Wijaya Karya (WIKA) Rugi Rp 3,21 Triliun per Kuartal III 2025, Ini Sebabnya

JAKARTA. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) menghadapi tantangan berat sepanjang periode Januari hingga September 2025, mencatatkan penurunan kinerja keuangan yang signifikan. Berdasarkan laporan keuangan terbaru, emiten konstruksi pelat merah ini membukukan rugi bersih sebesar Rp 3,21 triliun pada kuartal III 2025. Angka ini berbanding terbalik drastis dari periode yang sama tahun sebelumnya, di mana WIKA masih mampu meraup laba bersih sebesar Rp 741,43 miliar.

Performa pendapatan bersih PT Wijaya Karya juga turut tertekan, tercatat hanya Rp 9,09 triliun hingga September 2025. Jumlah ini anjlok sebesar 27,54% dibandingkan dengan pendapatan Rp 12,54 triliun yang berhasil dibukukan pada periode yang sama di tahun 2024, mengindikasikan adanya perlambatan aktivitas bisnis yang substansial.

Secara lebih rinci, kontribusi pendapatan WIKA paling besar datang dari segmen usaha infrastruktur dan gedung, yang mencapai Rp 3,58 triliun. Namun, segmen ini mengalami penurunan tajam sebesar 40,42% secara tahunan (YoY). Menyusul di belakangnya, segmen usaha industri menjadi penyumbang terbesar kedua dengan Rp 2,63 triliun, yang juga tidak luput dari penurunan sebesar 25,36% YoY.

Selain itu, segmen energi dan industrial plant menyumbangkan Rp 2,3 triliun, sementara segmen hotel berkontribusi Rp 203,78 miliar. Kontribusi dari segmen realty dan properti tercatat Rp 192,33 miliar, dan segmen investasi menyumbang Rp 174,62 miliar. Penurunan signifikan di segmen-segmen utama ini menjadi faktor kunci di balik tergerusnya total pendapatan perseroan.

Tidak hanya dari sisi pendapatan, perolehan kontrak baru WIKA juga mengalami kontraksi parah. Hingga September 2025, perseroan hanya berhasil mengantongi kontrak baru senilai Rp 6,19 triliun, anjlok sebesar 60,25% YoY dari Rp 15,58 triliun pada periode yang sama tahun 2024. Meskipun beban pokok pendapatan berhasil ditekan dari Rp 11,48 triliun per kuartal III 2024 menjadi Rp 8,33 triliun pada periode ini, penurunan pendapatan yang lebih besar membuat laba kotor tetap merosot.

Akibatnya, laba kotor WIKA tercatat sebesar Rp 758,31 miliar per September 2025, turun 28,46% secara tahunan dari Rp 1,06 triliun. Lebih lanjut, beberapa beban operasional WIKA justru terpantau meningkat. Beban umum dan administrasi naik dari Rp 795,27 juta menjadi Rp 865,78 juta per kuartal III 2025, menambah tekanan pada profitabilitas perusahaan.

Salah satu beban yang signifikan adalah pos bagian rugi pengendalian bersama, yang melonjak dari Rp 669,64 miliar menjadi Rp 1,1 triliun per kuartal III 2025. Peningkatan ini tak lepas dari keterlibatan WIKA dalam joint venture dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Per 30 September 2025, KSO WIKA-CRIC-CRDC-CREC-CRSC mencatat saldo PDPK (Pengakuan Pendapatan dari Pengelolaan Konstruksi) atas proyek High Speed Railway Jakarta–Bandung milik KCIC sebesar Rp 5,01 miliar, yang merupakan klaim atas cost overrun.

Selain itu, dinamika kepemilikan saham WIKA di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) juga mengalami perubahan. WIKA awalnya melakukan penyertaan modal sebesar Rp 6,11 miliar ke PSBI pada November 2022, dengan persentase kepemilikan 39,21%. Namun, pada Desember 2024, PSBI menerbitkan 2,69 juta saham senilai Rp 2,69 miliar yang seluruhnya diambil oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI). Transaksi ini menyebabkan persentase kepemilikan WIKA di PSBI terdilusi dari 39,12% menjadi 33,36%.

Wijaya Karya (WIKA) Kantongi Restu Perpanjangan Jatuh Tempo Pokok Obligasi

Dengan kinerja keuangan yang tertekan ini, WIKA mencatat rugi per saham dasar sebesar Rp 80,55 per kuartal III 2025. Angka ini sangat kontras dengan laba per saham dasar Rp 18,59 yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu, menggarisbawahi kondisi keuangan perseroan yang memburuk.

Menanggapi kondisi yang menantang, Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito (BW), menegaskan bahwa perseroan terus berupaya menjaga kinerja fundamental di tengah kondisi industri konstruksi yang tidak kondusif. Berbagai upaya konsisten terus digalakkan, termasuk delapan substream penyehatan seperti peningkatan tata kelola dan perbaikan portofolio order book. Selain itu, empat pilar utama perbaikan arus kas juga diimplementasikan, meliputi restrukturisasi utang, daur ulang aset non-inti dari penyertaan investasi jangka panjang, percepatan pencairan piutang, dan penerapan operational excellence di seluruh lini bisnis.

Hasil dari berbagai upaya strategis tersebut mulai terlihat. WIKA berhasil menurunkan utang berbunga sebesar Rp 2,20 triliun dan utang mitra kerja sebesar Rp 924,58 miliar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Efektivitas pengelolaan modal kerja juga meningkat, tercermin dari penurunan Account Receivable Days (efektivitas perputaran piutang) menjadi 127 hari dari sebelumnya 142 hari, serta Account Payable Days (efektivitas pembayaran utang) menjadi 158 hari dari 196 hari.

Dampak positif dari inisiatif ini adalah aktivitas operasi perseroan menjadi lebih efisien dan mampu menjaga core operasi tetap positif, dengan nilai sebesar Rp 287,83 miliar. Agung Budi Waskito juga menekankan pentingnya komunikasi intensif dengan para pemangku kepentingan, sebab dukungan dari seluruh pihak sangat vital agar langkah penguatan dan penyehatan perusahaan dapat berjalan dengan optimal.

Wijaya Karya (WIKA) Targetkan Tol Serang – Panimbang Seksi 2 Beroperasi 2026

Pada 30 September 2025, WIKA mencatat total aset sebesar Rp 57,01 triliun, menurun dari Rp 63,55 triliun pada 31 Desember 2024. Sementara itu, jumlah liabilitas perseroan juga mengalami penurunan menjadi Rp 48,44 triliun di akhir September 2025 dari Rp 51,68 triliun di akhir Desember 2024. Sayangnya, total ekuitas perseroan tergerus menjadi Rp 8,57 triliun di kuartal III 2025, dari Rp 11,87 triliun pada akhir tahun 2024. Hal ini turut memperparah defisit akumulasi WIKA, yang kini mencapai Rp 12,75 triliun per kuartal III 2025, lebih besar dari defisit Rp 9,53 triliun pada periode yang sama tahun 2024.

Likuiditas perusahaan juga terpantau melemah, dengan kas dan setara kas akhir periode sebesar Rp 1,54 triliun di akhir September 2025, anjlok drastis dari Rp 5,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu, menandakan tantangan serius dalam pengelolaan arus kas.

 
WIKA Chart by TradingView