Ifonti.com – , JAKARTA — Pergerakan harga saham emiten produsen rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) mengalami tekanan signifikan, anjlok tajam pada perdagangan Jumat (17/10/2025). Pada sesi pertama perdagangan, harga saham GGRM terjebak di zona merah, dengan nilai per lembar turun 3,13% mencapai Rp11.600 hingga pukul 12:00 WIB.
Penurunan ini cukup mengejutkan mengingat tren positif yang sempat dinikmati saham GGRM sejak awal September 2025. Kala itu, harga GGRM secara gradual merangkak naik dari Rp8.850 pada 12 September 2025, bahkan sempat menyentuh puncak Rp14.825 pada 23 September 2025, sebelum akhirnya berbalik arah.
: Asa Sampoerna (HMSP), Gudang Garam (GGRM) hingga Djarum dari Pemberantasan Rokok Ilegal
Sentimen negatif terhadap GGRM turut tercermin dari konsensus analis. Hingga Jumat (17/10/2025) pukul 12:00 WIB, survei Bloomberg menunjukkan bahwa mayoritas, yakni tujuh dari 12 sekuritas yang mengulas saham GGRM, merekomendasikan “jual”. Sementara itu, empat sekuritas memberikan peringkat “hold“, dan hanya satu yang menyematkan rekomendasi “beli”. Konsensus target harga saham GGRM dalam 12 bulan ke depan pun berada di level Rp9.225, mengindikasikan prospek yang kurang cerah.
Menyikapi tantangan ini, Manajemen Gudang Garam sebelumnya telah membeberkan strategi vital untuk memperbaiki kinerja keuangan GGRM. Fokus utama perseroan adalah memperbesar pangsa pasar pada segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Menurut Heru Budiman, Direktur & Corporate Secretary Gudang Garam, perseroan saat ini menghadapi tekanan ganda: kenaikan cukai rokok yang tinggi dan penurunan daya beli masyarakat. Kombinasi faktor ini telah menyebabkan penjualan perseroan ambles pada semester I/2025.
Ironisnya, mayoritas pendapatan GGRM, sekitar 89,56% di semester I/2025, berasal dari segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang memiliki harga lebih mahal. Heru Budiman menjelaskan perbedaannya, di mana cukai yang dikenakan untuk rokok SKM mencapai Rp19.000, jauh lebih tinggi dibandingkan cukai rokok SKT yang hanya Rp6.600.
: : Goldman, JP Morgan CS Borong Saham GOTO Kala Harga Gocapan
“Kami di tahun 2024 sampai sekarang masih dalam proses untuk memperbesar varian atau produk dalam segmen SKT sehingga kita juga bisa berpartisipasi pada demand yang timbul dari orang yang mencari rokok lebih murah,” ujar Heru Budiman dalam Public Expose pada Kamis (11/9/2025). Strategi GGRM ini sangat relevan mengingat pergeseran selera pasar yang telah ia amati sejak 2022, seiring dengan penurunan daya beli masyarakat dan melonjaknya cukai rokok.
Data menunjukkan perubahan drastis dalam komposisi pasar rokok. Pada tahun 2022, pangsa rokok SKT dan Sigaret Klobot (SKL) tercatat 22,7% dari total penjualan industri sebesar 259,3 miliar batang, sementara SKM high tar (HT) menguasai 51,3% dan SKM low tar (LT) sebesar 21,6%.
Setahun kemudian, pada 2023, meskipun volume penjualan rokok nasional sedikit meningkat menjadi 258,3 miliar batang, pangsa pasar SKT dan SKL justru melesat menjadi 27,1%. Di sisi lain, pangsa SKM LT naik menjadi 25,5%, sementara SKM HT mengalami penurunan menjadi 42,8%.
Tren ini semakin menguat pada 2024. Saat volume penjualan rokok nasional turun 5,5% menjadi 244,3 miliar batang, pangsa pasar produk SKT dan SKL malah tumbuh signifikan mencapai 31,1%. Sebaliknya, pangsa pasar SKM LT dan SKM HT masing-masing menyusut menjadi 23,1% dan 41,4%. Data ini menegaskan adanya pergeseran preferensi konsumen menuju rokok dengan harga lebih terjangkau.
Ketika disinggung mengenai potensi diversifikasi bisnis ke produk rokok elektrik, Heru Budiman menyatakan bahwa, untuk saat ini, segmen tersebut belum dianggap sebagai solusi utama di tengah kondisi daya beli masyarakat yang melemah. Meskipun perusahaan tetap terbuka terhadap inovasi, ia menjelaskan, “Ini adalah segmen yang kita tetap perhatikan dan kita juga mencoba-coba. Tapi tidak terlalu banyak yang diharapkan karena rokok elektrik ini lebih banyak di level menengah atas.”
Sementara itu, Direktur Gudang Garam, Istata T. Siddharta, menambahkan perspektif lain mengenai tantangan industri. Menurutnya, industri rokok tidak hanya menghadapi dilema penurunan daya beli dan cukai rokok yang tinggi, tetapi juga peredaran rokok ilegal yang masif, yang menjadi batu sandungan serius bagi perusahaan seperti GGRM.
Istata berharap Kementerian Keuangan, sebagai pengampu kebijakan cukai, dapat merumuskan regulasi yang lebih ketat dan efektif untuk menyelamatkan industri rokok legal. Ia menekankan, “Kalau menurut kami sebetulnya yang paling ideal penindakan rokok ilegal bukan dengan penindakan secara hukum atau dengan kekerasan. Tapi ciptakanlah suatu peraturan cukai yang memang memungkinkan industri ini pulih dan bisa bersaing dengan rokok ilegal. Karena kalau tidak, akan sangat sulit untuk menurunkan rokok ilegal ini,” pungkas Istata, menyoroti pentingnya solusi kebijakan yang komprehensif.
Penurunan harga saham GGRM ini sejalan dengan kinerja keuangan GGRM yang kurang memuaskan. Pada semester I/2025, Gudang Garam membukukan pendapatan yang anjlok 11,30% secara tahunan (YoY) menjadi Rp44,37 triliun. Jika dirinci per segmen, pendapatan dari penjualan SKM turun 10,76% YoY menjadi Rp39,74 triliun, segmen SKT juga mengalami penurunan 19,54% YoY menjadi Rp3,95 triliun, sementara rokok klobot terpangkas 22,99% YoY menjadi Rp4,19 miliar.
Kinerja pendapatan yang negatif ini berimbas langsung pada profitabilitas perseroan. Laba bersih GGRM pada semester I/2025 hanya mencapai Rp117,16 miliar, mencatat penurunan drastis sebesar 87,34% YoY dibandingkan dengan laba bersih Rp925,52 miliar yang berhasil diraih pada periode yang sama tahun 2024. Angka-angka ini semakin mempertegas tekanan yang dihadapi oleh Gudang Garam di tengah kondisi pasar yang menantang.