungkinan pemotongan suku bunga, meskipun tanpa merinci kapan hal itu akan terjadi.
Data ekonomi sebelumnya menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan di AS mengalami penurunan pada bulan Juli, sebuah indikasi lebih lanjut tentang melemahnya pasar tenaga kerja. Menjelang akhir pekan ini, para investor juga menantikan laporan ketenagakerjaan bulanan yang akan dirilis pada hari Jumat.
Secara historis, pasar saham cenderung mengalami pelemahan di bulan September. Namun, Peter Cardillo, kepala ekonom pasar di Spartan Capital Securities di New York, berpendapat bahwa bulan ini kemungkinan tidak akan seberat biasanya, mengingat ekspektasi bahwa The Fed akan segera menurunkan suku bunga. Kontrak berjangka suku bunga AS kini secara luas mengantisipasi The Fed akan memangkas suku bunga bulan ini, dengan peluang 96% untuk penurunan sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan kebijakan dua hari The Fed pada 17 September, berdasarkan alat FedWatch CME Group.
Seiring berakhirnya musim laporan keuangan kuartal kedua AS, para investor kini mengalihkan perhatian pada perkiraan hasil kuartal ketiga serta potensi dampak dari perang tarif Presiden Donald Trump yang masih menjadi perhatian.
Ringkasan
Wall Street ditutup dengan sentimen beragam, Nasdaq dan S&P 500 menguat didorong oleh lonjakan saham Alphabet setelah keputusan pengadilan yang menguntungkan. Optimisme investor terhadap potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed juga menjadi pendorong pasar. Saham Alphabet melambung 9,1% setelah pengadilan memutuskan Google dapat mempertahankan kendali atas Chrome dan Android.
Dow Jones merosot tipis, sementara S&P 500 dan Nasdaq mencatat kenaikan. Pejabat The Fed mengisyaratkan kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja yang melemah semakin memperkuat keyakinan akan pemotongan suku bunga. Investor juga menantikan laporan ketenagakerjaan bulanan dan mengawasi dampak perang tarif Presiden Donald Trump.