Apa Itu BI-FRN? Instrumen Baru Bank Indonesia untuk Reformasi Suku Bunga Acuan

Ifonti.com , JAKARTA — Pendalaman pasar keuangan domestik memasuki tahap baru. Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan surat berharga suku bunga mengambang BI-FRN (Bank Indonesia Floating Rate Note) pada 17 November 2025.

Instrumen ini disiapkan untuk mengembangkan pasar overnight index swap (OIS), yakni instrumen lindung nilai suku bunga yang selama ini belum berkembang di Indonesia. Padahal, di banyak negara, OIS telah menjadi acuan bagi berbagai instrumen keuangan.

Di Amerika Serikat terdapat SOFR (Secured Overnight Financing Rate), yang digunakan sebagai referensi suku bunga bagi obligasi korporasi dengan outstanding mencapai US$165 miliar. Di Singapura, SORA (Singapore Overnight Rate Average) menjadi acuan kredit pemilikan rumah (KPR) yang ditawarkan sejumlah bank besar.

: Uang Primer per Oktober Tumbuh Melambat saat Menkeu Purbaya Tempatkan Rp200 Triliun di Himbara

Di Thailand ada THOR (Thai Overnight Repurchase Rate), yang digunakan sebagai acuan pada Floating Rate Notes (FRN) Bank of Thailand dengan outstanding 944 juta baht. Adapun di Jepang, TONA (Tokyo Overnight Average Rate) menjadi referensi suku bunga obligasi daerah yang diterbitkan Prefektur Saitama dan Hyugo, dengan outstanding 244 juta yen.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Agustina Dharmayanti menyampaikan penerbitan BI-FRN merupakan bagian dari reformasi suku bunga acuan domestik, dari sistem berbasis kuotasi menuju sistem berbasis transaksi. Langkah ini sejalan dengan agenda Blueprint Pengembangan Pasar Uang 2030.

: : Pengumuman! Begini 2 Detail Insentif Baru dari BI untuk Perbankan Meluncur Desember

Agustina menjelaskan, pasar uang dan pasar valas tumbuh signifikan sejak implementasi Operation Market Rate-Oriented (OMRO) pada Mei 2024. Hingga tahun ini, rata-rata harian transaksi pasar uang mencapai Rp54,4 triliun, sedangkan pasar valas mencapai US$10 miliar.

Pertumbuhan tersebut didorong aliran modal masuk melalui penerbitan SRBI dan efisiensi harga instrumen lindung nilai domestic non-deliverable forward (DNDF). Namun, pengembangan derivatif suku bunga seperti OIS masih terbatas.

: : Susul Jalur Hijau Diperiksa, Terminal IPC Tanjung Priok Operasikan Pemindai Peti Kemas

“Ini kami pengen nambahin lagi pake instrumen hedging [lindung nilai] suku bunga di pasar uang, itu dengan OIS. Sekarang kecil sekali, cuman paling sekitar Rp60 miliar rupiah per hari. Nah, ini kami tambahin lagi, mudah-mudahan jadi perkembangan transaksi pasar uangnya akan semakin besar,” jelas Agustina dalam taklimat media di Kantor BI, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI) Josua Pardede menilai pengembangan OIS melalui BI-FRN akan mendapat dukungan pelaku pasar. Menurut dia, BI-FRN akan menjadi katalis penting dalam reformasi acuan suku bunga domestik. Instrumen ini akan memperkuat peralihan dari Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) menuju Indonesia Overnight Index Average (INDONIA), yang berbasis transaksi aktual. Pada akhirnya, pasar OIS diharapkan dapat membentuk kurva suku bunga yang representatif.

Ia menjelaskan, BI-FRN dirancang menyerupai surat berharga jangka pendek dengan kupon mengambang berbasis Compounded INDONIA, tenor fleksibel 1–12 bulan, dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder maupun direpokan. Instrumen ini juga dapat dimiliki nonbank melalui sub-registry, dengan penyelesaian delivery-versus-payment di sistem BI-SSSS/RTGS serta publikasi harga sekunder oleh PHEI.

