Perpanjangan PPN DTP dan Likuiditas Longgar Jadi Katalis Saham Properti

Ifonti.com , JAKARTA – Prospek sektor properti pada 2026 dinilai masih menjanjikan seiring berlanjutnya kebijakan diskon Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% serta potensi perbaikan likuiditas perbankan.

Dua faktor ini dipandang menjadi motor utama bagi pertumbuhan penjualan pra-pasar (pre-sales) tahun depan, meskipun sektor sempat mengalami normalisasi dari basis pertumbuhan yang tinggi pada 2024.

Analis BRI Danareksa Ismail Fakhri Suweleh dan Wilastita Muthia Sofi dalam riset pada Kamis (25/9/2025) menyebutkan, kelanjutan insentif PPN hingga 2026 bakal mendongkrak permintaan.

: Sederet Insentif Pemanis Sektor Properti: PPN DTP 100% hingga Subsidi Bunga 10%

“Kami memperkirakan pre-sales akan tumbuh 4% pada 2026, setelah mencatatkan kenaikan 4% pada 2024 dan kontraksi 3% pada 2025,” tulis tim riset.

BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor properti dengan urutan pilihan CTRA, PWON, SMRA, dan BSDE.

: : Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP 100%, Indeks Saham Properti Menjulang

Valuasi masih relatif murah dibanding rata-rata 5 tahun terakhir, sementara kinerja penjualan dan return on equity (ROE) terus membaik. Dukungan insentif PPN, prospek likuiditas yang lebih longgar, serta dominasi segmen rumah tapak Rp1 miliar–Rp5 miliar menjadi katalis utama, meski risiko tekanan jual jangka pendek tetap perlu diwaspadai.

Sejak diperkenalkan, insentif PPN DTP terbukti mampu mengatasi persoalan keterjangkauan bagi konsumen. Kontribusi penjualan dari program ini meningkat signifikan dari hanya 5% pada 2023 menjadi 28% di 2024, dan kembali naik ke 31% pada paruh pertama 2025.

: : Pasar Apartemen Masih Loyo Semester I/2025 Meski Ada PPN DTP

Capaian tersebut membantu sektor properti tetap berada di jalur target penjualan, dengan realisasi 49% dari target 2025 meskipun pasar tengah menyesuaikan diri dengan basis pertumbuhan yang lebih tinggi.

Selain faktor fiskal, perbaikan likuiditas juga dipandang menjadi katalis penting. Pemerintah melalui penempatan dana di perbankan berpotensi menurunkan biaya dana (cost of funds), sehingga ruang penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) bisa lebih luas.

Secara historis, ketersediaan likuiditas memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan pre-sales karena KPR masih menjadi instrumen utama konsumsi rumah tangga di sektor properti.

“Perbaikan likuiditas akan mendorong bank lebih agresif menyalurkan kredit, terutama di tengah pergeseran profil pembeli ke end-user,” tulis BRI Danareksa.

Meski demikian, potensi risiko tetap ada, salah satunya dari meningkatnya kredit bermasalah (NPL) di pasar properti segmen bawah.

Untuk itu, sentimen kebijakan pemerintah tetap menjadi penggerak utama bagi saham properti, meski faktor fundamental jangka menengah seperti permintaan end-user dan kualitas neraca keuangan perusahaan tetap menjadi landasan penting.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.