Ifonti.com – Performa PSIS Semarang di musim 2024/2025 kembali menjadi sorotan tajam. Bukan sekadar hasil buruk di lapangan yang memprihatinkan, namun juga carut-marut pengelolaan tim yang semakin meresahkan para pendukung setianya, Panser Biru. Kondisi ini memicu kekecewaan mendalam dan desakan evaluasi menyeluruh dari berbagai pihak.
Ketua Panser Biru, Kepareng, yang akrab disapa Wareng, menyuarakan kekecewaannya melalui akun Instagram pribadinya, @kepareng_wareng. Ia mengemukakan pandangan bahwa selama ini kritik suporter selalu tertuju pada pelatih dan pemain, padahal akar masalah sebenarnya terletak pada buruknya pengelolaan dan manajemen klub. “Selama ini kalau pemain dan pelatih buruk kita selalu minta mereka evaluasi, ternyata kita sekarang tahu yang buruk adalah pengelolaan dan manajemennya. Kalau sekarang kita minta pemilik saham dan CEO dievaluasi, apakah salah?” tulis Wareng, menyoroti perlunya akuntabilitas dari pucuk pimpinan.
Krisis internal PSIS Semarang tampaknya tak kunjung menemukan titik terang. Sejak awal musim, Laskar Mahesa Jenar tidak hanya kesulitan meraih hasil positif di lapangan, tetapi juga dihantam berbagai isu internal yang memicu konflik. Mulai dari keterlambatan pembayaran gaji pemain yang merugikan, hingga komunikasi yang kurang harmonis dengan kelompok suporter, termasuk Panser Biru. Kekecewaan ini mencapai puncaknya ketika Panser Biru memutuskan untuk memboikot pertandingan kandang PSIS Semarang sejak musim 2024/2025, bahkan saat Laskar Mahesa Jenar masih berlaga di Liga 1. Mereka menuntut agar klub kebanggaan warga Semarang tersebut dikelola dengan lebih profesional. Namun, surat permintaan audiensi resmi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Panser Biru kepada manajemen PSIS hingga kini belum mendapatkan tanggapan, menambah daftar panjang kekecewaan suporter yang merasa suara mereka diabaikan.
Rentetan masalah internal tersebut semakin diperparah dengan hasil buruk di ajang Championship (sebelumnya dikenal sebagai Liga 2). Dalam dua pertandingan awal, PSIS Semarang harus menelan kekalahan telak yang memilukan. Pada Minggu (14/9), PSIS dipermalukan di kandang sendiri oleh Persiku Kudus dengan skor telak 4-0. Sepekan berselang, giliran Persipura Jayapura yang menaklukkan mereka 2-0 di Stadion Mandala, Sabtu (20/9). Dua kekalahan beruntun ini membuat posisi PSIS Semarang di klasemen semakin terpuruk dan sangat mengkhawatirkan. Jika tren negatif ini terus berlanjut tanpa adanya evaluasi serius, tim kebanggaan Kota Atlas itu terancam turun kasta ke Liga 3 musim depan, sebuah skenario yang ingin dihindari oleh semua pihak.
Para suporter kini sepakat menilai bahwa masalah yang membelit PSIS bukan lagi sekadar persoalan taktik pelatih atau performa pemain semata. Mereka mendesak adanya evaluasi menyeluruh dan radikal, mulai dari jajaran direksi, pemilik saham, hingga manajemen yang dianggap gagal menjaga stabilitas dan profesionalitas tim. “Kami hanya ingin PSIS dikelola dengan profesional, bukan setengah hati. Klub ini bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal harga diri warga Semarang,” tegas Izul Haq, salah satu anggota Panser Biru, mencerminkan sentimen kolektif suporter.
Hingga kini, pihak manajemen PSIS belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik keras yang dilontarkan oleh Panser Biru maupun pernyataan dari Wareng. Publik dan suporter setia pun menanti bagaimana langkah manajemen merespons tuntutan dan keresahan yang terus membuncah ini. Jika kondisi ini terus berlarut-larut tanpa adanya perbaikan, bukan hanya posisi PSIS di klasemen yang terancam, tetapi juga hubungan antara klub dengan basis suporternya akan semakin renggang dan sulit diperbaiki. Di tengah situasi sulit dan krusial ini, evaluasi menyeluruh tampaknya menjadi jalan yang tak bisa ditunda lagi, agar Laskar Mahesa Jenar dapat bangkit, profesionalisme klub pulih, dan asa untuk kembali promosi ke kasta tertinggi sepak bola Indonesia bisa kembali dirajut.
Ringkasan
Performa PSIS Semarang yang buruk memicu kekecewaan Panser Biru, yang menuntut evaluasi pemilik saham dan CEO klub. Kritik suporter sebelumnya selalu tertuju pada pelatih dan pemain, namun kini fokus pada buruknya pengelolaan dan manajemen klub. Panser Biru bahkan memboikot pertandingan kandang sebagai bentuk protes.
Masalah internal seperti keterlambatan gaji dan komunikasi yang buruk, diperparah dengan kekalahan telak di pertandingan awal. Suporter mendesak evaluasi menyeluruh direksi, pemilik saham, dan manajemen untuk profesionalitas klub. Manajemen PSIS belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik ini.