“Fitur-fitur ini mengurangi friksi pembentukan harga dan memberi utilitas nyata bagi treasury bank maupun investor non-bank,” ujar Josua kepada Bisnis, Jumat (7/11/2025).

Ia menambahkan, penerbitan BI-FRN akan berfungsi beriringan dengan mekanisme matchmaking OIS. Dealer utama akan diwajibkan memasang kuotasi dua arah dengan batas sebar harga tertentu dan jendela transaksi khusus. Kombinasi tersebut diharapkan menciptakan ekosistem transaksi yang lebih likuid, meningkatkan price discovery, dan mempercepat pembentukan kurva suku bunga berbasis pasar.

Meski demikian, Josua menilai peningkatan aktivitas tidak akan terjadi seketika. Saat ini, rata-rata harian transaksi gabungan interest rate swap (IRS) dan OIS rupiah sekitar Rp100 miliar, dengan porsi OIS hanya Rp75 miliar atau 0,2% dari total instrumen pasar uang.

“Ekosistemnya masih dangkal dan koneksi antar-pelaku terbatas. Inilah yang hendak dipecahkan oleh desain BI-FRN dan matchmaking OIS,” kata Josua.

Perkuat transmisi suku bunga

Josua menjelaskan, OIS akan memegang peran strategis dalam memperkuat transmisi kebijakan moneter BI. Tanpa pasar OIS yang likuid, pembentukan harga tenor 1–12 bulan berisiko ditentukan oleh kuotasi tipis sehingga mengganggu efisiensi penetapan suku bunga kredit dan lindung nilai.

Transmisi ke Sektor Riil

Dengan berkembangnya OIS, perbankan dan korporasi dapat menggunakan acuan berbasis INDONIA untuk kontrak bunga mengambang, penetapan harga kredit, dan pengelolaan risiko suku bunga. BI juga menargetkan terbentuknya forward-looking term rate berbasis transaksi sebagai sasaran akhir reformasi acuan.

“Dengan OIS yang hidup, bank dan korporasi memperoleh referensi yang lebih andal untuk kontrak bunga mengambang, penetapan harga kredit berbunga mengambang, dan lindung nilai risiko suku bunga,” jelas Josua.

Melalui pengembangan OIS, BI menargetkan peningkatan porsi aset berbunga mengambang (floating rate asset) di pasar keuangan domestik. Struktur bunga diharapkan lebih sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter.

Menurut Josua, meningkatnya porsi aset dan liabilitas berbasis INDONIA akan menekan risiko suku bunga bagi perbankan dan memperbaiki pengelolaan likuiditas. Bagi investor nonbank, BI-FRN menjadi alternatif penempatan dana yang lebih terlindungi dari risiko harga ketika suku bunga naik. Semakin besar porsi instrumen berbasis INDONIA, semakin kuat pula sinyal suku bunga antar-tenor.

“Skemanya sederhana: ketika BI mengubah suku bunga kebijakan, INDONIA sebagai suku bunga overnight bergerak, lalu kurva OIS menyesuaikan di tenor 1–12 bulan. Kupon BI-FRN dan instrumen mengambang lain otomatis menyesuaikan mengikuti INDONIA terkompon sehingga biaya dana antar-bank dan harga surat berharga mengambang cepat memantul,” terang Josua.

Ia menilai mekanisme tersebut memperpendek rantai transmisi kebijakan moneter ke sektor riil. Penyesuaian suku bunga dana dan kredit dapat berlangsung lebih cepat dibandingkan mekanisme administratif.

Selain itu, BI sedang menyiapkan perluasan underlying repo mencakup obligasi korporasi berkualitas tinggi seperti terbitan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), lengkap dengan aturan haircut dan penyelesaian lintas infrastruktur. Langkah ini diyakini memperkuat pasar sekunder dan menambah ketersediaan agunan likuid.

Dalam jangka panjang, Josua meyakini ekosistem yang semakin dalam akan membuat sinyal kebijakan BI lebih cepat tercermin pada suku bunga perbankan dan pembiayaan korporasi.