JAKARTA – Rencana pemerintah untuk mendorong repatriasi dolar milik Warga Negara Indonesia (WNI) yang tersimpan di luar negeri menuai sorotan tajam. Anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar, Galih Dimuntur Kartasasmita, bahkan melayangkan kritik pedas terhadap inisiatif tersebut, khususnya mengenai koordinasi antarlembaga yang terlibat.
Dalam rapat kerja dengan Bank Indonesia (BI) pada Senin, 22 September 2025, Galih Dimuntur Kartasasmita secara lugas mempertanyakan keterlibatan bank sentral dalam perumusan skema insentif repatriasi ini. Putra politisi senior Ginandjar Kartasasmita itu menyoroti pentingnya koordinasi yang matang. “Apakah itu sudah ada koordinasi, pembicaraan, diajak ngobrol, atau WA-an lah gitu dengan BI? Karena ini perlu skema, tidak bisa sembarangan kita ingin menarik dana dolar WNI ke sini; harus ada skemanya. Bank Indonesia perlu diajak bicara,” tegasnya di hadapan Gubernur BI Perry Warjiyo dan enam anggota Dewan Gubernur BI lainnya di ruang rapat Komisi XI.
Rencana strategis pemerintah ini pertama kali diungkap oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa pada Jumat, 19 September 2025, setelah rapat bersama Presiden Prabowo Subianto. Meskipun demikian, pertanyaan krusial dari Komisi XI DPR mengenai koordinasi BI dalam skema repatriasi ini tak mendapatkan respons konkret. Baik Gubernur BI Perry Warjiyo maupun Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti memilih bungkam usai rapat, bahkan menugaskan Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, untuk menghadapi awak media.
Ramdan hanya memberikan respons umum, menyatakan kesiapan Bank Indonesia untuk bersinergi dengan pemerintah dan semua pihak, tanpa menyentuh substansi rencana repatriasi dolar WNI. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa diskusi spesifik mengenai insentif penarikan dana luar negeri tersebut belum mencapai titik terang di antara lembaga terkait, meskipun BI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah anggota dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan gambaran lebih rinci mengenai inisiatif repatriasi dolar ini. Ia menegaskan bahwa skema yang sedang digodok pemerintah akan berbasis mekanisme pasar (market-based), bukan bersifat paksaan. “Nanti kalau sudah clear baru kami sampaikan. Di Istana yang sedang memikirkan mekanismenya,” jelas Purbaya saat konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan pada Senin, 22 September 2025.
Purbaya menyoroti fenomena banyak WNI yang memilih menempatkan dolar Amerika Serikat (AS) mereka di luar negeri, seperti Singapura, karena adanya keuntungan tertentu. Menurutnya, terdapat ratusan juta dolar AS yang berpindah ke Singapura atau negara lain setiap bulannya. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan proaktif menyerap masukan dari Istana. “Kami akan menghilangkan keuntungan itu agar tidak ada lagi insentif bagi orang untuk menaruh dana mereka di luar negeri,” imbuhnya.
Meskipun demikian, Purbaya, yang belum genap sebulan menjabat Menkeu namun memiliki pengalaman di Kantor Staf Kepresidenan hingga Kemenko Kemaritiman dan Investasi, optimis bahwa upaya menarik dolar WNI di luar negeri ini dapat terlaksana. “Ini masih kita hitung apakah ada risikonya atau tidak, tetapi kelihatannya sih bisa jalan,” pungkasnya, menandakan bahwa pemerintah terus mengkaji potensi dan mitigasi risiko demi memperkuat ekonomi Indonesia melalui masuknya dana luar negeri tersebut.
Ringkasan
Rencana pemerintah untuk mendorong repatriasi dolar milik WNI yang tersimpan di luar negeri mendapat kritik dari anggota Komisi XI DPR RI, Galih Dimuntur Kartasasmita, khususnya terkait koordinasi antar lembaga. Dalam rapat dengan Bank Indonesia, ia mempertanyakan keterlibatan BI dalam perumusan skema insentif repatriasi, menekankan pentingnya koordinasi yang matang dalam menarik dana dolar WNI.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa skema repatriasi akan berbasis mekanisme pasar, bukan paksaan, dengan tujuan menghilangkan keuntungan yang membuat WNI menyimpan dolar di luar negeri. Pemerintah terus mengkaji potensi dan mitigasi risiko agar upaya ini dapat memperkuat ekonomi Indonesia melalui masuknya dana luar negeri tersebut, meskipun belum ada respons konkret terkait koordinasi dengan BI.