Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan penguatan setelah sehari sebelumnya ditutup di zona merah. Hingga penutupan perdagangan Kamis (23/10/2025), IHSG berhasil mendaki 1,49%, mencapai level 8.274,35.
Namun demikian, di tengah euforia lonjakan indeks, minat investor asing untuk menanamkan modalnya di bursa Indonesia tampaknya belum sepenuhnya pulih. Hal ini tercermin dari arus dana keluar atau capital outflow yang masih membayangi dengan derasnya. Secara tahun berjalan, pasar modal domestik mencatat aksi jual bersih atau nett sell sebesar US$ 2,92 juta, setara dengan sekitar Rp 48,5 triliun.
Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan dana asing belum juga kembali ke pasar modal Indonesia?
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, menilai kondisi ini bukan hanya disebabkan oleh faktor eksternal semata, melainkan juga dipengaruhi oleh sejumlah persoalan domestik. Teguh menjelaskan, pasar saham Amerika Serikat (AS) saat ini terus mengalami penguatan. Akibatnya, sebagian dana investor di pasar AS mulai keluar dan mengalir menuju negara-negara besar di Asia, seperti Singapura, China, dan Jepang. Seharusnya, aliran modal ini kemudian bergerak ke negara berkembang layaknya Vietnam dan Indonesia. Namun, saat ini, aliran modal tersebut terlihat terjebak hanya di pasar negara-negara besar tersebut.
“Jadi bukan karena dana asing di Indonesia pindah ke negara lain. Tapi kita punya masalah sendiri, jangankan asing masuk kesini yang ada mereka malah keluar,” tegas Teguh kepada Kontan, Kamis (23/10/2025).
Lebih lanjut, Teguh menilai bahwa ketiadaan kebijakan ekonomi baru yang bersifat insentif serta gejolak sosial atau kerusuhan yang terjadi belakangan ini menjadi salah satu alasan utama mengapa investor asing enggan kembali. Menurutnya, pemerintah masih berpegang pada program yang telah berjalan, dengan minimnya inisiatif kebijakan baru yang adaptif terhadap situasi pasar saat ini. Ia mencontohkan respons pemerintah pada tahun 2022 ketika harga CPO melonjak, dengan meluncurkan program Minyakita. Langkah tersebut menjadi cerminan respons kebijakan yang konkret dan adaptif terhadap dinamika pasar.
Namun kini, di tengah berbagai masalah mulai dari sulitnya lapangan kerja hingga tekanan biaya hidup yang kian memberat, pemerintah belum membuat kebijakan ekonomi baru yang nyata. “Setelah kebijakan Menteri Keuangan Rp 200 triliun untuk perbankan, belum ada lagi kebijakan baru yang riil. Nah, kalau ini berubah, mungkin itu bisa jadi daya tarik bagi asing,” tambah Teguh. Di sisi lain, kondisi IHSG yang telah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa juga mampu menimbulkan keraguan di benak investor. “Kalau mereka lihat IHSG sudah all time high, mereka bisa bingung. Mau beli apa lagi? mungkin bisa lanjut jualan,” paparnya.
Sementara itu, Head of Business Development Division Henan Putihrai Aset Management (HPAM) Reza Fahmi menerangkan bahwa salah satu penyebab utama keluarnya dana asing dari IHSG adalah peningkatan atraktivitas pasar saham global, khususnya di kawasan Asia. Reza menyebut, Jepang mencatatkan rekor tertinggi pada indeks Nikkei, ditopang oleh ekspektasi stimulus fiskal, pelemahan yen yang menguntungkan sektor eksportir, serta kinerja kuat dari sektor teknologi dan manufaktur. Dari aliran dana asing, indeks Nikkei mampu mencatatkan nett buy atau aksi beli bersih sebesar US$ 29,92 juta atau berkisar Rp 497 triliun secara tahun berjalan.
Di kawasan lainnya, Singapura meluncurkan program pengembangan pasar ekuitas bernilai miliaran dolar Singapura, lengkap dengan insentif pajak dan dukungan likuiditas yang membuat pasar sahamnya lebih kompetitif dan menarik bagi investor institusi global. Kondisi ini secara kolektif memicu investor global untuk merotasi portofolio mereka ke pasar yang menawarkan likuiditas tinggi, stabilitas kebijakan, dan potensi pertumbuhan yang lebih menjanjikan. “Indonesia, dalam konteks persaingan ini, perlu memperkokoh daya saing pasar modalnya agar tetap relevan di mata investor asing,” kata Reza kepada Kontan, Kamis (23/10/2025).
Senada, Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Chory Agung Ramdhani menilai depresiasi rupiah, dinamika kondisi global, serta faktor kebijakan domestik turut menekan minat investor asing di Indonesia. “Dana asing cenderung bergerak berdasarkan peluang pertumbuhan, valuasi yang atraktif, dan prospek ekonomi suatu negara. Jika ada sentimen positif kuat atau reformasi pasar di negara tetangga seperti Vietnam, wajar jika terjadi pergeseran alokasi,” ucap Chory kepada Kontan, Kamis (23/10/2025).
Prospek bursa domestik
Melihat ke depan, Chory menilai arus modal masuk (capital inflow) masih berpotensi terjadi, namun tidak dalam volume yang signifikan hingga akhir tahun 2025. Prospek ini didorong oleh valuasi saham Indonesia yang masih terbilang atraktif, adanya pertumbuhan ekonomi domestik yang solid, serta potensi pelonggaran kebijakan suku bunga BI-rate.
Di sisi lain, Teguh Hidayat melihat tidak menutup kemungkinan arus dana asing akan kembali ke Indonesia menjelang pengujung tahun atau awal 2026. Ia berpendapat, dana asing tersebut saat ini masih mengalir ke negara-negara besar di Asia. Namun, ketika mencapai titik jenuh, sebagian dana tersebut kemungkinan akan beralih ke pasar lain yang belum mengalami kenaikan signifikan, termasuk Indonesia. Menurutnya, ketika pasar seperti China atau Jepang sudah memasuki fase overbought, investor akan mencari alternatif baru. “Indonesia bisa menjadi salah satu tujuannya, tapi bukan karena prospek disini membaik, melainkan karena asing kehabisan pilihan,” tutupnya.
Ringkasan
Meskipun IHSG menunjukkan penguatan, pasar modal Indonesia masih mencatatkan nett sell yang signifikan. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal. Pasar saham AS yang kuat dan daya tarik negara-negara besar Asia seperti Jepang dan Singapura dengan kebijakan insentif dan pertumbuhan yang menjanjikan, mengalihkan perhatian investor asing.
Selain itu, ketiadaan kebijakan ekonomi baru yang insentif, gejolak sosial, dan kondisi IHSG yang mencapai rekor tertinggi juga menimbulkan keraguan. Para analis menilai, arus modal masuk berpotensi terjadi, didorong oleh valuasi saham yang atraktif dan potensi pelonggaran kebijakan suku bunga, meskipun tidak dalam volume signifikan hingga akhir tahun. Dana asing mungkin akan kembali ke Indonesia ketika pasar negara-negara besar mencapai titik jenuh.