Ifonti.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pekan yang penuh gejolak, mencatat pelemahan tajam sepanjang periode perdagangan 13 hingga 17 Oktober 2025. Koreksi mendalam ini secara signifikan mengikis nilai pasar, dengan kapitalisasi pasar menguap hingga Rp814 triliun.
Berdasarkan data statistik mingguan yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), gelombang tekanan jual menyapu nyaris seluruh sektor, menyeret indeks komposit terkoreksi sebesar 4,14%. IHSG ditutup di level 7.915,65, anjlok dari posisi pekan sebelumnya di 8.257,85. Penurunan drastis ini berdampak langsung pada nilai kapitalisasi pasar atau market cap, yang amblas sebesar Rp814 triliun, dari sebelumnya Rp15.560 triliun menjadi Rp14.746 triliun.
Aktivitas pasar pun turut menunjukkan perlambatan. Rata-rata nilai transaksi harian menyusut 2,44% selama sepekan menjadi Rp27,45 triliun, sementara frekuensi harian transaksi juga tergerus 7,37% ke angka 2,71 juta kali. Meskipun demikian, investor asing masih mencatatkan net buy senilai Rp1,94 triliun, kendati angka ini lebih rendah dari pekan sebelumnya yang mencapai Rp3,21 triliun. Sayangnya, arus masuk dana asing tersebut tidak cukup kuat untuk membendung laju koreksi indeks yang masif.
Tekanan jual yang dominan terutama datang dari saham-saham sektor perbankan besar, energi, dan teknologi. Ketiga sektor vital ini mengalami penurunan serentak di tengah meningkatnya volatilitas pasar global. Dari sisi sektoral, hampir seluruh indeks sektor menunjukkan pelemahan, dengan sektor teknologi memimpin gelombang penurunan dengan anjlok 11,59%. Disusul kemudian oleh infrastruktur (-6,83%), energi (-6,76%), dan keuangan (-4,59%). Di tengah badai merah, hanya sektor kesehatan yang berhasil membukukan kenaikan sebesar 2,79% selama sepekan perdagangan.
Beberapa saham yang mampu menjadi penopang pergerakan IHSG di tengah tekanan meliputi BRMS yang perkasa naik 14,36%, AMMN yang tumbuh tipis 0,68%, dan AMRT yang meningkat 7,73%. Sebaliknya, saham-saham seperti BBRI, BRPT, dan BMRI menjadi motor pendorong utama pelemahan IHSG sepanjang pekan tersebut.
: : Menkeu Purbaya Soal Koreksi IHSG, Realisasi Keuntungan Itu Hal Biasa
Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, pelemahan IHSG ini terjadi seiring meningkatnya bayang-bayang kekhawatiran terhadap krisis kredit di Amerika Serikat (AS). Hal ini dipicu oleh lonjakan gagal bayar sejumlah korporasi besar seperti First Brands, Tricolor Holdings, Zions Bancorporation, dan Western Alliance. “Kekhawatiran akan efek domino yang mengkhawatirkan di sektor keuangan global membuat investor beramai-ramai melepas aset berisiko,” ungkapnya dalam publikasi riset pada Jumat (17/10/2025). Ia menambahkan bahwa lonjakan harga emas ke level US$4.300 menjadi indikator utama bahwa pasar ekuitas tengah memasuki fase guncangan yang signifikan.
Sentimen negatif ini tidak hanya menyelimuti pasar domestik, melainkan meluas ke pasar saham Asia dan Eropa yang ikut terkoreksi serempak. Namun, dampak terparah dirasakan oleh IHSG, terutama karena likuiditas pasar domestik yang dinilai relatif dangkal. Selain tekanan eksternal, Kiwoom juga mencatat adanya rumor yang beredar di pasar domestik mengenai kebijakan pemerintah yang disebut ingin melihat “IHSG yang sesungguhnya” tanpa intervensi saham-saham berkapitalisasi besar.
Kabar tersebut sontak membuat sejumlah saham big caps dilepas oleh investor, termasuk BREN, CDIA, DSSA, DCII, TPIA, BRPT, dan CUAN. Akibatnya, tekanan jual semakin besar, menyingkap “wajah asli” pasar ketika faktor penopang sementara dilepas. “Pelemahan hari ini justru memperlihatkan ‘wajah riil’ pasar ketika faktor support system sementara dilepas,” pungkas Liza, menyoroti realitas kondisi pasar saat ini.
: : BBCA Lawan Arah saat Saham Bank Jumbo dan IHSG Rontok
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.