Fed Fund Rate Dipangkas: Rupiah Langsung Terbang!

Ifonti.com – Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), telah mengambil langkah signifikan dengan memangkas suku bunga acuannya untuk kali pertama dalam tahun ini. Keputusan yang sangat dinantikan ini sekaligus memberi sinyal kuat akan adanya penurunan lanjutan, menyusul kekhawatiran yang meningkat atas melemahnya pasar tenaga kerja AS. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan jangka pendek yang krusial bagi stabilitas mata uang negara berkembang.

Federal Open Market Committee (FOMC) secara resmi menurunkan federal funds rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bps), membawa kisaran target menjadi 4 hingga 4,25 persen. Langkah ini sepenuhnya sejalan dengan ekspektasi mayoritas pelaku pasar di Wall Street. Proyeksi yang disampaikan oleh pimpinan The Fed menunjukkan bahwa akan ada setidaknya dua kali penurunan suku bunga tambahan, masing-masing sebesar 25 bps, sebelum akhir tahun ini, mengindikasikan sikap kebijakan moneter yang lebih dovish.

Pergeseran kebijakan The Fed yang lebih dovish ini mencerminkan prioritas utama bank sentral saat ini. Melemahnya kondisi pasar tenaga kerja AS kini dipandang sebagai risiko yang lebih mendesak, menggeser fokus dari potensi lonjakan inflasi yang sebelumnya dikhawatirkan akibat tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.

Gubernur The Fed, Jerome Powell, dalam rapat pada Rabu (17/9) waktu setempat, menegaskan pandangan ini. “Pasar tenaga kerja telah melemah. Kemungkinan terjadinya lonjakan inflasi yang berkepanjangan kini lebih kecil,” ujarnya, seperti dikutip Financial Times. Powell menambahkan, pemangkasan suku bunga ini merupakan bagian dari strategi manajemen risiko The Fed untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Menanggapi keputusan penting ini, Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyatakan bahwa pemangkasan FFR ini merupakan yang pertama sejak Desember 2024, menggarisbawahi kekhawatiran yang kian meningkat terhadap kondisi ketenagakerjaan di Amerika Serikat. Sinyal dua kali penurunan suku bunga tambahan sebelum akhir tahun ini semakin memperkuat pandangan dovish The Fed.

Bank sentral AS juga memaparkan bahwa aktivitas ekonomi menunjukkan moderasi, pertumbuhan lapangan kerja melambat, dan meskipun ada pandangan bahwa lonjakan inflasi berkepanjangan lebih kecil, inflasi secara umum dilaporkan kembali naik. Ditambah lagi, ketidakpastian terhadap prospek ekonomi masih tinggi, dengan risiko penurunan di sektor ketenagakerjaan yang semakin membesar.

Meski demikian, The Fed merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun 2025 menjadi 1,6 persen, dari sebelumnya 1,4 persen di bulan Juni. Untuk tahun 2026, suku bunga acuan diperkirakan akan turun lebih dalam dari proyeksi sebelumnya, namun inflasi justru diprediksi lebih tinggi. Andry Asmoro menafsirkan revisi ini sebagai indikasi positif. “Hal ini menunjukkan kemungkinan terjadinya soft landing dengan pertumbuhan yang berkelanjutan dan tren inflasi yang menurun,” jelas alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1995 itu.

Kekhawatiran terhadap inflasi yang dipicu oleh kebijakan perdagangan internasional kini berangsur mereda, dengan perhatian yang lebih besar tertuju pada potensi perlambatan ekonomi dan peningkatan tingkat pengangguran. Gubernur The Fed Jerome Powell kembali menegaskan bahwa setiap keputusan kebijakan moneter selanjutnya akan tetap sangat bergantung pada data ekonomi terbaru yang masuk.

Di pasar finansial, Indeks dolar AS (USD) terhadap mata uang negara maju (DXY) terpantau stabil di level 96,8. Stabilitas ini menunjukkan bahwa pasar telah mengantisipasi secara luas pemangkasan FFR oleh The Fed. Sementara itu, bursa saham AS bergerak campuran; indeks Dow Jones mengalami kenaikan 0,5 persen, sedangkan S&P 500 turun tipis 0,1 persen.

Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, pemangkasan suku bunga The Fed diharapkan memberikan dukungan jangka pendek yang signifikan bagi mata uang domestik. Andry Asmoro memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.400-Rp 16.500 per USD.

Lebih lanjut, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia juga berpotensi mengalami penurunan ke kisaran 6,25-6,35 persen. Penurunan ini sejalan dengan tren penurunan imbal hasil obligasi AS yang menjadi tolok ukur penting di pasar keuangan global.

Ringkasan

The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 4-4,25%, langkah pertama sejak Desember 2024, sebagai respons terhadap melemahnya pasar tenaga kerja AS. Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi pasar dan mengindikasikan kemungkinan dua kali penurunan suku bunga lagi sebelum akhir tahun. Pemangkasan ini diharapkan memberikan dukungan jangka pendek bagi mata uang negara berkembang, termasuk Rupiah.

Meskipun memangkas suku bunga, The Fed merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun 2025 menjadi 1,6%. Chief Economist Bank Mandiri memperkirakan Rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.400-Rp 16.500 per USD dan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia berpotensi turun, seiring dengan penurunan imbal hasil obligasi AS.